NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Skandal Djoko Tjandra Berawal dari Jaksa Agung 2014
Spoiler for Djoko Tjandra:


Spoiler for Video:


Kusut di ujung bawa ke pangkal. Pepatah itu selalu penulis jadikan acuan dalam melihat sengkarut persoalan yang terjadi di tanah air. Termasuk tentang petualangan Djoko Tjandra yang melibatkan beberapa institusi.

Saat ini tengah ramai menjadi pembicaraan publik terkait kasus buronan kelas kakap kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai 904 miliar rupiah, Djoko Tjandra. Seorang Djoko Tjandra pada mulanya mendapatkan vonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Jaksel. Namun Kejaksaan Agung (Kejagung) saat itu melakukan upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). PK itu pun disetujui pada 2009. Namun, sebelum eksekusi dilakukan, Djoko Tjandra melarikan diri ke Papua Nugini. Di tahun yang sama, Kejagung mengajukan permintaan red notice NCB ke Interpol Indonesia. Maka terbitlah red notice Djoko Tjandra bernomor A1697/7-2009 yang memiliki masa aktif 5 tahun.

Nama buronan kasus Bank Bali ini kembali mencuat di tahun 2020, tepatnya 8 Juni yang lalu. Nama Djoko Tjandra terdaftar di PN Jaksel dalam rangka PK. Unik, karena dia sendiri yang mendaftarkan PK kasusnya.

Sumber : Media Indonesia[Skandal Jilid II Djoko Tjandra]

Pertanyaannya, bagaimana bisa buronan yang paling dicari bahkan telah terdaftar pada Red Notice interpol sejak 2009 dapat dengan mudah kembali ke Indonesia? Djoko Tjandra juga bahkan sempat membuat e-KTP yang digunakan untuk mendaftarkan sendiri PK kasusnya di PN Jaksel tanpa dicurigai pihak mana pun. Lewat KTP ini pula ia dapat terbang ke Kalimantan hingga ‘berobat’ ke Malaysia berkat surat jalan yang diterbitkan oknum jenderal polisi Brigjen Prasetijo Utomo tertanggal 18 Juni 2020.

Pertama-tama, mari kita tengok status red notice interpol yang disandang Djoko Tjandra. Berdasarkan Interpol’s Rules on The Processing of Data, Pasal 51 dan 68, red notice akan terhapus secara otomatis oleh sistem setelah melewati batas waktu lima tahun. Dengan kata lain Red notice yang diajukan Kejagung terhadap Djoko Tjandra ke NCB Interpol Indonesia, telah kadaluarsa semenjak 2014.

Setelah terhapusnya red notice Djoko Tjandra secara otomatis oleh sistem interpol di tahun 2014, muncullah kabar bahwa Djoko Tjandra tengah berada di PNG dan memiliki status kewarganegaraan di sana. Sementara PNG tidak dapat bertindak menangkap Djoko Tjandra karena red notice yang telah kadaluarsa. Oleh karena itu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri saat itu mengirimkan surat kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham pada 12 Februari 2015 dengan tujuan memasukkan nama Djoko Tjandra dalam DPO Imigrasi dan melakukan tindakan pengamanan apabila terlacak.

Sementara itu, Kejagung mengaku bahwa mereka tidak tahu-menahu tentang red notice yang telah kadaluarsa.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono menyatakan pada 18 Juli 2020 lalu bahwa pihaknya meyakini nama Djoko Tjandra masih tercatat dalam daftar buronan interpol. Keyakinan masih adanya nama Djoko Tjandra di interpol menyebabkan Kejagung tak mengajukan perpanjangan.

Sumber : Kumparan [Kejagung Akui Tak Perpanjang Red Notice Djoko Tjandra, Anggap Masih Tercatat]

Bantahan ini menarik, sebab ternyata pada pertengahan April 2020 lalu, Sekretariat NCB Interpol Divisi Hubungan Internasional Polri telah berkirim surat ke Kejagung untuk menanyakan apakah Kejaksaan masih perlu memasukkan Djoko Tjandra ke daftar Red Notice. Kejagung lantas membalas kembali surat itu pada 21 April 2020 lalu dan meminta agar Djoko Tjandra tetap dimasukkan ke daftar red notice.

