Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deandrawiraAvatar border
TS
deandrawira
BUSWAY


Bergegas menuju tempat seminar, Tangerang-Sudirman rute saya hari itu. Beberapa kali notifikasi wa dari pak Medy muncul. Dia selalu mengingatkanku untuk 30 menit hadir lebih awal. Alhamdulillah tak satu kalipun aku mengingkari akad kontrak itu. Aku selalu hadir bahkan satu jam sebelum sesi materi dimulai.

Karena ini hari Sabtu, jadi busway lah alat transportasi pilihanku. Walau biasanya lebih nyaman dengan KRL. Entah, hari itu aku seperti tertarik untuk pindah haluan.

Lagipula buswaynya pasti kosong, karena saya naik dari Halte pertama, dan cukup jauh rutenya. Tangerang - Slipi petamburan, lumayanlah untuk mengulang materi yang akan disampaikan hari ini.
Penumpangnya hanya ada aku dan ibu dengan satu anak gadisnya. Jarang sekali armada ini kudapat dengan leluasa, kalau tidak berdiri, ya minimal duduk di kursi cadangan.

Di halte berikutnya, naiklah seorang bapak dengan jaket lusuh, tas gembolan bermotif bayi, dan dua anak yang sama lusuhnya. Mereka hanya menggunakan kaos, celana jeans belel. Kakanya bertopi merah hampir menutupi separuh matanya. Dan adiknya dengan bando warna kuning, menambah kontras rambutnya yang tak disisir.

Di jakarta, pemandangan seperti ini sudah tak asing. Mereka yang kadang kita nilai strata sosialnya minuspun tetap bisa menggunakan armada dengan sistem pembayaran non tunai. Masyarakat yang berharap kemudahan dan rasa murah, alat transportasi ini membayar tuntas, hanya saja dilarang gaptek. Minimal tahu cara trap kaltu multi trip, atau sekedar memasukan lembar uang di mesin KRL. Kalau tidak mengupgrade diri, ya siap siap tergilas mesin-mesin yang kelak mungkin akan menghilangkan posisi kita manusia.
Entah bila nanti warung tegal bang Sueb pun harus menggunakan non tunai, mari kita bayangkan nanti saja.

Mereka duduk tepat di depanku. Wajahnya dingin sekali, bapak itu memandangi jendela dengan mata yang tajam. Sesekali dia mengusap rambut si kecil dan membuka gawainya dengan gelisah.

Kudengar dua kali dia mengangkat telfon, suaranya parau. Dengan nada tegas dan setengah berteriak dia sampaikan pada lawan bicaranya " Jangan harap kamu bisa bertemu dengan anak anak! ".

Jleb, kalimatnya begitu menohok, terdengar seperti ancaman. Kulihat lagi si kecil yang tengah asyik mengedot. Dan si kaka yang asyik memainkan topinya.

Mataku tak beralih dari mereka, sendal jepitnya, bajunya yang lusuh, dan raut wajah bapak itu sangat tertekan, marah, seperti ingin menangis tapi tertahan.

Tiba tiba bayanganku mengabur, kugendong Alfa yang masih usia 5 bulan, setelah mengemas beberapa pakaian dan keperluan. Kutinggalkan rumah yang sudah kami cicil bersama selama 2 tahun. Rumah impian dimana setiap pasangan berharap sakinah didalamnya. Tapi itu tak kurasakan sampai detik dimana Allah memperlihatkan satu persatu kecurigaan.

Bill hotel, struck credit card, dan beberapa notif WA yang pernah tak sengaja kubaca. Ditambah hari ini, aku memergoki mereka tengah asyik bermesum ria di kamar 3020.
Alhamdulillah aku masih mengontrol emosi. Tak kujenggut perempuan itu dan kuseret kejalanan seperti perlakuan istri yang menangkap basah selingkuhan suaminya dan menjadi viral.
Sekali lagi kuucapkan Alhamdulillah Dia masih menyelamatkan lisan, dan tanganku yang sudah geram, ingin rasanya menampar wajah laki-laki yang telah mengucapkan ijab kabul dihadapan ayah 3 tahun lalu.

Kutatap wajahnya yang setengah ketakutan, perempuan itu sudah kulempari pakaian, jijik aku membayangkan. Aku yang berusaha menenangkan diri, duduk di sofa pojok kamar.

"Bisa kita bicara mas, aku ingin bicara baik-baik" kalimat itu meluncur sangat lembut, menutupi kehancuran dan sesak didada. Air mata yang mengembang dari rasa marah berubah menjadi kesedihan yang luar biasa.

Teringat seorang ustadz memberi nasihat sederhana, kutipan kitab nasohiul Ibad yang pernah kubaca pula dipesantren dulu,

(Menahan marah, saat kita mampu marah, adalah kemuliaan ).

"Halte berikutnya, Slipi Petamburan "

Suara itu membuyarkan lamunanku.
Kuusap air mata yang tak sengaja terjatuh. Kulirik bapak dan dua anak itu, masih dengan wajah yang sama. Menatap jendela, tajam.

"Aku tahu, minimal aku merasa pernah menjadi dia saat ini" gumamku dalam hati.

Kuberikan dua batang coklat pada dua putrinya. Semoga Allah jaga kalian, sebagaimana Allah telah menjagaku dan anak anak sampai hari ini.

De
banditos69
redbaron
pulaukapok
pulaukapok dan 4 lainnya memberi reputasi
5
506
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.