Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

vumloAvatar border
TS
vumlo
Hong Kong: Perjuangan yang Sia-sia?
Suka tidak suka, Beijing bersikeras mendirikan "kantor keamanan" di Hong Kong. Kekalahan paripurna para demonstran pro-demokrasi?

Aktivis pro-demokrasi di Hong Kong butuh waktu kurang dari 1 jam setelah lolosnya Undang-undang Keamanan Nasional untuk terjun ke jalan-jalan. Butuh kurun waktu yang sama pula bagi Hong Kong Police Force, angkatan kepolisian negara-kota itu, untuk menangkap mereka. Kini para aktivis itu didakwa dengan undang-undang yang baru saja mereka protes.

Tapi kenapa undang-undang ini begitu menggemparkan? Bukankah warga Hong Kong telah menghabiskan lima hingga tujuh tahun terakhir melawan Beijing dan Partai Komunis Cina? Kurang apa suguhan demonstran-demonstran Hong Kong, serbuan mereka ke bandara, hingga aksi boikot produk Cina yang berseliweran di layar kaca?

Disitu, saya rasa, terletak masalahnya. Perjuangan warga Hong Kong yang telah berlangsung sekian lama terasa sia-sia. Malahan, bisa dikatakan bahwa bentuk perlawanan apapun yang diluncurkan aktivis-aktivis pro-demokrasi hanya bisa mengompor-ngompori Beijing untuk meningkatkan derajat represinya.

Hong Kong: Perjuangan yang Sia-sia?


Kita sama-sama tahu bahwa Cina sanggup melakukan hal itu. Secara ekonomi, tidak ada gempuran berarti yang dirasakan Cina. Lalu lintas perdagangannya dengan Amerika Serikat dan Eropa sejauh ini aman-aman saja. Malahan Cina yang mahir menggunakan daya belinya untuk “menghukum” negara-negara yang menolak untuk patuh pada kehendaknya.

Dengan kata lain, Cina sama saja diberikan izin untuk berbuat sekenanya di Hong Kong. Toh dunia internasional tidak memberi tanggapan yang berarti. Amerika Serikat, yang biasanya turun tangan jadi polisi dunia, sempat bungkam seribu bahasa. Pelbagai negara yang tergabung di Uni Eropa juga “hanya” memberikan peringatan bagi warga mereka untuk menghindari titik-titik demonstrasi di sekujur Hong Kong.

Semua negara, kecuali Britania Raya. Kerajaan Inggris menawarkan kewarganegaraan bagi penduduk Hong Kong dibwah rubrik BNO, yakni status British National (Overseas). Apabila pengajuan BNO mereka diterima, warga Hong Kong berhak bekerja atau belajar di Inggris selama lima tahun. Setelahnya, warga Hong Kong diberikan keleluasaan untuk mengajukan hak tinggal permanen, yang lalu bisa dilanjutkan dengan menjadi warga negara Inggris secara penuh.

Inggris memang memberi perhatian khusus pada mantan jajahannya itu. Salah satu dasar bagi sistem hukum yang berlaku di Hong Kong adalah Sino-British Joint Declaration yang diteken paa 1984. Dalam kesepakatan itu, Inggris mengembalikan kedaulatan Hong Kong ke Republik Rakyat Cina, dengan jaminan bahwa Cina tidak memaksakan perubahan apa-apa pada tatanan sosial dan politik Hong Kong.

Deklarasi ini pula yang melahirkan istilah “One Country, Two Systems”. Hong Kong bahkan mendapat tempat khusus di Cina, karena sistem hukumnya yang meminjam common law-nya Inggris dan sektor perbankan Hong Kong yang maju membuatnya tak tergantikan sebagai gerbang investasi di Cina Daratan. Untuk beberapa waktu, Hong Kong turut menikmati kemakmuran ini.

Walau demikian, tatanan ekonomi Cina telah banyak berubah. Perusahaan-perusahaan multinasional tidak lagi mendirikan kantor mereka di Hong Kong, tapi di Beijing dan Shanghai. Jika pada saat pengembalian kedaulatan, yakni di tahun 1997 Hong Kong berkontribusi pada 15% PDB Cina, sekarang pulau itu hanya menyumbang tiga persen dari aktivitas ekonomi di Cina.

Ini menjelaskan banyak hal. Dulu, Cina enggan mengusik Hong Kong karena hal itu akan berdampak secara signifikan ke ekonomi Cina secara keseluruhan. Sekarang Cina adalah negara adidaya, dengan kota-kota yang tumbuh tidak kalah cepatnya. Shenzen yang berada tepat di pekarangannya Hong Kong bahkan menjadi tujuan investasi yang jauh lebih menggiurkan, dengan biaya hidup dan UMR yang lebih rendah.

Ini bukan berarti bahwa Hong Kong jatuh miskin, tapi jelas kota itu geraknya kalah gesit dengan kota-kota Cina yang lari berderap.

Hong Kong mulai usang.Warga Hong Kong tahu itu. Kemarahan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai penindasan Cina menyelubungi kebencian mereka terhadap elit-elit kota mereka sendiri, yang telah memerintah kota itu selama dua dekade tanpa perkembangan yang berarti.

“Pearl of the Orient” adalah nama yang disematkan avonturir-avonturir interbellum Eropa yang melihat pada dirinya sesuatu yang tidak ada di Cina sisanya: kemakmuran dan keteraturan.

Kala itu, perang masih berkecamuk di Cina. Sepanjang Sungai Yangtze, para panglima perang tanpa henti menumpahkan darah saudara sebangsa mereka. Wabah dan kelaparan merajalela. Dibawah tekanan negara-negara adidaya Eropa (dan Jepang), kaisar-kaisar Manchu melego wilayah-wilayahnya. Hong Kong adalah salah satu wilayah Cina yang hilang di era yang kelam ini.

Tapi kini Cina telah bersatu, sebaris dan padu dibawah komando para pewaris Mao. CIna yang baru melihat dirinya sebagai negara adidaya yang sedang bangkit, yang akan kembali menduduki tahta mereka dalam lintasan sejarah.

Hong Kong, sayangnya, adalah kerikil kecil yang merintangi ambisi itu.

apollion
nomorelies
Akong.Cinconk
Akong.Cinconk dan 3 lainnya memberi reputasi
2
827
9
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
79.3KThread11.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.