ribkarewangAvatar border
TS
ribkarewang 
Maaf Mama Aku Memilih Bunda


Part 1

Suara teriakan Papa dan Mama malam itu, menjadi hal yang paling kuingat. Bagaimana Mama pergi meninggalkan kami berdua. Yah, aku si kecil Erick. Saat itu umurku baru sembilan tahun.

Sejak Mama kerja dan bengkel Papa sepi, tiada hari tanpa pertengkaran. Selalu Mama pulang malam dengan alasan kerja. Dulu ... waktu Mama baru kerja, Papa selalu antar dan jemput, semua baik-baik saja. Tapi sejak dipindah ke kantor yang lebih besar dan punya mobil, Mama lebih sering membentak Papa.

Dulu ... tiap buka kulkas, ada kue atau salad atau apa pun makanan kesukaanku. Mama selalu masak makanan yang enak, walau hanya tempe atau telur. Mama bisa bikin nuget tempe atau stik tempe. Telur pun bisa didadar dengan mi, dan segala macam Mama buat untukku.

Tapi kini semua berubah, tak ada lagi makanan enak di meja makan. Pagi aku sarapan sereal. Siang kadang junkfood, atau Mama akan order makanan, karena Papa pun tidak bisa masak.

Banyak mengkonsumsi makanan tidak sehat, di usia ke delapan tahun, berat badanku mencapai 90kg. Saat Mama memutuskan pergi meninggalkan kami, Papa menjadi perokok berat, bahkan pemabuk. Sedangkan aku jadi anak gendut yang minderan.

Tak ada lagi canda yang terdengar di rumah kami. Mama memberikan aku ponsel baru, katanya biar mudah menghubungi. Lengkap dengan pulsa data, aku pun jadi bisa membuka youtube, main game online. Aku benar-benar tidak punya aturan. Papa juga tak peduli. Saat itu aku baru tahu kalau Papa dan Mama bercerai, tiap hari Minggu Mama akan datang menjemputku, itu pun kalau tidak sibuk dengan pekerjaannya.

Prestasiku menurun, tak ada lagi ranking satu, yang ada aku tambah pendiam, penyendiri dan ponsel adalah sahabat terbaikku. Game adalah nyawaku. Sampai datang Ibu guru baru, di kelas empat di ulang tahunku ke-10 tahun. Saat itu akhir semester mau kenaikan.

Ibu Farah mau datang ke rumah, katanya mau ketemu Papa. Aku hanya mengiyakan. Saat itu sore jam empat, Papa baru pulang dari bengkel. Rumah berantakan, sudah dua minggu pembantu harian kami tidak datang. Kata Papa, katanya tidak akan ada pembantu lagi.

Kulihat dari jendela ada motor matic masuk ke halaman, rumah kami tak ada pagarnya. Terkadang aku kira tamu padahal tetangga yang menumpang parkir. Saat itu pun aku mengira bukan tamu, tapi ternyata dugaanku salah.

"Assalamualaikum, Erick ... !" teriak Bu Farah sambil ketuk pintu. Aku tidak berani keluar, takut Papa marah.

"Waallaikumsalam," jawab Papa pelan. Aku hanya mendengar dari balik pintu.

"Farah!"

"Ardani? Kamu papanya, Erick?

"Kamu?" Kudengar Papa seperti kebingungan, akhirnya beranikan diri keluar.

"Papa, Bu Farah ini guru Erick di sekolah."

Mereka sama-sama tertawa, akhirnya aku tahu. Papa dan Bu Farah adalah teman SMA. Waktu itu orang tua Bu Farah dinas di kota tempat tinggal Papa. Hari itu untuk pertama kalinya aku melihat senyum Papa tampak ceria, akhirnya dibantu Bu Farah, kami bersih-bersih rumah.

Jam tujuh malam, rumah sudah rapi. Papa pesan makanan, kali ini kami makan sama-sama di meja makan.

"Rick, Tante Farah ini dulu tomboy sekali, selama di SMA mainnya selalu dengan, Papa, tapi saat lulus langsung ilang tidak ada kabar," kata Papa dengan suara ketus, tapi terdengar bahagia.

"Bukan begitu, Ar. Aku harus segera pindah, hari itu semua tampak kacau. Jangankan mau pamit sama kamu, mau ke sekolah saja tidak bisa. Sudahlah, yang penting kan sekarang ada kabarku?" jawab Bu Farah dengan senyum manisnya.

