Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nadiaalburhaniAvatar border
TS
nadiaalburhani
JERITAN HATI SEORANG ISRTI (Memadu kasih kembali bersama mantan)
Aku hanya ingin memastikan hatiku

Dua tahun lamanya telah berlalu

Namaku Najma yang berarti bintang, konon menurut cerita, orang tuaku menyematkan nama yang indah itu dengan besar harapan suatu saat membawa perubahan, aku terlahir dikampung yang penuh dengan adat yang mematahkan seluruh keinginan untuk berkembang bagi perempuan, bahkan juga untuk generasi penerusnya, adat perjodohan tetaplah menjadi alasan, namun alhamdulillah aku terlahir dari kedua orang tu la yang hebat dan membuang jauh adat tersebut, membiarkanku memiliki kebebasan dan menentukan.

8 tahun silam keindahan itu bermula
Pertemuanku dengannya dipojok kampus yang sama sekali belum pernah bertegur sapa, tanpa sengaja saat dibelokan depan Fakutas Ekonomi tasnya menyenggol buku-buku yang semula tersusun rapi aku membawanya hingga jatuh dan berceceran, dengan kata "maaf" yang berulang sambil membantuku mengambil buku-buku dan beberapa coretanku.

"Namaku Azam", dengan senyum simpul sambil mengulurkan tangannya dia menyebutkan namanya.
"Aku Najma", jawabku dengan sedikit malu,
Bermula dari perkenalan tanpa sengaja kemudian kami menjadi sahabat yang saling memahami, sulit dalam hidup kami sebagai anak kost dan dari kampung pula membuat kami sering curhat dan saling menguatkan untuk menggapai mimpi-mimpi kami.

Setelah kami lulus, dia memilih melanjutkan S2nya namun sambil kerja, akupun sama, hingga kelulusan itu tiba dan kami mungkin saat itu sama-sama hampa, tanpa berpikir panjang kami memutuskan untuk melanjutkan kebersamaaan kami yang kami anggap sudah nyaman dengan mengubah status kami, kebetulan kedua orang tua kami sangat mendukungnya.

Selama kami bersahabat, dia tidak pernah menceritakan tentang risalah hatinya, hingga aku tak pernah tau dia pernah menyimpan kenangan luka atau bahagia, karena aku tidak ingin mengubah nyamannya, jika dia tidak ingin menceritakan perjalanan cintanya, untuk apa aku bertanya, aku pikir dia sedang baik-baik saja.

Tiga tahun lamanya aku menikah dengannya, cinta ini sungguh sudah sangat dalam, kami dikarunia seorang putri cantik yang kami beri nama " Arumi Nasya Azam Firdausi", sengaja kami menyematkan nama ayahnya dibelakang. umurnya baru saja genap dua tahun, dia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan peka, kami memanggilnya "Nasya", dia menjadi akasan kuat untuk membuatku selalu tersenyum dan mampu mengubah lelah hatiku menjadi bahagia yang indah, lengkap hidupku.

Perjalanan hidupku yang dahulu penuh onak dan duri, berusaha mengalahkan setiap adat kampung yang memenjarakan dengan membawa perubahan yang besar, mengubah pola pikir mereka yang menganggap bahwa perempuan cukup didapur saja kini mulai sedikit mengiyakan dan membenarkan perkataanku bahwasanya perempuan itu juga bisa sukses. Kedua orang tuakupun sangat bahagia, perjuangan mereka tidak sia-sia, dukungan, doa dan pengorbanan mereka terjawab semua. Alhamdulillah syukur itu tak pernah aku lupa.

Sore itu saat kami sedang santai dihalaman rumah, kebetulan saat itu weekend, aku menikmati suasana sore ditemani Nasya yang bermain, sesekali dia mengajak ayahnya kejar-kejaran, yang kebetulan selalu diiyakan oleh ayahnya, pemandangan itu sangatlah indah, mereka tertawa lepas dan bahkan Nasya menarik tanganku sambil merengek-rengek memintaku ikut larut bersama tawa mereka.

"Ayo bun", panggil suamikuku
Ajakan mereka tak mungkin kuabaikan begitu saja, saat kami sedang asyik tertawa ria dan bercanda bersama sambil mengikuti kemauan Nasya, tiba-tiba telpon suamiku berdering yang sedari tadi ada dimeja halaman rumah tempat biasa kami bersantai ria. Sontak membuat suamiku mengambilnya dan menjawab telpon tersebut. Selesai menerima telpon, wajah suamiku sedikit berubah, yang sejak tadi tertawa lepas seolah tampa beban kini sedikit gusar.

