- Beranda
- Stories from the Heart
[CURHAT] SUDAH KUBIAYAI KULIAH, SEKARANG MALAH NIKAH SAMA PRIA LAIN
...
TS
kutilkuda1202
[CURHAT] SUDAH KUBIAYAI KULIAH, SEKARANG MALAH NIKAH SAMA PRIA LAIN
Panggil saja namaku Kentung. Umurku saat ini 32 tahun. Sebagai seorang pria yang sudah matang dan menuju "tua" ini seharusnya aku sudah bahagia dengan keluarga. Memiliki rumah tangga sejahtera dan memiliki keturunan. Jalan-jalan bersama keluarga kecilku saat weekend, dan menghabiskan malam lelahku bersama istri kesayanganku.
Sayangnya, itu semua hanya mimpi dan khayalan yang entah kapan akan terwujud.
Mengapa? Karena aku telah mengalami masa kecewa disaat aku sedang sayang-sayangnya. Aku telah ditinggalkan wanita yang sudah kucintai selama lebih dari 6 tahun. Setelah semua ku lakukan, semuanya kuberikan, dan semua harapan serta doa kupanjatkan untuk kelanggengan hubungan ini. Ternyata, semua hanya angin debu yang berhembus di tengah tengah masa hidupku.
Dia bernama Isma...
Sulit bagiku untuk mengikhlaskan ini, tetapi jujur usiaku terus berlanjut dan aku harus bisa maju tetapi sulit untuk kulupakan..
oleh sebab itu, disini aku akan cerita kepada teman teman semua. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kalian. Jangan seperti aku. Jangan jadi bucin dan bodoh seperti aku.
Sejak kecil, aku dicap sebagai pria yang kalem, pemalu dan jarang bergaul. Sering teman temanku mengejekku banci dan tidak jantan. Selama SMP dan SMA, aku tidak memiliki pacar. Padahal aku juga memiliki rasa dan hasrat yang normal selayaknya laki laki remaja. Jujur, saat kelas 2 SMP aku menyukai salah satu tetanggaku yang saat itu duduk di bangku kelas 1 SMP. Ningsih namanya...
Tetapi... Rasa malu, minder dan tidak berani mengungkapkan membuatku tidak bisa mendapatkan cinta.
Saat SMA, aku juga menyukai seorang gadis, tetapi sayangnya ia tidak menyukai ku. Ia menolakku karena aku dikira kurang jantan, banci dan tidak normal. Dengan lantang dan tertawa berteriak kepadaku," Masih normal lo? hahaha.. belajar jadi jantan dulu sana...! hahahahaha".
Rasa sakit hati itu menusuk dalam dadaku dan terpendam hingga aku lulus kuliah. Aku menjadi tidak percaya diri, tidak ada keberanian, dan lebih memfokuskan diri untuk hal hal lain. Tidak lagi memikirkan wanita, meski jujur hasrat terhadap wanita itu selalu mewarnai hari hariku.
Akhirnya, Di tahun 2010, aku lulus kuliah. Aku bekerja di sebuah perusahaan yang cukup ternama yang bergerak dalam industri telepon seluler. Aku sudah bisa membiayai hidupku sendiri, dan memberikan sedikit gajiku kepada ayahku. Ibuku memang sudah meninggal dunia saat aku SMA, jadi hanya ayahku yang membiayai semua kebutuhan hidupku. Saat itulah aku mulai membahagiakan ayahku.
Disaat aku mulai bisa bekerja, aku mulai bisa percaya diri. Aku mulai bisa membuka hati dan mencoba mencari kekasih hati. Dan tepat pada November 2010, aku bertemu dengan Isma. Seorang karyawan di sebuah perusahaan kartu SIM. Saat itu ada kerjasama antara tempat kerjaku dan perusahaan SIM card tersebut. Disitulah aku bertemu Isma, dan kudapatkan nomor telepon nya.
Dimulai dari SMS dan ketemuan, akhirnya aku bisa mengenal siapa Isma. Ternyata ia masih 18 tahun. Baru satu tahun ia lulus dari SMA. Sebenarnya ia ingin kuliah, tetapi orang tuanya tidak mampu membiayai nya. Ibunya sakit stroke, dan ayahnya hanya pedagang kaki lima. Saat itulah aku merasakan rasa cinta yang terbalut dalam rasa kasih kepadanya. Aku ingin memilikinya dan menjadikannya cinta pertamaku.
Setelah pendekatan dan mencoba menjalin relasi, akhirnya di tahun 2011 aku memberanikan diri untuk menyatakan rasa hatiku. Aku dan Isma pun menjalin pacaran. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, akhirnya aku memiliki pasangan yang memang aku cintai dan sesuai dengan kriteriaku. Ia cantik, berkulit sawo matang, rambut hitam panjang sebahu. Aku mencintainya setulus hatiku.
