Saham merupakan sarana investasi yang ditekuni sebagian orang untuk meningkatkan asetnya. Meski ada berbeagai sarana investasi lainnya seperti peer to peer landing, obligasi, reksadana dan deposito, saham dipilih oleh sebagian orang yang ingin mendapatkan keuntungan tinggi. Meski begitu resikonya juga terbilang besar. Ane sendiri menginvestasikan uang ane pada saham dan p2p lending. Ane memilih saham karena kenaikkannya tinggi sedangkan memilih p2p lending karena pandapatannya tetap/pasti.

Beberapa bulan lalu, tepatnya saat pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar-Besaran (PSBB), harga saham-saham Indonesia bahkan harga saham di seluruh dunia mengalami penurunan yang sangat signifikan. Hal ini membuat para investor merugi lantaran banyak investor asing yang menarik uangnya dari pasar saham Indonesia. Hal ini tentu membuat para investor ritel kebingungan, termasuk ane. Saham-saham bluechippun turun menuju harga terendahnya pada 3-4 tahun terakhir. Seperti saham bank mandiri, yang turun hingga 50% dari harga 800 ribu menjadi 400 ribu. sumber.

Ditambah isu-isu yang beredar bahwa corona virus berdampak pada seluruh bidang, terutama sektor wisata, properti dan konstruksi. Yang membuat harga saham pada sektor tersebut menurun derastis bagai saham gorengan. sumber.

Penurunan yang sangat signifikan ini membuat OJK memberlakukan aturan dimana ARB (Autor Reject Bawah) atau batas penurunan harga saham dibatasi hanya mencapai 7%, padahal sebelumnya ARB bisa mencapai 35%. Selain itu OJK juga memberlakukan perubahan jam pasar saham menjadi lebih pendek. sumber.

Hal ini tentu membuat para pemain saham perlu beradaptasi dengan pola baru ini. Tak banyak dari mereka yang banting stir dari seorang investor menjadi trader. Bagi mereka yang terbiasa dengan ARB 20%/35%, tentu akan sangat panik bila harga saham turun. Namun kini kita harus terbiasa lantaran harga saham hanya turun 7%, yang berarti bila harganya turun kita tak perlu panik. Meski begitu, pembatasan ARB 7% juga mempengaruhi pola pikir para pengincar dividen, mungkin kini mereka masih bisa bernafas lega bila mendapat ARB pada saat exdate. Namun beda ceritanya bila mereka mendapat ARB pada saat ARB sudah kembali normal. Penurunan hingga 20% tentu akan sangat sakit rasanya.

Selain itu perubahan jam bursa juga membuat kita menjadi harus lebih bersabar. Bila biasanya mendekati jam 8 kita sudah bersiap menilai harga saham, kini kita harus menunggu satu jam lebih lama untuk mengetahui harga saham. Sudah jam bukanya lebih sedikit, jam tutupnya justru dibuat menjadi lebih cepat. Jadi kita tidak punya banyak waktu untuk memantau saham pada hari itu.

 

Hal lain yang juga ane takutkan adalah kondisi pasar yang terus mengalami kenaikan. Hal ini membuat IHSG terus mengalami kenaikkan. Hal ini tentu menguntungkan bagi para investor. Namun hal buruk bagi para pemain baru, karena mereka belum merasakan kondisi pasar yang sebenarnya. Ane sendiri yang awalnya adalah seorang investor mendadak berubah menjadi seorang swing trader lantaran kondisi pasar yang lebih sering uptrend. Selain itu lebih aman untuk kondisi pasar yang kurang stabil seperti sekarang ini. 

Terkahir, akan sangat buruk bila seluruh pemain saham di Indonesia adalah trader, hal ini tentu akan membuat harga sulit naik dan tidak stabil. Oleh karena itu ane berharap agar IHSG bisa kembali ke 6300, agar para investor bisa kembali ke tujuan aslinya menjadi investor bukan trader.