Dengan kata lain, pihak Kejagung sebenarnya telah mengetahui bahwasannya Djoko Tjandra telah terhapus dari red notice interpol.

Sumber : Tempo [Mereka yang Diduga Muluskan Langkah Djoko Tjandra]

Pada 5 Mei 2020, muncul pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol Brigjen (Pol) Nugroho S Wibowo ke Dirjen Imigrasi bahwa red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014 karena tidak ada perpanjangan dari Kejaksaan RI selaku pihak yang meminta.

Pihak Polri mengatakan surat tersebut bukanlah pernyataan pencabutan red notice Djoko Tjandra melainkan hanya penyampaian ke Dirjen Imigrasi bahwa red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem.

Namun Ditjen Imigrasi ternyata menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Penghapusan status DPO ini menyebabkan pada 27 Juni 2020 Kejagung meminta kembali penerbitan DPO atas Djoko Tjandra.

Akibatnya Polri mencopot jabatan Brigjen Nugroho S Wibowo selaku mantan Ses NCB Interpol Indonesia dan Irjen Napoleon Bonaparte yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri dengan alasan pelanggaran SOP administrasi dan kelalaian.

Sumber : Kompas [Polri Sebut Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis, Kok Bisa?]

Pertanyaan kedua adalah terkait pembuatan e-KTP yang digunakan Djoko Tjandra sebagai syarat untuk mendaftarkan PK kasusnya ke PN Jaksel pada 8 Juni 2020. Saat mendaftarkan PK, ia menggunakan KTP DKI Jakarta, padahal telah dipaparkan sebelumnya, seorang Djoko Tjandra telah berstatus WN Papua Nugini.

Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) bahkan mendapatkan informasi bahwa pengurusan e-KTP Djoko Tjandra di Kelurahan Grogol Selatan, Jaksel, hanya memakan waktu setengah jam.

Sumber : Kumparan [Djoko Tjandra Daftar PK ke PN Jaksel Pakai KTP Jakarta]

Menurut salah satu akun Twitter @xdigeeembok, pembuatan e-KTP Djoko Tjandra tak lepas dari peran pengacaranya yang bernama Anita Kolopaking. Anita disebut ‘telah melobi Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan untuk membuat e-KTP atas nama Joko Tjandra. Akibatnya, Asep dicopot oleh Gubernur DKI Anies Baswedan karena telah menyalahgunakan wewenang.

Anita juga disebut telah melobi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna. Dengan lobi yang melibatkan pihak Kejaksaan tersebut, Anita diduga tengah membicarakan masalah pemulihan nama Djoko Tjandra dari daftar hitam imigrasi.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menduga pertemuan dengan oknum Kejaksaan adalah untuk  memudahkan Djoko Tjandra melakukan PK di pengadilan. Padahal PK hanya dapat dilakukan apabila Djoko Tjandra telah menjadi terpidana. Namun nyatanya ia sendiri belum dieksekusi karena terlanjur kabur pada tahun 2009.

Sumber : Viva [Tak Hanya Polisi, Oknum Jaksa Diduga Main Mata dengan Djoko Tjandra]

Selain itu, beredar pula sejumlah foto Anita Kolopaking dengan perempuan berseragam jaksa dan seorang lelaki berkepala plontos. Narasi foto itu menyebutkan Anita sedang bersama sekretaris pribadi (sespri) Jaksa Agung bernama Pinangki Sirna Malasari. Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono membantah narasi foto tersebut karena Jaksa Agung tidak memiliki sespri. Ketika ditanya apakah perempuan berseragam jaksa tersebut merupakan staf Kejagung, Hari mengaku tidak tahu.

Padahal berdasarkan penelusuran, Pinangki merupakan jaksa investigator di Kejagung. Jabatannya pada Februari 2020 adalah Kasubag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan. Sebagai Jaksa, Pinangki memiliki Pendidikan yang mentereng. Ia adalah Doktor lulusan Ilmu Hukum Unpad.