Sebagai seorang pria yang sudah bekerja mapan, dan melihat pacar kesayangannya selalu menceritakan impiannya yang tak kan pernah terwujud baginya, membuatku merasa sedih. Aku ikut merasakan kesesakan hatinya. Aku pun mulai mengatur keuanganku, dan memberanikan diri untuk mencoba membiayai kuliah Isma. Aku menyampaikan padanya bahwa aku akan membiayai kuliahnya. Isma menolak dan terus menolak. Tetapi aku terus memaksa dan mendorong dia untuk kuliah. Hingga pacaran kami telah memasuki usia 2 tahun anniversary, ia pun mau untuk mengambil kuliah.
Tahun 2013 ia masuk kuliah di universitas swasta. Usianya saat itu 21 tahun menuju 22 tahun. Selama kuliah, ia benar benar belajar dengan sungguh-sungguh. Jadwal ketemuan kami pun hanya hari sabtu saja. Karena ia sibuk kuliah dan tugas banyak. tetapi biaya kuliah tetap aku tanggung. Aku rela makan sederhana, tidak nongkrong, tidak ganti hp, tidak beli PS ataupun kredit kendaraan. Aku benar benar meminimalisir pengeluaranku. Hanya fokus untuk biaya kuliah Isma, biaya orang tua dan bensin kerjaku serta pulsa secukupnya.
Singkat cerita, di tahun 2017 ia lulus. Ia telah berjanji, ketika lulus ia siap menikah denganku. Melihat di tahun 2017, usiaku telah menginjak pada 29 tahun. Waktu yang pas untuk menikah bagiku. Karir sudah mapan, calon istri sudah S1, dan siap membina rumah tangga. Sungguh mimpi yang indah bagiku. Semua pun mulai nampak terang saat aku hadir di wisudanya. Kami berfoto bersama, dan merayakan kelulusan dengan piknik berdua ke Jogjakarta.
Tiga bulan setelahnya, Isma mendapatkan pekerjaan di Surabaya. Aku yang tinggal di Bandung, merasa keberatan sebenarnya. Jarak yang terlalu jauh bagi pasangan kekasih yang siap menuju pernikahan. "Dek, mending di tolak aja, kan tahun depan kita nikah", bujukku. Tetapi Isma tetap kekeuh dan tidak mau menolak pekerjaan itu. Ia pun pergi merantau ke Surabaya. Ia bekerja di perusahaan besar, dengan gaji yang bagus, dan bidang yang sesuai impiannya. Aku sebagai pria hanya bisa menahan dan menerima keputusannya. karena bagiku, dasar dari relasi adalah saling percaya.
Setelah berjalannya waktu, tiga bulan pertama kami masih sering telpon. Aku ke Surabaya, dan mengunjunginya. Lama lama kesibukan membuat ku tidak bisa pergi ke Surabaya tiap bulannya. Jadi hanya sebatas telepon. hingga enam bulan berlalu, komunikasi kami makin renggang. Kami jarang bertelpon ria, chat juga jarang, video call juga jarang.
Dan setelah memasuki tahun 2018. Tahun dimana aku hendak melangsungkan pernikahan dengan Isma. Isma memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Semua berawal dari permasalahan sepele. Saat itu aku mengirimkan sebuah foto kalau aku sedang makan bersama teman teman kantor, di One ei**** bandung. Disana aku mengupload foto bareng teman teman, dan ada salah satu teman kantor cewek yang duduk disebelahku. Foto itu nampak akrab dan dekat. Ternyata, membuat Isma cemburu. Ia marah marah, dan mendiamkanku. Aku coba perbaiki, dan selesaikan. Aku terbang ke Surabaya, menemuinya. Ia tetap marah.
Inilah kata kata yang ia sampaikan malam itu:
"Cinta itu ada batasnya, Sabar juga ada batasnya.
Aku udah lelah dengan semua ini. Aku tahu aa yang biayai kuliahku. Tetapi bukan berarti aku bisa terima dengan hal hal yang aku tidak sukai dari aa.
Maaf aa.
Aku udah gak bisa lagi sama aa. Biaya kuliah total akan aku transfer ke aa selama enam bulan. Semua akan lunas. Sehingga aku tidak ada hutang sama aa.
Kita udahan aja ya aa.
aku capek. "
setega itu dia meninggalkanku... dengan mudahnya dia melupakan semua, menghapus cerita.
tidak ada artinya perjuanganku.
tidak ada artinya cintaku.