"Bun, maaf ayah harus pergi ada urusan mendadak", katanya dan akupun mengiyakannya. Sejak kami menikah kami menghargai privasi masing-masing, meskipun saat ini kami sudah berstatus suami istri dan bahkan punya anak, kami tetap sama-sama memberi ruang masing-masing agar kami tetap merasa nyaman, aku percaya suamiku juga akan sama sepertiku, akan menjaga seluruh kepercayaan yang dititipkan dengan penuh keyakinan.

Jam sudah menunjukkan jam 24:00, namun belum ada tanda-tanda kepulangan suamiku, aku mulai menghawatirkannya, karena tak seperti biasanya suamiku pulang larut malam, apalagi ini weekend, tidak mungkin urusan pekerjaan, jika iya pun mengatakan nanti ini urusan pekerjaan, rasanya hanyalah sebuah alasan yang harus kuiyakan demi menjaga keutuhan dan tetap percaya.

Aku menunggunya disofa ruang tamu, dengan maksud jika dia pulang aku bisa langsung membukakan pintu untuknya tanpa harus menunggu lama, mungkin karena kelelahan tanpa terasa aku tertidur, setelah mungkin badanku mulai pegal-pegal aku terbangun, setalah kulihat jam aku kaget, sudah jam 04:00, sambil bergegas kekamar dengan mengambil handphone, berharap da pesan dari suamiku, setelah kulihat handphoneku menambah kekhawatiranku, karena tak kutemukan pesan apapun, aku mencoba menelphonenya berulangkali, aktif namun tak ada jawaban, akupu mengirimkan pesat singkat dengan menanyakan keberadaannya, tetap saja tak ada jawaban darinya.

Aku memutuskan untuk sholat subuh, berdoa agar suamiku baik-baik saja. Berharap dia kembali dengan selamat. Selesai sholat dan melepas mukena, ada klakson didepan rumah yang aku ketahui itu suamiku, dengan bergegas dan hati sedikit lega aku keluar dan membukakan pintu untuknya. Tak seperti biasanya, dia yang selalu tersenyum manis untukku berubah dengan wajah lesu dan seolah sikapnya kaku. Kucium tangannya sembari memastikan bahwa dia baik-baik saja.

"Ayah, ayah dari mana, ayah baik-baik saja?"
"Iya", datar sekali menjawabnya, tak ingin aku memaksanya, kuberi dia ruang dan waktu untuk menceritakan semuanya sendiri tanpa harus kupaksa, kucari sesuatu dari binar matanya, adakah sedih yang terpancar, tapi hatinya yang gusar, hingga binar itu bercerita dengan seksama. Lalu di la pergi kekamar tan menjelaskan apa yang sedang terjadi semalam.

Aku hanyalah seorang wanita yang tak setangguh Khatijah istri Rasulullah, aku pemilik hati yang juga mudah rapuh dan resah, bila ia sedang tidak nyaman, tentulah akan menimbulkan keresahan. Resah bermula dilangit jingga, memunculkan banyak pertanyaan yang sebenarnya membutuhkan jawaban.

Setelah suamiku selesai sholat, kubuatkan teh hangat agar sedikit segar dan mungkin bisa menceritakan keadaan yang membuatnya tidak pulang semalaman.
"Ayah, apakah ayah baik-baik saja?", tanyaku dengan mengulang kalimat yang sama, karena jujur saat itu aku tak punya kalimat basa-basi untuk mengawali percakapan dan berharap ada kepastian, agar jiwa tak lagi bertanya dan percaya tetap utuh adanya. Dia diam, mungkin bingung bagaimana harus menjelaskan, dari situ aku mulai merasakan bahwa ada perasaan yang sedang tidak pada tempatnya, karena sebagai wanita aku bisa merasakannya.

"Ayah baik-baik saja bun",
"Tapi kenapa ayah tidak pulang semalaman yah, bahkan sekedar mengirim pesan singkatpun tidak yah, bunda kwatir dan menunggu ayah?",
"Maafin ayah bun", kemudian meminum teh yang sengaja aku siapkan, lalu beranjak dan kembali kekamar. Hanya dengan kata maaf dia menjelaskan, bahkan kekhawatian tak dia hiraukan. Tanya itu semakin dalam, ada perasaan yang mengguncang, ingin berteriak namun tak tau bagaimana caranya menjelaskan.