Pinangki Sirna Malasari dan Anita Dewi Anggraini Kolopaking pun memiliki kesamaan, yakni lulusan S3 Universitas Padjajaran.

Sumber : INews [Sepak Terjang Anita Kolopaking, Pengacara Buron Djoko Tjandra]

Sungguh menarik, sebelumnya telah dipaparkan Dirjen Imigrasi telah menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Pendafataran PK secara langsung oleh Djoko Tjandra terjadi pada 8 Juni 2020. Lalu, Brigjen Prasetio Utomo mengeluarkan surat jalan tertanggal 18 Juni 2020 kepada Djoko Tjandra yang berangkat pada 19 Juni 2020. Kemudian pada 27 Juni 2020 Kejagung meminta kembali penerbitan DPO atas Djoko Tjandra. Bukankah ini pertanda ada rentang waktu yang dapat dimanfaatkan Anita Kolopaking untuk melobi pihak Kejaksaan ataupun pihak terkait lainnya, sebelum Kejagung meminta diterbitkannya kembali DPO atas Djoko Tjandra?

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kecolongan dan menyadari kelemahan intelijen Kejaksaan Agung dalam memperoleh informasi tentang hadirnya Djoko Tjandra di Pengadilan Jakarta Selatan. Burhanuddin menilai pencekalan terhadap Djoko Tjandra yang sudah menjadi terpidana semestinya tak mempunyai batasan waktu.

Ingat lagi, apabila dikatakan pihak Kejagung tak mengetahui status red notice yang hilang dari Djoko Tjandra, mengapa pada Bulan April 2020, Kejaksaan meminta status red notice Djoko Tjandra diperpanjang? Lalu kenapa tiba-tiba lewat surat pemberitahuan red notice tak diperpanjang, Dirjen Imigrasi justru menghapus nama Djoko Tjandra dari status DPO? Kemudian mengapa setelah ada pendaftaran PK oleh Djoko Tjandra di PN Jaksel, tak satupun Jaksa ataupun Hakim yang menyadari kehadiran buronan yang telah 11 tahun menghilang? Padahal kasusnya berkaitan dengan kasus besar yang pernah disidangkan di tahun 2009.

Maka wajarkah kiranya penulis menduga ada keterlibatan oknum-oknum di Kejaksaan untuk memudahkan PK pada kasus Djoko Tjandra? Namun ketika kasusnya menjadi viral, maka dilibatkanlah oknum Jenderal Polri untuk membawa kabur Djoko Tjandra.

Kecurigaan akan turut terlibatnya pihak kejaksaan pula yang menyebabkan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simanjuntak meminta Kejagung RI melakukan proses pemeriksaan terhadap oknum jaksa yang diduga terlibat kasus perjalanan buronan Djoko Tjandra. Ia menilai Jaksa Agung haruslah transparan seperti halnya yang dilakukan Kapolri Jenderal Idham Azis.

Sumber : Viva [Tak Hanya Polisi, Oknum Jaksa Diduga Main Mata dengan Djoko Tjandra]

Penulis menduga adanya kemungkinan keterlibatan berbagai pihak lintas lembaga dalam hal pelarian Djoko Tjandra ini. Namun selama ini yang disorot terus-menerus hanyalah pihak Polri terutama oleh Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane. Apa yang dilakukan Neta sangat baik untuk membuka kebobrokan oknum-oknum yang ada di Polri. Tapi mengapa hanya Polri?

Sedangkan dugaan keterlibatan Kejaksaan juga kuat dalam kasus ini. Mengapa Neta S Pane tak turut menyelidikinya? Atau jangan-jangan ada pihak di Kejaksaan yang bekerja sama dengan Neta agar Kejaksaan tak disorot?

Mudah-mudahan.
Diubah oleh NegaraTerbaru 24-07-2020 06:30
nomorelies
realbabilu
zevinnovaldi
zevinnovaldi dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.7K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.2KThread40.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.