Jin.XalibAvatar border
TS
Jin.Xalib
Mekanisme dan Proses Pembubaran Partai Politik PDIP


Jakarta, law-justice.co - Setelah sempat mengelak, pada akhirnya PDIP mengakui bahwa RUU HIP (Haluan Idiologi Pancasila) adalah usulannya. Sebagai partai pengusul RUU HIP, PDIP akhir akhir ini memang menjadi sasaran kemarahan publik yang menginginkan agar RUU HIP dicabut dari Prolegnas dan tidak perlu dilanjutkan pembahasannya.

Awalnya tuntuntan masyarakat memang hanya meminta supaya pemerintah menolak (bukan menunda) seluruh pembahasan RUU HIP, namun kini tuntutan itu melebar menjadi tuntutan untuk membubarkan PDIP sebagai partai pengusul RUU Haluan Idiologi Pancasila. Tuntutan pembubaran PDIP ini memunculkan serangkaian pertanyaan status pembubaran sebuah partai di Indonesia. Alasan apa yang bisa menjadi dasar pembubaran sebuah partai di Indonesia ?, Bagaimana mekanisme pembubarannya ?, Apakah PDIP sebagai partai politik bisa dibubarkan karena menjadi pengusul RUU Haluan Idiologi Pancasila ?

Baca juga : Soal RUU HIP, Jokowi

Pembubaran PDIP


Sikap ngotot PDIP, partai utama pengusul RUU HIP memicu sikap geram dan antipati dari beberapa elemen masyarakat Indonesia. Mereka yang awalnya hanya meminta pemerintah menolak (bukan menunda) seluruh pembahasan RUU HIP, kini melebar menjadi penuntutan pengungkapan parpol dan pemburan parpol pengusul RUU Haluan Idiologi Pancasila.

Tuntutan rakyat untuk pembubaran PDIP sebagai pengusung RUU HIP, didasarkan pada upaya partai ini yang telah mencoba coba untuk merubah Pancasila dengan usulannya.Merujuk RUU HIP, terdapat indikasi perubahan Pancasila yang signifikan. Perubahan paling prinsip terlihat dalam upaya memposisikan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial dalam RUU HIP disebut sebagai sendi pokok Pancasila dan bukan Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain perubahan posisi (mutasi) sila Pancasila, RUU HIP secara tak langsung juga mengamandemen Pasal 29 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia 1945, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa", akan tergantikan dengan "Negara berdasar atas Keadilan Sosial". Padahal posisi sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah "causa prima" yang menjadi titik sentraldari kehidupan kenegaraan.

Perubahan yang demikian bisa memberi peluang masuknya konsep Konsep Keadilan Sosial versi Sosialisme-Komunisme. Sementara itu, terkait Ketuhanan yang berkebudayaan yang termaktub di dalam RUU HIP yang melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, meskipun diambil dari Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, namun itu bukan menjadi keputusan BPUPKI. Oleh sebab itu, penggunaan istilah Ketuhanan yang berkebudayaan adalah sama dengan merubah dan mengganti Pancasila itu sendiri.

Perubahan demikian pastilah dilakukan secara sengaja yang menunjuk dengan maksud, yakni menghendaki/mengetahui baik perbuatan maupun akibatnya. Perubahan atas Pancasila sebagai dasar negara disederajatkan dengan mengganti Pancasila.

Ternyata usulan untuk mengganti Pancasila dengan Trisila dan Ekasila ini sudah tertuang didalam visi dan misi PDIP. Visi Partai adalah keadaan pada masa depan yang diidamkan oleh Partai, dan oleh karena itu menjadi arah bagi perjuangan Partai. Berdasarkan amanat pasal 6 Anggaran Dasar Partai PDI Perjuangan adalah :

Partai adalah:

alat perjuangan guna membentuk dan membangun karakter bangsa berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945;
alat perjuangan untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ber-Ketuhanan, memiliki semangat sosio nasionalisme, dan sosio demokrasi (Tri Sila);
alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Eka Sila);
Awalnya PDIP berkilah bahwa usulan Eka Sila dan Trisila di pasal 7 RUU HIP bukan dari pihak mereka sebagaimana dinyatakan oleh Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah dalam acara ILC selasa 16 Juni 2020.“Yang pertama Bang Karni. Tadi disinggung soal eksistensi norma yanga ada di draft RUU HIP pasal 7 mengenai frase kalimat yang menyebut Pancasila dengan Trisila dan Ekasila. Pertama saya tegaskan secara original konten materi itu bukan dari Fraksi PDIP,” katanya.

Namun dengan adanya fakta tersebut diatas, upaya untuk mengelak bahwa pasal itu bukan usulan partainya dengan sendirinya tidak bisa dipercaya. Dan pada akhirnya memang diakuinya setelah mentok upaya pembelaannya.

