Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

andretarinaAvatar border
TS
andretarina
pramuriaan hingga Pasar Gelap, 5 Wajah Kesengsaraan Jepang Pasca Bom Atom.



emoticon-Malu (S) Welcome di thread sederhana ane gansis emoticon-Malu (S)
emoticon-Ngacir Enjoy reading and have a good time emoticon-Ngacir





Jika diibaratkan sebagai seorang bocah dalam sebuah lingkar pertemanan, maka Jepang adalah sosok seorang anak nakal yang tidak hanya menakutkan dengan gertakan namun juga tindakan. Hal ini sendiri terlihat jelas dengan prestasi dan track record negara ini selama peristiwa Perang Dunia II berlangsung.


emoticon-Takut (S)emoticon-Takut (S)emoticon-Takut (S)

Nyatanya, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang dahulu pernah berdarah akibat cengkraman Jepang. Adalah Korea, dan China yang juga mengalami takdir mengerikan selama mereka berada bawah ancaman taring Jepang pada saat itu.

Namun sebagaimana roda kehidupan, Jepang pun tidak selamanya berada diatas angin, kehabisan sumber daya, hingga peristiwa kejatuhan Bom Atom, menjadikan negara yang dahulunya ditakuti seantero asia bahkan eropa ini menjadi keok dibawah rundungan Amerika.

Kehancuran luar biasa akibat kekalahan ini sendiri memaksa Jepang untuk bertahan hidup dengan apapun yang saat itu masih tersisa, baik dan buruk, termasuk pramuriaan hingga Pasar Gelap.

Penasaran?

Keep reading ya gansis ~

emoticon-Ngaciremoticon-Ngaciremoticon-Ngacir






Kehancuran tiada sisa




Pada peristiwa penjatuhan Bom Atom, sebagaimana yang kita ketahui, ada dua daerah yang cukup sial untuk mendapat kiriman hadiah berupa kehancuran luar biasa ini, yaitu Hiroshima dan Nagasaki.

Namun cukup sedikit yang tahu bahwa kenyataannya dua kota ini bukanlah kota besar. Jadi mengapa Amerika tetap bersikukuh mengirimkan hadiah mereka?

Jawabannya adalah karena tidak ada lagi kota yang “Cukup layak” dihancurkan pada saat itu. Bahkan tanpa kejatuhan Bom Atom sendiri, 80% keseluruhan daerah Jepang telah rata dengan tanah, semua ini akibat kampanye pemboman strategis milik Amerika yang pada waktu itu cukup sukses membawa Jepang bertekuk lutut.



Kehancuran tiada sisa, ditambah dengan dua kehancuran tambahan, akhirnya hanya menyisakan Jepang dengan puing-puing bangunan, tenda, hingga jalanan yang terpaksa digunakan penduduk yang selamat saat itu sebagai tempat berteduh.




Bisnis Haram oleh Pemerintah



Cukup aneh memang, namun satu dari sekian hal yang menjadi antisipasi utama pemerintah Jepang ketika mereka meyakini bahwa kekalahan telah didepan mata adalah pentingnya untuk segera membangun fasilitas pramuriaan dan rumah Bordil.

Diketahui lebih dari 55 ribu wanita baik yang dipaksa maupun yang merelakan diri mereka sendiri, mengisi posisi sebagai wanita penghibur di rumah-rumah bordil yang dibangun oleh pemerintah.

Tatsugoro Suzuki yang saat itu merupakan saksi sejarah termasuk salah satu di antara para wanita penghibur tersebut menuturkan.

Kami diberitahukan bahwa tugas kami saat itu adalah menjadi penolong bagi kesucian dan kemurnian wanita Jepang, dengan cara menahan para tentara penjajah yang datang secara seksual. Karena kami sendiri tidak tahu orang macam apa yang akan mendatangi kami

Uniknya tentara Amerika sendiri saat itu tidak mengetahui bahwa pemerintahlah yang berada di balik usaha rumah-rumah pramuriaan tersebut.




Kelaparan yang tidak terhindarkan



Kehancuran luar biasa akibat perang, ditambah dengan cuaca buruk yang mempengaruhi hasil panen berikut hasil tangkapan para nelayan membuat Jepang benar-benar berada pada titik terendahnya pada tahun 1945. Tidak hanya itu, akibat perang yang memasuki babak akhir dengan hasil yang tidak diinginkan, Jepang bahkan tidak menerima hasil apapun dari usaha cengkramannya terhadap Korea maupun China tempo hari.