Sebulan telah berlalu, dia mulai bersikap dingin dan acuh tak acuh, jangankan memperhatikanku, meluangkan waktu untuk sekedar sarapan bersamapun tidak, masakan yang biasa aku siapkan untuknya hanya bisa kunikmati sendiri bertemankan sepi dan air mata sesekali menghiasi. Nasya yang sedari begitu dekat dengan ayahnya, tak jarang menangis karena merindukannya. "Umurmu baru dua tahun nak, sudah harus menanggung beban rindu akan kasih sayang ayahmu", ungkapku sambil membelainya saat dia sudah mulai terlelap, setelah lelah menangis dan selalu menanyakan kapan ayahnya pulang.

Aku tak bisa menjanjikan pada Nasya kapan ayahnya pulang dan kembali mengajaknya bermain bersama dan jalan-jalan ke mall membelikan buku melukis dan mewarnai, sore itu Nasaya merengek-rengek meminta buku gambar, karena sejak umur satu tahun setengah aku sudah mulai mengenalkan dia dengan gambar-gambar hewan, huruf abjad dsb. Akhirnya akupun mengiyakan permintaannya.

Setibanya disebuah mall tempat dimana kami bertiga biasa membeli buku gambar, ada sosok yang tak asing dalam pandanganku, semakin mendekat sosok itu semakin nyata, kudekap Nasya dengan alasan ada ondel-ondel karena memang sudah tak ada waktu lagi untuk berpikir tentang alasannya, karena kebetulan Nasya takut sama ondel-ondel, alhamdulillah dia tak banyak tanya.

Hancur dan remuk, merasa tak berharga aku sebagai seorang wanita, perasaan seorang istri yang sama sekali tidak dihargai, betapa tidak, kulihat dia bergabdengan tangan sambiltertawa mesra, tak peduli disekitarnya ada siapa dan bagaimana perasaanya, dunia sudah seolah milik mereka berdua, "setega itukah dirimu yah, jikapun kau tak peduli tentang perasaanku, setidaknya tunggu Nasya dewasa, agar dia sanggup memikul beban dan paham tentang kenyataan yang tak selamanya sejalan dengan harapan".

Aku memang tidak tau siapa perempuan itu, perempuan yang sedang bersamanya dan telah menggadaikan perasaanku tanpa merasa berdosa, bentuk hati yang semula utuh kini hancur seketika, entah menjadi berapa dan bagaimana pula bentuknya, bahkan mungkin rasanya sudah tak lagi berbentuk. Tidak taukah dia bahwa yang sedang ada disampingnya bukan lagi perjaka, sudah ada yang menunggunya kembali, mendoakannya saat ia pergi, dan memastikan yang terbaik yang ia lakukan. Ada yang menangis dan ingin digendongnya, ada yang ingin didongengin sebagai pengantar tidurnya, mengaharapkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.

"kamu, jangan kau putuskan masa depan anakku, aku tak yakin dia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh jika tak lagi mendapatkan kasih sayang yang utuh", gerutuku dalam diam dengan tatapan kosong.

"Ayah, cepet pulang, Nasya tiba-tiba demam tinggi dan harus dibawa kerumah sakit", Nasya yang akhir-akhir ini selalu menangis menanyakan ayahnya, tiba-tiba demam tinggi, tiga puluh menit lamanya aku mengirimkan pesan untuk ayahnya namun tak juga ada balasan, telponpun tak ada jawaban, hingga aku memutuskan membawa Nasya seorang diri kerumah sakit.

Dua hari Nasya dirumah sakit, dia terus saja memanggil-manggil ayahnya, dokterpun menyarankan agar ayahnya segera diberi tahu, sebab menurut hasil pemeriksaan dokter, Nasya harus melalui pemeriksaan lanjutan, ada sedikit benjolan diotaknya yang tidak biasanya, aku mulai khawatir dan was-was.

Kuterima pesan singkat, aku berharap suamiku membalas pesanku, ternyata nomor baru, aku mencoba membukanya, "Terimakasih telah mengembalikan mas Azam kepelukanku",, ingin rasanya aku menjerit namun harus kutahan, Nasya lebih membutuhkan doaku saat ini dibandingkan tangisanku untuk laki-laki yang tak pantas dipanggil ayah. "Nasya, kamu harus kuat nak, kamu harus terbiasa tanpa ayah", gumamku dalam hati, aku berusaha menguatkan hatiku untuk anakku, dia telah menjadi korban atas perbuatan ayahnya yang tak berperasaan.

