Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan keprihatinan menyimak gejolak sosial yang timbul akibat penetapan RUU Omnibus Law menjadi UU Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin (5/10) lalu.

PGI memandang perlu menyampaikan sikap menyusul meluasnya gelombang protes di sejumlah daerah dan kota-kota besar di Indonesia, termasuk memantik anarkisme berujung jatuhnya korban serta kerusakan.

Pada prinsipnya, PGI mengapresiasi niat baik pemerintah dan DPR untuk melakukan sinkronisasi dan penyederhanaan berbagai produk UU yang tumpang tindih regulasinya, bahkan tak jarang bertentangan satu sama lain.

Akan tetapi, PGI mengamati dan menyimpulkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law hingga penetapannya menjadi UU Cipta Kerja, dilakukan dalam situasi yang tidak tepat, mengingat energi bangsa sedang terkuras menghadapi pandemi Covid-19.

“Situasi berat seperti ini berdampak pada melemahnya partisipasi masyarakat untuk mengawal proses perumusan dan penetapan produk UU yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat,” kata Humas PGI Philip Situmorang dalam rilisnya kepada seputarpapua.com, Jumat (9/10).

Menurut Philip, proses partisipatif yang tidak berlangsung baik selama perumusan dan penetapan UU Cipta Kerja, telah mencederai pemenuhan rasa keadilan bersama.

Berkembangnya gelombang protes hingga penolakan menjadi bukti bahwa terhadap produk undang-undang yang sangat sensitif bagi keberlangsungan hidup banyak orang ini tidak memenuhi rasa keadilan,” kata dia.

Ia mengatakan, sungguh miris ketika dalam polemik ini masing-masing kelompok sesama anak bangsa bersitegang mempertahankan pandangannya berdasarkan tafsir yang berbeda.

“PGI mempelajari berkembangnya perdebatan dan penolakan terhadap produk UU Cipta Kerja yang mengarah pada aksi-aksi kekerasan yang anarkis di dalam berbagai kelompok masyarakat,” katanya

https://seputarpapua.com/view/gereja...a-kerja.html/2

Mana bisa tahan