Buruknya distribusi bahan makanan membuat banyak keluarga yang terdampak perang untuk kembali ke kampung halaman mereka hanya untuk mengais sisa-sisa harapan yang tertinggal. Bahkan untuk dapat menikmati semangkuk nasi putih hambar saja menjadi sebuah kemewahan yang tidak terkira pada saat itu.


Ramen Ilegal dan Kesabaran Menakjubkan



Ketersediaan bahan makanan yang buruk, ditambah dengan larangan menjajakan makanan di muka umum yang saat itu diperintahkan langsung oleh Jendral MacArthur sendiri, nyatanya tidak membuat rakyat Jepang kehabisan akal.

Ramen, sebuah hidangan berbahan dasar mie dengan guyuran kuah panas yang walaupun cukup sederhana, namun menjadi incaran mereka yang tengah dirundung oleh rasa lapar. Sekalipun harus memperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi, nyatanya kehadiran Ramen yang di perjual-belikan secara ilegal saat itu mampu menjadi cukup terkenal hingga dianggap sebagai ikon makanan nasional Jepang.

Salah seorang saksi mata sendiri menceritakan betapa menakjubkannya pemandangan sekumpulan orang-orang yang mampu untuk cukup sabar mengantri 30 hingga 40 meter antrian di tengah gigitan musim dingin hanya untuk semangkuk ramen hangat



Perubahan besar-besaran di wajah pemerintah



Sebagai salah satu persyaratan menyerahnya, Jepang pada saat itu terpaksa menyetujui rencana terhadap pembuatan konstitusi baru. Rencana ini sendiri, cukup kuat untuk mengubah wajah pemerintahan Jepang yang awalnya berbentuk Feodal menjadi Demokratis.

Munculnya kongres dan diperkenalkannya demokrasi, nyatanya mampu memberi input yang cukup baik bagi masyarakat kebanyakan, termasuk didalamnya hak asasi manusia, kesetaraan gender, hingga pendidikan yang adil dan gratis bagi seluruh lapisan masyarakat.



Tidak hanya itu, sebagai salah satu usaha Amerika untuk menghapuskan Feodalism Jepang yang telah mendarah daging, pendistribusian kembali lahan-lahan pertanian yang awalnya hanya dimiliki oleh tuan tanah pun dilakukan. Amerika yang saat itu telah membeli tanah pertanian dari tuan tanah sekitar, menjualnya kembali kepada para petani yang dahulu hanya bekerja untuk tuan tanah mereka dengan harga yang murah.




“Shikata ga nai” dan nilai filosofisnya



Pasca kehancuran dan tunduknya Jepang di hadapan Amerika terdapat satu kalimat yang cukup terkenal dan menjadi pegangan teguh rakyat Jepang pada saat itu, yaitu “Shikata ga nai” atau yang artinya “Tidak ada lagi yang dapat di lakukan”.

Walaupun terdengar negatif dari sudut pandangan tertentu, nyatanya kalimat “Shikata ga nai” mampu memberikan nilai sebaliknya, yang mana masyarakat pada saat itu mampu untuk terus maju dan bekerja keras memperbaiki diri mereka yang telah dihancurkan oleh perang.

“Shikata ga nai” sendiri tetap menjadi perkataan yang populer dan sering terdengar modern ini, terlebih ketika Jepang mengalami suatu bencana alam yang cukup berat.





Bahkan dengan semua kekejamannya selama perang, Jepang pun tidak mampu selamat dari roda kehidupan. Semoga kedepannya kita dan semua masyrakat dunia tidak perlu mengalami penderitaan serupa yang disebabkan oleh perang

Love, Peace, dan Gaul

emoticon-Kiss (S)emoticon-Kiss (S)emoticon-Kiss (S)

Sekian thread kali ini, thanks buat yang sudah mampir dimari yak, jangan lupa tinggalkan jejak berupa comment, share, dan saling berbagi cendols

Last but not least, stay tune for another thread yak

Byeee ~

emoticon-Ngacir2emoticon-Ngacir2emoticon-Ngacir2



Sumber : disini | Gambar : Google Images | Narasi : Pribadi



pengennyusu
pengamenmusiman
yonalpro
yonalpro dan 54 lainnya memberi reputasi
53
14.6K
173
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & XenologyKASKUS Official
6.5KThread10.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.