Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Investasi Tangguh Kala Pandemi, Anti Jebakan Jiwasraya
Spoiler for Benny Tjokro:


Spoiler for video:


Skandal gagal bayar Jiwasraya menjadi pemicu terkuaknya berbagai kasus gagal bayar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Apakah pandemi corona yang menyebabkan banyaknya perusahaan finansial yang kolaps? Bukan.

Kasus gagal bayar polis asuransi Jiwasraya menyeret beberapa nama ke meja hijau. Mereka pernah bekerja di perusahaan berpelat merah itu. Yakni mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Harry Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan. Selain itu ada juga tersangka lainnya dari luar Jiwasraya, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Komisaris PT Hanson Internasional Tbk, Benny Tjokrosaputro.
Keterkaitan Benny Tjokro menarik untuk disimak, sebab ia kini menjadi episentrum dari skandal Jiwasraya bahkan turut menarik Asabri ke dalam pusarannya.

Kasus Jiwasraya mulai menjadi perhatian publik saat perusahaan mengumumkan ketidakmampuannya membayar klaim polis JS Saving Plan yang telah jatuh tempo sebesar 802 miliar rupiah pada 10 Oktober 2018 lalu. Sepekan kemudian, Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno melaporkan dugaan fraud dalam pengelolaan investasi Jiwasraya.

Berdasarkan rujukan dari audit BPK 2016, ternyata sebagian besar ketidakmampuan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan disebabkan investasi Jiwasraya dalam bentuk surat utang jangka menengah alias medium term notes (MTN) milik Hanson International senilai 680 miliar rupiah yang berisiko gagal bayar. Meski Hanson International menyatakan telah melakukan buy back seluruh surat utang itu pada Desember 2018.

Jiwasraya sendiri mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Pada tahun 2018, sebanyak 22,4 % atau 5,7 triliun rupiah total aset finansial Jiwasraya ditempatkan di saham. Akan tetapi hanya 5 % saham yang masuk ke dalam kategori blue chip. Lalu sebanyak 59,1 % atau 14,9 triliun rupiah ditanamkan ke reksa dana yang hanya 2 % dikelola oleh top tier manajemen investasi. Akibatnya Jiwasraya mengalami kerugian dan modalnya minus. Per September 2019. Aset perusahaan hanya senilai 25,68 triliun rupiah dengan kewajiban 49,6 triliun rupiah. Dengan kata lain, ekuitasnya negatif 23,92 triliun rupiah.

Uniknya, Jiwasraya juga memiliki saham Hanson dengan kode MYRX melalui reksa dana. Padahal secara fundamental dan teknis saham, MYRX tak layak dikoleksi karena ia merupakan saham gocap. Ternyata, saham Hanson milik Benny Tjokro sebesar 5,4 % dimiliki pula oleh Asabri yang memiliki kasus serupa dengan Jiwasraya.

Sumber : KataData[Benny Tjokro dan Saham Gocap di Pusaran Investasi Jiwasraya dan Asabri]

Bak monyet menjadi kera, terungkapnya investasi gorengan Jiwasraya pada perusahaan milik Benny Tjokro yang nilai sahamnya hanya gocap per lembar mengingatkan kita pada nilai saham Grup Bakrie. Ironis, kesamaan itu ternyata memiliki hubungan pula dalam skandal Jiwasraya. Benny Tjokro membeberkan bahwa Grup Bakrie terlibat pula dalam pengaturan saham Jiwasraya. Ia hanya merasa sebagai kambing hitam. Menurutnya Grup Bakrie telah menyebabkan kerugian Jiwasraya sejak 2006, namun sengaja ditutupi BPK. Benarkah? Bisa ya, bisa tidak.

Sumber : Kompas [Grup Bakrie di Pusaran Kasus Jiwasraya]

Kasus gagal bayar Jiwasraya membuka sudut pandang kita bahwa sebenarnya gagal bayar polis asuransi tidak terjadi karena pandemi Covid-19. Ia terjadi karena memang persoalan gagal bayar datang dari dalam perusahaan itu sendiri. Ia terjadi karena kegagalan tata kelola perusahaan di industri keuangan terutama non-bank.