Untuk pertama kalinya sejak Mama pergi, aku mendengar ada canda dan kehangatan di rumah kami. Sejak hari itu, aku pun mulai diberi aturan pegan ponsel. Papa mencari catering bulanan yang masakannya enak dan bagus. Kadang Bu Farah sesekali memasak untuk kami.

Sedangkan Mama semakin jarang datang, sudah dipindah ke kantor pusat, dengan alasan beda kota dan jauh. Sebulan sekali jenguk, itu pun paling hanya dua jam. Sedangkan Papa sudah jarang minum, entahlah kedatangan Tante Farah semakin membuat Papa banyak berubah.

Tiap jumat, Papa akan mengajakku ke masjid dan sekarang Papa menyuruhku untuk kembali mengaji. Tiap minggu kami bertiga akan olah raga pagi atau sore.

Empat bulan berlalu, aku bukan lagi Erick si gendut, atau si penyendiri. Banyak perubahan terjadi atas Papa juga aku. Sejak Papa rajin sholat, belajar masak dan lebih memperhatikanku. Bengkel Papa pun makin ramai, keuangannya mulai membaik. Bisa membeli motor baru.

Kenaikan kelas dan ulang tahunku, Papa mengutarakan maksudnya menikahi Bu Farah. Gadis yang telat nikah kata Papa. Umur Papa dan Tante Farah sama 33tahun. Sebenarnya Bu Farah cantik, banyak lelaki yang pernah melamarnya.

Hanya rasa kecewa pada lelaki yang pernah melamar, dan pernah menjadi tunangan. Tapi meninggalkannya demi wanita lain, membuat Bu Farah tidak mau mengenal lelaki lagi.

Aku senang dengan keputusan Papa, mengenal Bu Farah membuat hidupku sebagai anak, benar-benar menjadi anak. Bukan anak yang dipaksa dewasa, seperti permintaan Mama dan Papa.

Hari ini Mama menelpon, katanya ingin mengajakku liburan satu minggu dan tinggal di apartemennya. Sepertinya Mama sudah dengar kabar kalau Papa mau melamar Tante Farah.

Sudah dua kali Mama bertemu Tante Farah, wajah Mama selalu terlihat kesal.

"Mbak Sonya, silahkan diminum," tawar Tante Farah kala itu. Mungkin Mama kesal, karena di bekas rumahnya ada wanita lain, bahkan belum jadi istri sah mantan suaminya. Tapi sudah dekat dengan anak dan papanya.

Saat Mama curiga kalau Papa dan Tante Farah berbuat aneh-aneh. Selalu kubilang, Tante Farah tidak pernah menemui Papa berdua saja. Bahkan sejak kenal Tante Farah, aku kembali mengaji dan Papa tidak pernah mabuk lagi, Mama hanya diam. Tapi raut mukanya makin kesal.

"Erick, kamu jangan nakal ya. Mama kan sibuk, selama satu minggu di sana kalau bosan nanti telepon Papa atau Tante Farah ya? Kalau mau pulang, kasih tau Mama," kata Papa saat aku mulai packing baju. Sebenarnya aku enggan. Tapi Tante Farah bilang, tidak boleh menolak Mama.

Kemarin Tante Farah bercerita tentang perjuangan seorang Ibu saat melahirkan. Saat membawa anaknya selama sembilan bulan dalam perutnya, ah, andai Mama yang bercerita seperti itu.

Tanpa sadar aku memeluk Tante Farah, yah, aku rindu dipeluk atau memeluk. Aku menangis, rasanya senang diperhatikan oleh Tante Farah. Papa yang melihatku sepertinya senang, tapi ada sesuatu yang aneh, Papa seperti kelilipan matanya, langsung pergi ke dapur.

"Erick ... Erick!" teriak Papa mengagetkanku.

"Ya, Papa ...."

"Ingat pesan Papa, itu Mama kamu sudah datang." Tanpa rasa malu, langsung kupeluk Papa, membayangkan satu minggu tak bertemu Papa. Entah kenapa aku menangis, seakan aku mau ikut Mama selamanya.

Bersambung
Diubah oleh ribkarewang 07-07-2020 14:09
tantinial26
pulaukapok
sormin180
sormin180 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.2K
9
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.