Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rinnopiantAvatar border
TS
rinnopiant
Cerpen (Horor): KROMOLEO



Senjakala, mega di ufuk menyemburkan warna jingga. Kenes mempercepat langkah saat melewati sebuah rumah dengan bendera kuning berkibar, di halamannya yang tak berpagar. Semerbak wangi aneka bunga tanda duka cita menyeruak, tak ayal membuat bulu kuduknya meremang. Belum lagi desas-desus yang tersiar. Konon, ada warga yang melihat kromoleo berkeliaran dan menghilang tepat di depan rumah tetangganya yang tiga hari lalu meninggal. Seketika desa berubah mencekam. Suasana di sekitar yang biasanya ramai orang lalu-lalang, kini menjadi lengang. Orang-orang menutup rapat pintu dan tirai jendela. Sial bagi Kenes yang terpaksa harus keluar rumah, untuk membeli obat neneknya yang sedang tak enak badan. Ia tak sampai hati, jika harus menyerah pada rasa jeri. Sang nenek satu-satunya keluarga yang ia miliki kini. Setelah kedua orangtuanya meninggal setahun lalu, dalam sebuah kecelakaan yang menjadikannya yatim piatu.


Ya, kromoleo. Lelembut pembawa keranda jenazah yang dulu sering mendiang kakeknya ceritakan, kemunculannya kembali menggegerkan, setelah sekian lama hanya dianggap sebagai mitos usang, ditelan zaman.

Sesuai dengan kepercayaan yang melekat di tengah masyarakat, tiga hari setelah kematian korbannya yang pertama, kromoleo akan kembali gentayangan mencari "mangsa". Kenes bergidik mengingat inilah saatnya.

Aneh. Kediamannya yang hanya berjarak kurang lebih seratus meter dari rumah duka, serasa tak kunjung sampai meski langkahnya telah dipercepat. Kenes menyeka peluh di dahinya yang tertutup rambut poni. Satu tangannya lagi ia letakkan di dada, meredam debar yang kian menggila.

Komat-kamit bibir ranum gadis itu, melafalkan doa-doa yang mampu diingatnya. Kemudian langkah Kenes terhenti. Sayup-sayup di antara bunyi gesekan rumpun bambu yang diterpa angin, terdengar suara lirih dari kejauhan yang menyebut "Oleo ... oleo ... ojo oleo". Persis seperti apa yang dikisahkan mendiang sang kakek, begitulah salah satu pertanda kemunculan hantu kromoleo.



Tubuh Kenes bergetar. Telapak tangannya membeku. Kedua kakinya seperti terpancang di jalanan. Alih-alih melafal doa, giginya justru bergemeletuk saking takutnya.

Ada secuil rasa penasaran yang entah datang dari mana. Kenes nekat menoleh ke arah belakang tubuhnya. Seketika itu juga ....



Ada iring-iringan pembawa keranda, berjarak hanya beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Padahal sesaat lalu suara-suara itu terdengar begitu jauh.

Mata Kenes membelalak. Mulutnya menganga tak bersuara, saat sosok-sosok itu berjalan tanpa sedikit pun menyentuh tubuhnya. Seolah menembus begitu saja.

"Oleo ... ojo oleo ... oleo." Lirih suara mereka terdengar sangat menakutkan.

Masih dengan tubuh yang mematung, Kenes menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, gadis itu terisak. Sampai ia teringat akan sesuatu hal.

"Kalau kromoleo berhenti di satu rumah, nanti di rumah itu akan ada yang meninggal. Kita harus ikuti mereka supaya tidak berhenti. Biar tidak ada korban lagi." Ucapan mendiang kakeknya kembali terngiang.

Kenes memberanikan diri menoleh ke arah yang dituju dedemit itu. Berpakaian serba hitam, celana komprang, kromoleo tak beralas kaki, mereka berjalan mengambang. Namun, selang waktu kemudian Kenes baru menyadari, kromoleo sedang menuju ke arah rumahnya.

"Eyang!" Suara Kenes bergetar.

Hari sudah gelap. Seketika itu juga ia berjalan dengan cepat. Setengah berlari, Kenes mengejar kromoleo agar tak berhenti.

"Sekarang kamu sudah dewasa, Nduk. Eyang ikhlas kalau pun sudah tak berumur panjang." Di dalam benaknya, Kenes terus menepis perkataan sang nenek siang tadi, yang mengisyaratkan sebuah perpisahan.

Dengan air mata yang berlinang, sambil terus berteriak meminta pertolongan, Kenes berlari mengejar kromoleo yang anehnya tak juga terkejar.

"Jangan berhenti di rumahku! Jangan berhenti di rumahku!" isak Kenes.

Gadis itu lunglai kelelahan. Ia terjatuh berlutut di jalanan depan rumahnya yang nyenyat, sementara kromoleo tak lagi terlihat.

Lamat-lamat cahaya matahari bersinar menyilaukan matanya. Kenes mengerjap. Gadis itu terdiam heran, padahal semestinya hari masih malam. Tiba-tiba ada begitu banyak orang datang. Mereka memasuki rumahnya dengan pakaian serba hitam.

"Eyang!" teriak Kenes. Ia berlari terhuyung memasuki rumah. Segala praduga berkecamuk di dalam pikirannya.

"Semalam aku melihat kromoleo menghilang di sekitar rumah ini." Orang-orang saling berbisik.

Kenes ambruk saat mendapati raga berkafan terbujur di hadapannya.

"Eyang, kromoleo mengambil eyangku." Kenes meraung-raung.

Akan tetapi, Kenes terheran saat justru melihat neneknya datang dipapah beberapa orang. Wajah keriput wanita tua itu basah oleh air mata yang tak henti mengalir.

"Kenes, cucuku. Kenapa kamu meninggalkan eyang, Nduk," ratap sang nenek.

"Kasihan, ya. Padahal tinggal Kenes keluarganya, tapi dia meninggal duluan juga," ucap seseorang.

Kenes semakin kebingungan. "Ini kenapa? Siapa yang meninggal? Aku di sini. Eyang, Kenes di sini."

"Umur siapa yang tahu. Ngeri, aku melihat langsung saat si Kenes tertabrak truk di jalan itu," timpal yang lainnya.

Sekarang Kenes terdiam. Ingatannya kembali mengawang-awang. Ia sedang mengejar kromoleo. Rasa takut membuatnya lengah. Gadis itu tak memperhatikan ada kendaraan yang datang dari lain arah. Kenes yang berdiri di tengah jalan, tak bisa menghindar saat sebuah truk menghantam tubuhnya.

"Oleo ... oleo ... oleo." Suara itu kembali terdengar.

"Dapat ... dapat ... dapat."


TAMAT.
inginmenghilang
eza.d.a
tabernacle69
tabernacle69 dan 12 lainnya memberi reputasi
11
3.2K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.