"Bu Najma, apakah ayahnya Nasya tidak bisa datang, ada kabar yabg kurang baik bu yang saya sampaikan", dokter Fadil yang saat itu sedang menangani Nasya mencoba menjelaskan.
"Memangnya Nasya kenapa dok?", tanyaku dengan rasa takut yang mencekam, saat ini yang aku punya untuk menguatkan hanyalah anakku Nasya, dialah yang memberiku alasan untuk terus bertahan meski hati sudah tidak bisa lagi dipastikan.
"Mohon maaf bu, ini harus saya sampaikan, berat memang bu, tapi ibu harus tetaplah sabar, segala ujian dan cobaan seringkali menyakitkan, tapi kita harus kuat bu", suara dokter Fadil terhenti, seolah berat menjelaskan, dia saja masih mencari kepastian untuk meyakinkan bahwa aku tak cukup kuat menjalani semua ini sendiri, tapi kenapa tidak dengan suamiku?.
"Kenapa dok?", desakku pada dokter Fadil,
"Mohon maaf buuu, Nasyaaa,,,"
"Nasya kenapa dok, anak saya kenapa, dia baik-baik saja kan dok?
", tanyaku seraya memastikan,
"Mohon maaf buu, Nasya mengidap leukemia limfoblastik akut",
"Tidak mungkin doook, anakku tidak mungkin menderita penyakit seberat itu",
tangisku parau dan perasaanku kacau, aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya didepan dokter Fadli, tapi itu mungkin saja juga benar, mengingat Najma akhir-akhir ini yang sering mimisan dan pingsan.

Dengan langkah yang sangat berat aku kembali keruangan anakku, kupandangi tubuh mungil tak berdaya itu, kudekap sambil kubisikkan betapa aku sangat menyanginya, "Bunda", kudengar suara lirih dan seolah merintih, membuat amhatiku semakin perih,
"Bunda, ayah mana, Nasya rindu ayah",
"Ayah sedang diluar kota nak, nanti ayah pulang", dengan sedikit aku berbihong dan berharap Nasya sedikit lega, setidaknya dia tidak terbebani.

"Telpon ayah bun, Nasya ingin bicara sama ayah", pintanya dengan memelas, kukesampingkan egoku, aku mencoba menelpon mas Azam, namun tetap saja dalam kekecewaan. "setidaknya kamu lakukan untuk anakmu mas, kemana sosok dirimu yang dulu, yang begitu menyayangi Nasya, bahkan dulu yang tidak sedikitpun kamu membiarkan Nasya digigit semutpun, kini bukan hanya berubah, tapi lupa kalau kamu adalah seorang ayah yang selalu dirindukan oleh anaknya".

Jika perempuan itu lebih penting dan lebih berarti dariku, itu tak mengapa, tapi paling tidak, lupakah kau terhadap Nasya anakmu hanya demi masalalumu yang tertunda, dialah wanita mantan suamiku yang kuketahui dari sahabatnya, saat kemaren aku mencoba menelpon kekantor Mas Azam dan kebetulan sahabatnya bercerita, dulu suamiku katanya begitu mencintainya, perempuan berambut pirang yang tak berperasaan, namun perempuan itu meninggalkannya begitu saja, lalu datang kembali dan merubah suasana hati kami yang dulu tertata begitu bahagia dengan seketika sirna.

"Bu Najma", tiba-tiba suster memanggil dengan begitu panik, "Nasya bu, Nasyaaa", tanpa bertanya aku langsung lari keruangan Nasya, dokterpun sibuk dengan alat pacu jantung, "Ya Allah, tolong selamatkan anakku, dia terlalu kecil ya Rabb, untuk memikul beban dan rasa sakit yang Engkau berikan, tolong pindahkan rasa sakit itu kepadaku ya Rab", teriakku dalam dada, seraya berdoa meminta agar sakit yang tak kuat dipikul oleh anak sekecil Nasya, dipindahkan kepadaku sebagai ibunya. Biarlah aku yang memikulnya, aku yang merasakannya, tak dapat kubeyangkan betapa Nasya yang saat sedang berjuang melawan sakitnya tidak ditemani oleh ayahnya.

