Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Update.BeritaAvatar border
TS
Update.Berita
Erick Thohir dan Dilema Kaya Miskin di Vaksin Corona Gratis


Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir memastikan vaksin virus corona akan mulai didistribusikan awal tahun depan.

Namun ia mengusulkan agar vaksin tidak gratis untuk semua orang. Pasalnya jika digratiskan kepada seluruh masyarakat, beban yang ditanggung APBN akan semakin berat.

Maklum, harga jual vaksin mencapai US$25-US$30 per orang. Artinya, jika mengacu pada asumsi kurs saat ini yang mencapai Rp14.600 per dolar AS, biaya yang dibutuhkan untuk memvaksinasi satu orang bisa mencapai Rp365 ribu-Rp438 ribu per orang.

"Defisit anggaran kita terus melebar, kami mengusulkan bila memungkinan, masyarakat bisa membayar vaksin mandiri untuk yang mampu," ujar Erick dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Kamis (27/8).

Sayangnya, Erick tak menjelaskan lebih jauh kriteria masyarakat mampu dan tidak mampu yang bisa dijadikan acuan untuk menggratiskan pemberian vaksin tersebut. Ia hanya mengatakan pemerintah akan menggunakan data kepesertaan JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan untuk menentukan kriteria masyarakat yang akan diberi vaksin gratis tersebut.




Jika benar kriteria masyarakat miskin yang akan diberi hak vaksin gratis mengacu data BPJS Kesehatan, maka angka yang dipakai adalah penerima bantuan iuran (PBI).

Saat ini, peserta BPJS Kesehatan dengan kategori tersebut mencapai 134,1 juta orang atau 60 persen dari total peserta program tersebut yang mencapai 220,6 juta.

Namun perlu dicatat, dari jumlah tersebut, hanya 96,8 juta penduduk miskin yang iurannya ditanggung negara lewat APBN. Sementara 37,3 juta peserta miskin lainnya ditanggung oleh pemerintah daerah lewat APBD.

Dengan mengacu itu, anggaran yang dibutuhkan pemerintah pusat untuk memberi vaksin gratis ke masyarakat miskin mencapai sekitar Rp35,3 triliun hingga Rp42,3 triliun. Sedangkan vaksinasi gratis yang ditanggung melalui APBD mencapai Rp13,7 triliun Rp16,5 triliun.

Nah, jika vaksinasi seluruh peserta PBI tersebut ditanggung pemerintah pusat, maka dana yang dirogoh dari kantong APBN adalah Rp48,9 triliun hingga Rp58,7 triliun.




Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan perkiraan kebutuhan tersebut lebih besar dari dana untuk pengadaan vaksin yang pada 2021 nanti dianggarkan sebesar Rp18 triliun.

Apalagi katanya, jika pemerintah menggratiskan vaksin untuk seluruh masyarakat atau peserta JKN-KIS yang mencapai 220 juta orang.

"Defisit bisa melebar di APBN diperkirakan hingga 6 persen," ujarnya ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (28/8).

Karena itu lah, menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak menggratiskan vaksin untuk semua orang. Melainkan, hanya subsidi kepada masyarakat yang besarannya bervariasi sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing peserta BPJS.

Pilihan lain; anggaran pengadaan vaksin yang disiapkan pemerintah digunakan untuk memberikan insentif kepada produsen sehingga harga vaksin yang beredar nantinya dapat lebih murah dan terjangkau.

"Kalau tidak ada insentif untuk memproduksi vaksin ini saya skeptis masyarakat akan menggunakannya. Nah dengan subsidi atau insentif ini lah pemerintah juga harus encourage masyarakat untuk menggunakan vaksinnya sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap merebaknya pandemi," ucap Rendy.




Selain itu, pemerintah juga harus terus menekan angka penyebaran Covid-19 agar biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan bisa direalokasi ke penyediaan vaksin.

Jika angka persebaran virus masih tinggi atau bahkan mengalami lonjakan, pemerintah bukan hanya akan gagal menyelesaikan pandemi melainkan juga mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkannya.

"Turunkan dulu jumlah kasus aktifnya sehingga jumlahnya tidak terlalu membebani APBN. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan ulang pelonggaran PSBB khusunya untuk zona hijau yang kembali ke zona merah," ucapnya.

Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra menilai untuk menghemat anggaran, pemerintah sebaiknya mengembangkan vaksin Covid-19 dari dalam negeri atau vaksin Merah Putih.



Namun hal ini tak bisa dilakukan terburu-buru sebab cara-cara yang dilakukan masih normatif. Selain itu dua vaksin lainnya yang berasal dari kerja sama dengan Sinovac Biotech Ltd. dari China dan G24 asal Uni Emirate Arab diperkirakan belum bisa selesai dalam waktu dekat.

Ia menyebut kini tiga vaksin baru sampai interim report dan nantinya harus melewati regulatory review dan approval terlebih dahulu. Barulah setelah hal tersebut selesai dan menunjukkan efektivitas vaksin bisa diproduksi.

Kendati demikian, menurutnya, isu vaksin juga bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan juga masyarakat. Karena itu menurutnya, subsidi perlu diberikan namun tak sampai 100 persen agar masyarakat juga ikut berkontribusi terhadap pengembangan vaksin dalam negeri.

"Perlu ada peran dan kerja sama mendorong dan mengintensifkan proses vaksin dalam negeri," jelasnya.


SUMUR:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...-corona-gratis
UriNami
tien212700
mega33073
mega33073 dan 18 lainnya memberi reputasi
17
5.2K
130
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.