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings membeberkan kerugian akibat kegagalan tata kelola perusahaan mencapai 3,5 miliar US Dollar atau setara dengan 49 triliun rupiah bagi investor sejak 2018. Pandemi corona hanya memperparah efeknya.
Beberapa kasus gagal bayar terjadi di industri keuangan non-bank (IKNB) akibat regulasi yang tidak diatur dengan ketat seperti halnya sektor perbankan. Menurut Fitch, IKNB lebih kecil dan banyak dimiliki swasta sehingga lebih rentan terhadap penyimpangan tata kelola daripada entitas yang lebih besar dan terdaftar yang biasanya akan menarik perhatian lebih besar.

Maka setelah Jiwasraya, bermunculanlah kasus gagal bayar di tengah pandemi. Seperti pada Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta dengan gagal bayar 14 triliun rupiah.

Selain gagal bayar yang terjadi dalam bentuk investasi seperti yang terjadi pada Jiwasraya dan Indosurya, gagal bayar utang juga terjadi pada perusahaan-perusahaan Indonesia. Seperti emiten PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) dan empat anak perusahaannya yang mengalami gagal bayar utang obligasi dan utang bank sindikasi. Nilai pokok utang gagal bayar itu mencapai 3,23 triliun rupiah ditambah nilai bunga dari utang obligasi dan sindikasi yang mencapai 72,16 miliar rupiah ditambah nilai bunga untuk mata uang dolar AS setara 23,56 miliar rupiah. Sehingga TELE mengalami gagal bayar utang sebesar 3,33 triliun rupiah.

Kasus gagal bayar perusahaan terjadi pula di PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang mengumumkan penundaan obligasi dengan nilai pokok 150 miliar rupiah dan jatuh tempo pada 7 Juli 2020 lalu. PT Kota Satu Properti Tbk (SATU) turut terjebak arus perusahaan mengalami gagal bayar. Mereka baru saja menyelesaikan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) pada 3 Juli 2020. Beruntung mereka dapat berdamai dengan 7 dari 8 kreditur dan diberikan kelonggaran penundaan kewajiban pembayaran selama 32 hari.

Sumber : CNBC Indonesia ['Hantu' yang Baru Gentayangan: Gagal Bayar, Rugikan Rp 49 T]

Lalu ada juga kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), yang sempat gagal bayar. Namun mereka akan bertanggung jawab dalam penyelesaian gagal bayar produk asuransinya. Mekanisme pembayaran pun akan dilakukan secara bertahap dengan tahapan awal akan mengembalikan polis yang memiliki nominal premi sebesar 50 juta rupiah.

Sumber : KataData [Sempat Gagal Bayar, Kresna Life akan Kembalikan Premi Secara Bertahap]
Solusinya?

Muncul pertanyaan di benak kita semua, apakah yang sebaiknya dilakukan para investor? Apakah mereka harus diam saja di tengah pandemi tanpa melakukan investasi? Sementara apabila investasi tidak dilakukan, tentunya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Oleh karena itu, ada baiknya investor berinvestasi pada perusahaan yang terbukti tangguh dan tidak ikut terseret tren gagal bayar Jiwasraya. Investor sebaiknya melihat dengan teliti track record dari perusahaan-perusahaan yang akan dijadikan target investasi.

Masih ada kok perusahaan finansial di Indonesia yang selamat dari jebakan Jiwasraya. Masih ada saham-saham yang layak diinvestasikan tanpa harus khawatir kena jebakan batman. Masih banyak produk reksa dana maupun asuransi yang menerapkan GCG yang baik. 

Lupakan Jiwasraya, Hanson, Bakrie, Kresna, Wanaartha, Asabri, Indosurya, Modernland, dan sederet perusahaan finansial yang memiliki manajemen keuangan buruk, kemudian memanfaatkan pandemi untuk berlindung dan mengatakan krisis karena pandemi.

Jika penulis adalah nasabah saham, reksa dana, asuransi di perusahaan-perusahaan tersebut, maka penulis akan segera memindahkan seluruh portofolio investasi ke grup-grup yang terbukti selamat dari jebakan Jiwasraya Cs.
Berinvestasilah yang aman kala pandemi di produk-produk investasi milik grup Sinar Mas (Wijaya), BCA (Salim), Mega (Chairul Tanjung), dan Artha Graha (Tommy Winata).

Itulah investasi tangguh kala pandemi.
Diubah oleh NegaraTerbaru 17-07-2020 12:10
moudyshivana
sherlywandari
diegofawzi
diegofawzi dan 2 lainnya memberi reputasi
3
978
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.