Sedikit ada debar ringan didada, saat kulihat Nasya sedikit membuka matanya, lalu memanggilku, "Bundaaa", suara dengan nada tertahan semakin membuatku ingin mengakhiri hidupku sendiri, tak sanggup aku menyaksikan betapa beban penderitaan dan rasa sakit itu sangat mencekam,
"Nasya sayang, iya ini bundaa, Nasya harus kuat ya nak, Nasya anak yang hebat, Nasya katanya ingin bertemu ayah, jadi Nasya harus kuat ya nak".
"Bunda, Nasya titip salam untuk ayah, jangan khawatir, Nasya tak akan lagi memaksa ayah pulang, Nasya tak akan lagi merindukan ayah, bundaa, bunda jangan nagis, Nasya sayang bunda", betapa suasana sakit dan pedih menambah rusaknya jiwa yang sudah tak berbentuk, dialah sebentuk jiwa kecil bagian dari kehidupan, bernyawa dan berprasaan, sekecil itu sudah menyaksikan kehidupan yang begitu rumit dan sakit yang menghimpit. "Ya Rabb, cukup hukum aku, jangan Nasya", pintaku dalam tangis. Melihat anakku berjuang aku sudah tak sanggup menahan, apalagi melihat senyumnya yang dipaksakan, kemudian tubuhnya yang semula panas berubah jadi dingin, perlahan mulai lepas dari genggaman, seolah tak bergerak.

"Dokteeeerrrr,,, ada apa dengan anakku, anakku kenapa doook, anakku kenapa?"
"Mohon maaf ibu, Nasya sudah tiada", kalimat dokter itu sungguh membuat darahku seolah berhenti mengalir, berharap nafaskupun terhenti bersama Nasya, biar aku tak lagi merasakan luka, inilah wujud nyata dari perkataan Nasya," Bilang sama ayah, Nasya tidak akan lagi memaksa ayah pulang, jangan khawatir, Nasya tidak akan lagi merindukan ayah".

Suara yang sedari tadi ramai tak lagi terdengar, kini aku benar-benar sendiri sambil memandang sebuah nama yang tertulis dibatu nisan. Tiba-tiba kudengar langkah kaki yang tak beraturan dan bersimpuh didepan makam Nasya, memeluk tanah bertabur bunga yang masih basah, sambil menagis dan meminta maaf.

"Tak perlu meminta maaf karena semuanya sudah terlambat, permintaan maafmu tak akan mengembalikannya", dengan nada emosi bercampu amarah, sedih dan kecewa, luka berbaur dengan duka. "Nasya nitip pesan, dia tidak akan memintamu lagi untuk pulang dan tidak akan merindukanmu lagi, tentunya kamu senang, dengan bebas kamu melangkah sesuka hatimu".
"Bundaaa, maafin ayah bun, ayah benar-benar minta maaf ayah khilaf bun", sambil berlutut dan berharap aku memakluminya.

"Maaf anak kita sudah tiada, panggilan ayah bunda cukup sampai disini saja, besok aku akan kepengadilan untuk memastikan bahwa status kita telah berakhir sejak penghianatan itu bermula". Tegasku padanya!

Pelajaran untuk kita

Pisau yang menancap didada bisa saja membunuh kita
Namun luka yang tercipta karena penghianatan merupakan pembunuhan secara perlahan
Jangan pernah merasa bangga jika banyak yang mencinta
Pikirkan perasaan orang sekitar yang dengan sabar menemani perjalanan kita
Masa lalu seringkali memang membuat kita melupakan
Akan luka yang pernah disuguhkan
Hingga ingin mengulang keindahan yang pernah dirasakan
Jika masih sendiri tak mengapa
Tapi jika sudah berdua atau bahkan bertiga jangan mengorbankan
Karena hanyalah untuk keegoisan yang menyengsarakan dan menciptakan penyesalan yang berkepanjangan
Cegah sebelum penyesalan itu datang
Jangan ciptakan kecewaan untuk jiwa lain yang tak berdosa
Jika dulu dirimu dicampakkan
Lalu buat apa ingin mengulang
Masih penasaran dengan kekecewaan dan luka yang mendalam?


Percayalah
Itu hanyalah kebodohan


JERITAN HATI SEORANG ISRTI (Memadu kasih kembali bersama mantan)






nona212
naiztumityu02
Rarashasha
Rarashasha dan 11 lainnya memberi reputasi
10
1.4K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.