• Beranda
  • ...
  • Papua
  • [Coc Reg. Papua] Mengenal Noken, Diakui UNESCO hingga Jadi Bagian Pemilu di Papua

kbh.officialAvatar border
TS
kbh.official
[Coc Reg. Papua] Mengenal Noken, Diakui UNESCO hingga Jadi Bagian Pemilu di Papua


Sebelum saya menulis thread ini, saya nggak tahu noken itu apa. Pertama kali mendengarnya saat pemilu 2014 yang lalu. Di mana pemungutan suara di Papua menggunakan sistem noken. Hal ini sesuai dengan Putusan MK No. 47-81/PHPU.A-VII/2009.

Nah, selama ini saya pikir noken itu semacam metode penghitungan suara, entah berbentuk apa. Tapi yang jelas, saya nggak menyangka kalau noken itu adalah tas. Tas tradisional asli Papua. Bahkan, tas ini sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Bergerak. Ditetapkan pada 4 Desember 2012 di Paris, Perancis.

Mungkin saya kelewat kuper, atau kelewat udik. Dan agar tidak ada yang mengalami nasib serupa dengan saya, saya coba jelaskan apa sebenarnya noken ini.

Noken adalah tas tradisional masyarakat Papua yang terbuat dari serat kulit kayu. Pohon yang biasa digunakan untuk membuat noken ini adalah pohon manduam, pohon nawa atau pohon anggrek hutan, dan pohon-pohon lainnya. Pada dasarnya, noken tak ubahnya tas pada umumnya, untuk membawa barang sehari-hari. Namun yang membedakan adalah, kalau tas pada umumnya digendong, diselempang, atau dijinjing (kecuali koper yang bisa juga didorong/atau diseret), namun noken dibawa dengan kepala.


(Foto: Batas Negeri)


Tas ini juga memiliki banyak filosofi seperti kemandirian, kesuburan, perdamaian, dan sebagainya. Bahkan, gadis-gadis di Papua tidak akan diijinkan menikah sebelum mereka bisa membuat noken sendiri. Makanya, ketrampilan membuat noken biasanya turun temurun. Ibu akan mengajarkan anak gadisnya, dan anak gadisnya kelak akan mengajarkan pada anak gadisnya lagi. Begitu secara turun temurun. Meski, adat dan kebiasaan ini sudah mulai bergeser imbas dari modernisasi yang mulai menyentuh tatanan kehidupan masyarakat Papua.

Mengenai pemilu yang menggunakan sistem noken, noken ini berfungsi sebagai pengganti kotak suara. Di mana, para pemilih akan berkumpul dan akan ditanya satu persatu apa pilihannya. Lalu kepala suku akan mewakili suara mereka. Kemudian petugas lah yang akan menghitungnya. Sistem ini sama halnya dengan kesepakatan atau aklamasi. Maka tak heran jika beberapa kejadian di sebuah TPU terdapat pasangan yang mendapatkan suara 100%.

Meski nampaknya tidak adil (tentu saja bagi pasangan yang kalah), namun di sidang MK sendiri, MK menjelaskan bahwa sistem noken ini dianggap sah di Papua. Karena tidak mungkin dilakukan pemungutan suara dengan mencoblos atau mencontreng. MK memahami dan menghargai nilai budaya di Papua sehingga MK menerima cara pemilihan kolektif dengan aklamasi. Karena jika dipaksakan, kuatir akan timbul konflik di masyarakat setempat.


(Foto: Kumparan)


Saya pribadi berpendapat, bahwa MK dalam membuat keputusan tentu sudah mempertimbangkan banyak sekali faktor. Dan tentu saja, sebuah keputusan tak akan bisa memuaskan semua pihak bukan? Terutama pihak yang kalah. Tinggal bagaimana kedewasaan kita berdemokrasi. Yang menang tak perlu congkak, dan harus bisa merangkul pihak yang kalah. Sedangkan yang kalah harus legowo, bisa menerima kekalahan dengan lapang dada. Dan tak menyerang secara membabi buta serta menuduh pihak pemenang telah berbuat curang. Yang terpenting, mari kita jaga kelestarian dan kebudayaan kita bersama. UNESCO saja mengakui kok. Tugas kita lah melestarikannya.

Mungkin itu saja thread sederhana ini. Semoga bermanfaat.

emoticon-I Love Indonesia


Spoiler for Referensi:
Diubah oleh kbh.official 27-11-2020 14:32
cheria021
anomadeni
zharki
zharki dan 30 lainnya memberi reputasi
25
2.9K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Papua
PapuaKASKUS Official
3.3KThread209Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.