Dengan adanya upaya untuk mengubah Pancasila dengan Ekasila dan Trisila atau Pancasila versi 1 Juni yang berbeda dengan Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 maka secara gamblang tergambar upaya untuk mengganti Pancasila yang sudah resmi sesuai dengan kesepakatan tokoh tokoh bangsa dengan Pancasila versi pengusulnya.

Keinginan untuk merubah atau mengganti Pancasila yang sah sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila versi lainnya ini tentu saja mempunyai konsekuensi hukum bagi partai pengusulnya.

Berdasarkan UU No2/ 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan UU No2/ 2011, alasan pembubaran partai politik oleh MK antara lain jika partai politik melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan adanya usulan PDIP untuk mengubah Pancasila melalui Trisila dan Ekasila sesunggguhnya sudah bertentangan dengan ketentuan yang ada. Karena demikian partai ini terindikasi mau menghidupkan kembali ajaran komunisme/ leninisme yang telah di larang di Indonesia.

Oleh karena itu Pemerintah seyogyanya mengajukan pembubaran partai pengusung Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) melalui gugatan Mahkamah Konstitusi (MK).Pengajuan gugatan ini atas dasar pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan yang dilakukan partai politik pengusul RUU HIP, atau dalam bahasa hukum disebut sebagai asas strict liability.

"Pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana kejahatan terhadap Keamanan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU Nomor 27 Tahun 1999 atau didasarkan atas alasan menganut, mengembangkan serta menyebarluaskan ajaran Komunisme/Marxisme–Leninisme," ujar Direktur Habib Rizieq Syihab (HRS) Center, Abdul Chair Ramadhan dalam rilisnya, Jumat 19 Juni 2020.

Didalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, pengusung RUU HIP dapat dipidana, karena ada kesengajaan untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Adapun bunyi dari UU no 27 Tahun 1999 terkhusus Pasal 107 huruf d, ”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Pengusung RUU HIP bisa dikenai Pasal 107 huruf d yang tergolong delik formil, artinya tidak memerlukan adanya suatu akiba. Hal paling mendasar adalah dengan adanya pengajuan RUU HIP, maka ada upaya dari pelaku untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara.

Substansi inti dalam RUU telah memasukkan dasar filsafat negara (philosofische grondslag) dan bahkan melakukan perubahan siqnifikan terhadap Pancasila. Perubahan dimaksud antara lain yang paling prinsip adalah perihal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial disebutkan dalam RUU-HIP sebagai Sendi Pokok Pancasila.Dengan demikian, posisinya menggantikan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan adanya perubahan posisi (mutasi) sila, hal ini secara tidak langsung telah mengamandemen Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945, `Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa`, dan akan tergantikan dengan `Negara berdasar atas Keadilan Sosial”. Jjika terjadi perubahan makna sentral ini maka akan ada peluang masuknya konsep Keadilan Sosial versi Sosialisme-Komunisme. Belum lagi perihal Ketuhanan yang berkebudayaan dalam RUU-HIP. Penggunaan istilah Ketuhanan yang berkebudayaan adalah sama dengan mengubah atau mengganti Pancasila.

Atas dasar dalil dalil sebagaimana dikemukakan diatas kiranya sudah sepantasnya kalau Pemerintah mengajukan permohonan kepada MK untuk membubarkan PDIP sebagai partai penguasa. Harapannya pemerintah bisa melakukan ini seperti halnya ketika pemerintah membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).

Untuk sekadar mengingatkan kembali bahwa HTI dibubarkan karena dianggap telah menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Pancasila. Kalau HTI telah berhasil dibubarkan karena dianggap menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila, mengapa PDIP juga tidak dibubarkan dengan alasan yang sama ?.

Pada hal kalau dilihat dari derajat dan potensi untuk mengubah Pancasila lebih besar dimiliki oleh PDIP sebagai partai penguasa ketimbang HTI yang merupakan ormas tanpa kekuatan riil di struktur kekuasaan di Indonesia. Tapi rasanya memang tidak mungkin pemerintah akan mengajukan permohonan agar PDIP dibubarkan melalui MK.

Karena kalau hal ini dilakukan sama artinya dengan merusak kendaraannya sendiri yang telah berjasa mengantarkan pemerintah ke tampuk kekuasaan tertinggi di Idonesia. Tapi paling tidak rakyat menjadi tahu bahwa hukum memang tidak berdaya ketika harus berhadapan dengan kekuasaan apalagi kekuasaan otoriter yang dikendalikan oleh penguasa boneka.

(Ali Mustofa\Warta Wartawati)

MEKANISME PEMBUBARAN PARTAI (PDIP)

Rebut kekuasaan di 2024.. niscaya PDIP bisa dibubarkan jika tidak mengganti AD/ART
muhamad.hanif.2
bengukrawe
bengukrawe dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
0
965
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.