Dan selama dua tahun aku mengalami trauma pribadi. Aku tidak mudah jatuh cinta dan membenci hal hal berbau cinta.
Dan minggu lalu, aku mendapat kabar dari sahabatku bahwa ia telah menikah sederhana dan tertutup dengan seorang pria berseragam.
aku sadar...
aku tidak pantas.
sekian....
Kentung, Bandung.
Sayangnya, itu semua hanya mimpi dan khayalan yang entah kapan akan terwujud.
Mengapa? Karena aku telah mengalami masa kecewa disaat aku sedang sayang-sayangnya. Aku telah ditinggalkan wanita yang sudah kucintai selama lebih dari 6 tahun. Setelah semua ku lakukan, semuanya kuberikan, dan semua harapan serta doa kupanjatkan untuk kelanggengan hubungan ini. Ternyata, semua hanya angin debu yang berhembus di tengah tengah masa hidupku.
Dia bernama Isma...
Sulit bagiku untuk mengikhlaskan ini, tetapi jujur usiaku terus berlanjut dan aku harus bisa maju tetapi sulit untuk kulupakan..
oleh sebab itu, disini aku akan cerita kepada teman teman semua. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kalian. Jangan seperti aku. Jangan jadi bucin dan bodoh seperti aku.
Sejak kecil, aku dicap sebagai pria yang kalem, pemalu dan jarang bergaul. Sering teman temanku mengejekku banci dan tidak jantan. Selama SMP dan SMA, aku tidak memiliki pacar. Padahal aku juga memiliki rasa dan hasrat yang normal selayaknya laki laki remaja. Jujur, saat kelas 2 SMP aku menyukai salah satu tetanggaku yang saat itu duduk di bangku kelas 1 SMP. Ningsih namanya...
Tetapi... Rasa malu, minder dan tidak berani mengungkapkan membuatku tidak bisa mendapatkan cinta.
Saat SMA, aku juga menyukai seorang gadis, tetapi sayangnya ia tidak menyukai ku. Ia menolakku karena aku dikira kurang jantan, banci dan tidak normal. Dengan lantang dan tertawa berteriak kepadaku," Masih normal lo? hahaha.. belajar jadi jantan dulu sana...! hahahahaha".
Rasa sakit hati itu menusuk dalam dadaku dan terpendam hingga aku lulus kuliah. Aku menjadi tidak percaya diri, tidak ada keberanian, dan lebih memfokuskan diri untuk hal hal lain. Tidak lagi memikirkan wanita, meski jujur hasrat terhadap wanita itu selalu mewarnai hari hariku.
Akhirnya, Di tahun 2010, aku lulus kuliah. Aku bekerja di sebuah perusahaan yang cukup ternama yang bergerak dalam industri telepon seluler. Aku sudah bisa membiayai hidupku sendiri, dan memberikan sedikit gajiku kepada ayahku. Ibuku memang sudah meninggal dunia saat aku SMA, jadi hanya ayahku yang membiayai semua kebutuhan hidupku. Saat itulah aku mulai membahagiakan ayahku.
Disaat aku mulai bisa bekerja, aku mulai bisa percaya diri. Aku mulai bisa membuka hati dan mencoba mencari kekasih hati. Dan tepat pada November 2010, aku bertemu dengan Isma. Seorang karyawan di sebuah perusahaan kartu SIM. Saat itu ada kerjasama antara tempat kerjaku dan perusahaan SIM card tersebut. Disitulah aku bertemu Isma, dan kudapatkan nomor telepon nya.
Dimulai dari SMS dan ketemuan, akhirnya aku bisa mengenal siapa Isma. Ternyata ia masih 18 tahun. Baru satu tahun ia lulus dari SMA. Sebenarnya ia ingin kuliah, tetapi orang tuanya tidak mampu membiayai nya. Ibunya sakit stroke, dan ayahnya hanya pedagang kaki lima. Saat itulah aku merasakan rasa cinta yang terbalut dalam rasa kasih kepadanya. Aku ingin memilikinya dan menjadikannya cinta pertamaku.
Setelah pendekatan dan mencoba menjalin relasi, akhirnya di tahun 2011 aku memberanikan diri untuk menyatakan rasa hatiku. Aku dan Isma pun menjalin pacaran. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, akhirnya aku memiliki pasangan yang memang aku cintai dan sesuai dengan kriteriaku. Ia cantik, berkulit sawo matang, rambut hitam panjang sebahu. Aku mencintainya setulus hatiku.
Sebagai seorang pria yang sudah bekerja mapan, dan melihat pacar kesayangannya selalu menceritakan impiannya yang tak kan pernah terwujud baginya, membuatku merasa sedih. Aku ikut merasakan kesesakan hatinya. Aku pun mulai mengatur keuanganku, dan memberanikan diri untuk mencoba membiayai kuliah Isma. Aku menyampaikan padanya bahwa aku akan membiayai kuliahnya. Isma menolak dan terus menolak. Tetapi aku terus memaksa dan mendorong dia untuk kuliah. Hingga pacaran kami telah memasuki usia 2 tahun anniversary, ia pun mau untuk mengambil kuliah.
Tahun 2013 ia masuk kuliah di universitas swasta. Usianya saat itu 21 tahun menuju 22 tahun. Selama kuliah, ia benar benar belajar dengan sungguh-sungguh. Jadwal ketemuan kami pun hanya hari sabtu saja. Karena ia sibuk kuliah dan tugas banyak. tetapi biaya kuliah tetap aku tanggung. Aku rela makan sederhana, tidak nongkrong, tidak ganti hp, tidak beli PS ataupun kredit kendaraan. Aku benar benar meminimalisir pengeluaranku. Hanya fokus untuk biaya kuliah Isma, biaya orang tua dan bensin kerjaku serta pulsa secukupnya.
Singkat cerita, di tahun 2017 ia lulus. Ia telah berjanji, ketika lulus ia siap menikah denganku. Melihat di tahun 2017, usiaku telah menginjak pada 29 tahun. Waktu yang pas untuk menikah bagiku. Karir sudah mapan, calon istri sudah S1, dan siap membina rumah tangga. Sungguh mimpi yang indah bagiku. Semua pun mulai nampak terang saat aku hadir di wisudanya. Kami berfoto bersama, dan merayakan kelulusan dengan piknik berdua ke Jogjakarta.
Tiga bulan setelahnya, Isma mendapatkan pekerjaan di Surabaya. Aku yang tinggal di Bandung, merasa keberatan sebenarnya. Jarak yang terlalu jauh bagi pasangan kekasih yang siap menuju pernikahan. "Dek, mending di tolak aja, kan tahun depan kita nikah", bujukku. Tetapi Isma tetap kekeuh dan tidak mau menolak pekerjaan itu. Ia pun pergi merantau ke Surabaya. Ia bekerja di perusahaan besar, dengan gaji yang bagus, dan bidang yang sesuai impiannya. Aku sebagai pria hanya bisa menahan dan menerima keputusannya. karena bagiku, dasar dari relasi adalah saling percaya.
Setelah berjalannya waktu, tiga bulan pertama kami masih sering telpon. Aku ke Surabaya, dan mengunjunginya. Lama lama kesibukan membuat ku tidak bisa pergi ke Surabaya tiap bulannya. Jadi hanya sebatas telepon. hingga enam bulan berlalu, komunikasi kami makin renggang. Kami jarang bertelpon ria, chat juga jarang, video call juga jarang.
Dan setelah memasuki tahun 2018. Tahun dimana aku hendak melangsungkan pernikahan dengan Isma. Isma memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Semua berawal dari permasalahan sepele. Saat itu aku mengirimkan sebuah foto kalau aku sedang makan bersama teman teman kantor, di One ei**** bandung. Disana aku mengupload foto bareng teman teman, dan ada salah satu teman kantor cewek yang duduk disebelahku. Foto itu nampak akrab dan dekat. Ternyata, membuat Isma cemburu. Ia marah marah, dan mendiamkanku. Aku coba perbaiki, dan selesaikan. Aku terbang ke Surabaya, menemuinya. Ia tetap marah.
Inilah kata kata yang ia sampaikan malam itu:
"Cinta itu ada batasnya, Sabar juga ada batasnya.
Aku udah lelah dengan semua ini. Aku tahu aa yang biayai kuliahku. Tetapi bukan berarti aku bisa terima dengan hal hal yang aku tidak sukai dari aa.
Maaf aa.
Aku udah gak bisa lagi sama aa. Biaya kuliah total akan aku transfer ke aa selama enam bulan. Semua akan lunas. Sehingga aku tidak ada hutang sama aa.
Kita udahan aja ya aa.
aku capek. "
setega itu dia meninggalkanku... dengan mudahnya dia melupakan semua, menghapus cerita.
tidak ada artinya perjuanganku.
tidak ada artinya cintaku.
Dan selama dua tahun aku mengalami trauma pribadi. Aku tidak mudah jatuh cinta dan membenci hal hal berbau cinta.
Dan minggu lalu, aku mendapat kabar dari sahabatku bahwa ia telah menikah sederhana dan tertutup dengan seorang pria berseragam.
aku sadar...
aku tidak pantas.
sekian....
Kentung, Bandung.
p.a.c.o.l dan 24 lainnya memberi reputasi
25
5.2K
97
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.7KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok