Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Buku
  • Part 1. Pain From Novel After Today By Novitasari

novitasari94Avatar border
TS
novitasari94
Part 1. Pain From Novel After Today By Novitasari

Part 1. Pain From Novel After Today By Novitasari
Design cover pribadi


Part 1. Pain_ From Novel •After Today• By Novitasari



“Yeay!” riang gadis bernetra biru laut sambil berjingkrak-jingkrak melambaikan kertas ujiannya pada sang ibu.

Gadis bernama Dashyta itu langsung menubruk tubuh ringkih ibunya, yang dibalas pelukan tak kalah erat. Keduanya berlalu dan berjalan menyusuri bangunan-bangunan di sekitar. Mereka berhenti di resto Tour d A'rgent. Memesan tempat duduk dan saling bercerita penuh semangat. 1 jam berlalu, ibu dan anak itu sudah melanjutkan perjalanannya menuju perumahan elit di kawasan Arrondissement ke-7.

Daddy aku mendapat nilai 9,8 di semua mata pelajaran, Dad. Daddy senang, kan?” tanya Dashyta dengan ceria, seraya memberikan kertas yang ia bangga-banggakan sedari tadi.

“Dasar anak bodoh! Seharusnya kau mendapatkan nilai sempurna, bukannya 90 koma. Itu artinya ada 0 koma 2 kemungkinan orang lain akan menghinamu,” pungkas ayahnya, “dasar anak lamban! Siput pun tak selamban dirimu kepar*t!” sambungnya sambil mendorong bahu berseragam SD itu.

Shareen langsung menahan punggung anaknya dari belakang. Merengkuh bahu bergetar itu dengan napas memburu. Matanya berkilat marah, tapi sebisa mungkin ia redam demi buah hatinya. Ia masih waras untuk tidak berkelahi bersama suami yang bernama Danathe itu.

Your Daddy really love you, Babe. Please don’t cray my Honey,” lirih Shareen sambil mengusap air mata Dashyta yang belum juga berhenti.

“Seburuk itukah aku di matamu, Dad?” suara Dashyta tercekat, begitu pedih saat semua kenangan buruk yang ia alami selama 7 tahun ini. Ia merindukan kasih sayang ayahnya. Ayah yang selalu ia pamerkan pada teman kanak-kanaknya. Kini, seolah dua orang asing yang tak saling mengenal.

“Kau bukan anakku!”

Dashyta meremas dadanya nyeri. Mendengar kata-kata keramat itu yang lagi-lagi ia dengar. Danathe berjalan ke luar dengan sempoyongan akibat mabuk seharian ini. Shareen mengeratkan rengkuhan pada anaknya. Bergumam jika semuanya baik-baik saja, tapi tak dihiraukan oleh Dashyta. Ia kembali menangis dengan sangat deras. Namun, kali ini tanpa isakan. Tatapannya kosong menatap ke depan, seolah memori indah terputar di sana. Saat semuanya masih dalam suasana hangat keluarga.

“I love my old daddy, Mom,” suaranya melemah dan seketika ambruk kehilangan kesadaran.

❤️❤️❤️


Detik menit telah berlalu, suasana di kediaman keluarga Dashyta begitu tegang. Di ruang tamu terlihat sepasang suami istri tengah berdebat, meski didominasi oleh Danathe suaminya. Shareen hanya menangis kecil kala mendapat perlakuan kasar yang terus dilayangkan pada tubuhnya.

“Kemarikan uangmu dasar Jal*ng sial*n!” teriak pria paruh baya dengan mata memerah.

Mendengar teriakan itu, membuat gadis kecil berumur 12 tahun menutup kedua telinganya sambil menggigit bibir bawah. Ia bergetar hebat, menelungkupkan wajah di antara sepasang lututnya. Menangis terisak tanpa bisa ia cegah, sampai tak menyadari ada sosok penuh amarah yang menatapnya berang.

“Sini kau anak tak tahu diuntung!” Ditariknya rambut hitam milik sang anak, dan menyeret tubuh mungil itu tepat di samping istrinya. “Jangan menangis bocah cengeng. Telingaku sakit mendengar rintihan cemprengmu itu!”

Gadis bernetra biru laut itu memandang sang ayah, ia memegangi pipi kirinya atas tamparan yang sangat keras dari ayahnya. Ia terisak penuh rasa sakit dalam dada. Saat lagi-lagi tamparan ia terima di pipi kanannya. Kali ini ia tak bisa menyembunyikan tangisn, pecah sudah isakan kecil yang berubah raungan. Meraung pedih dan menarik ujung celana bahan pria di depannya.

“Daddy please. Berhenti kasar sama Mommy. Pukul aku, don’t Mommy, Dad. Please,” mohon gadis bernama Dashyta itu. Ia masih berusaha menenangkan sang ayah. Meski usahanya selalu sia-sia.

“Berhenti jadi bocah tengik yang lemah, Savage!” Danathe mendorong bahu Dashyta dan melepas cengkeraman di kaki kanannya.

Dashyta beringsut menjauh, dengan tubuh bergetar. Shareen yang melihat itu langsung berdiri dan menampar sang suami. Ia tak bisa menahan semuanya lagi. Sudah cukup semua kesabaran selama 7 tahun ini ia paksakan. Nyatanya, Danathe tak pernah bisa berubah sedikit pun.

“Pukul aku, pukul! Kalau itu bisa membuat kegilaanmu berhenti. Jangan pernah menyentuh putriku bedeb*h kurang ajar!” Shareen kembali menampar pipi Danathe. Namun, netra biru laut pria itu semakin memerah. Seperti menahan luka, tapi ....

“Berani-beraninya kau menamparku Jalang licik, hah? Dashyta, go away right now!”

No! Sebelum Daddymelepaskan Mommy terlebih dulu,” bantah Dashyta yang sudah merangkak dan kembali bersimpuh di kaki ayahnya. Danathe melirik sekilas, lalu dengan kasar ia mendorong tubuh kecil anaknya hingga terjungkal beberapa langkah.

Right now!”

Setelah mendapat teriakan dari sang Ayah kembali, Dashyta dengan tak rela melangkah keluar, kala melihat tatapan memohon dari ibunya. Ia berlari sekuat yang bisa. Melupakan jika kakinya tanpa alas. Terus berlari hingga merasa sudah mulai aman. Di sini, di tepi sungai ia duduk terkulai lemah di bawah pohon rindang.

Sementara itu, di dalam rumah orang tuanya terjadi keributan yang jauh lebih besar. Kondisi tengah malam, membuat semuanya tak peduli satu sama lain. Terlebih di rumahnya dipasang kedap suara. Danathe berlari ke arah ruang tengah dan mencari sesuatu dari sana. Beberapa detik ia celingukan, sampai benda kecil nan tajam itu menghampiri penglihatannya. Tanpa keraguan, pria tersebut menyambar gunting dan berjalan setengah berlari ke arah istrinya.

“Jadi, ini maumu, hah? Terbunuh di tangan suamimu sendiri, bukan di pelukan selingkuhanmu itu?” Jambak Danathe yang membuat Shareen langsung mendongak.

“Aku tidak mengerti apa yang kau maksud, Bangs*t! Berhenti mengancam dan lakukanlah semaumu,” jeda Shareen, “tapi ingat, ada gadis tak berdosa yang telah kau hancurkan fisik dan sikisnya, Danathe!” Sharren mengerang saat lengan kirinya kena cubitan tajam itu.

Berengs*k!


❤️❤️❤️


Seorang pemuda yang baru saja keluar dari gedung fakultasnya, merogoh kunci dari dalam tas dan menjalankan mobil sport mewah berwarna navi menuju tempat peristirahatannya. Namun, sebelum itu, ia singgah di salah satu resto kesukaannya. Berjalan melewati ruko-ruko yang masih buka, tapi seketika ia menghentikan langkah saat ada suara gerasak-gerusuk tak jauh dari sana.

Dengan rasa penasaran, pemuda berbadan tegap itu menelusuri tempat, hingga melihat sesuatu meringkuk di bawah pohon rindang. Kakinya terus melangkah, hingga tepat berada di depan sosok gadis kecil.

Are you ok?”

Matanya melebar kala mendapat tangkisan dari gadis kecil yang justru kian merapatkan dirinya pada batang pohon. Seorang gadis berusia 12 tahun yang ia temui di tepi sungai Siene Paris Prancis yang sedang menangis ketakutan dan meringkuk di bawah pohon rindang. Sepasang mata biru laut itu mampu menggetarkan hatinya yang tak pernah ia rasakan selama 18 tahun hidup di dunia ini. Sebuah perasaan yang tanpa bisa ia kendalikan mampu merobek benteng besi dalam dirinya. Hanya pada sosok itu, sosok gadis dengan seragam SMP yang masih melekat pada tubuh mungilnya.

Ingatkan, jika ia bukanlah pedofilyang menyukai gadis di bawah umur di depannya ini. Merasa bingung harus melakukan apa, akhirnya pemuda itu hanya duduk diam sambil menunggu tangisan gadis berkulit putih berhenti dan mau ia ajak bicara nanti. Entah mengapa, melihat isakan memilukan itu saja, mampu membuat dadanya berdenyut nyeri. Dengan gerakan ragu-ragu ia mendekat dan menepuk pundaknya.

Hei please speaking. Are you ok? Tenanglah, aku tak akan menyakitimu.” Mata biru lautnya masih mengalirkan air mata dengan deras. Ia sesegukan tanpa mampu menghilangkan rasa takutnya. “What’s your name? My name is Vannrino, but call me Ino for you.”

“D—dashy—ta.”

Suasana tak secanggung tadi. Meski gadis kecil yang memperkenalkan dirinya masih terus menjaga jarak dengan Vannrino, baginya itu bukan masalah. Selama tetap bisa menatap si pemilik netra biru laut, yang sayangnya begitu membuat ia terpaku, sampai lupa akan tujuan awal datang ke daerah itu. Mereka berhenti di salah satu ruko pakaian lengkap di sekitar situ, tanpa berlama-lama, Vannrino langsung masuk dan mengambil beberapa jenis sepatu dan pakaian.

“Pilih dan pakailah kalau kau ingin pulang dengan selamat,” titah Vannrino yang tak direspons Dashyta.
Merasa tak juga ditanggapi, Vannrino langsung menyuruh pelayan wanita untuk menunjukkan ruang ganti.

Menunggu 10 menit dengan menyibukan diri bersama ponselnya, Vannrino menaikan tatapan, saat melihat sosok gadis dengan dress dan sepatu yang begitu cocok di tubuh Dashyta. Sementara gadis itu memalingkan wajah, kala mendapat tatapan intens dari satu-satunya pemuda yang pernah menolongnya.

“Pakai ini biar gak dingin.” Disampirkan jaket berbulu di pundak Dashyta dengan lembut. Sebuah perlakuan yang sangat asing bagi gadis berparas ayu itu.

Setelah membayar, mereka meneruskan kembali perjalanannya dengan mobil Vannrino. Tiba di kawasan perumahan elit Arrondissement ke-7. Dashyta memasuki rumah, diikuti Vannrino di belakang yang menolak pulang sebelum memastikan gadis itu aman.

Seketika kedua mata mereka membola melihat isi rumah tersebut bak kapal pecah, serta potongan rambut terserah di lantai. Dashyta menyisir pandang, ia panik melihat Shareen terkulai lemah di sudut kulkas. Tak mau membuang waktu ia pun berlari, beruntung kakinya kali ini memakai alas.

Mommy, wake up right now!”

Dashyta menatap nanar ibunya yang sudah digendong oleh Vannrino ke kamarnya. Ia merunduk dan memeluk erat tubuh rapuh Shareen. Bulir hangat itu kembali mengalir dari sudut netranya. Kepalanya terus memutar memori-memori segala penderitaan orang terhebat dalam hidup Dashyta. Mengabaikan Vannrino yang menatap iba pada mereka berdua.


❤️❤️❤️


Bulan telah berganti tahun, kehidupan Dashyta mulai berwarna saat kehadiran satu-satunya pemuda bernama Vannrino sedang membelikan ice cream. Ia mengembangkan senyum, kala mengingat awal mula perjumpaan keduanya. Dashyta mengalihkan pandangan pada seseorang yang diam-diam mulai mencuri hatinya yang belasan tahun telah terkunci.

Thanks, my Ino.” Senyum Dashyta mengembang saat Vannrino mengusap halus pipi, kemudian mengacak rambutnya. Hal yang membuat gadis itu mengerucutkan bibir ranum merah mudanya.

“Jadi apa jawabannya, Babe?” Seraya mengusap ujung bibir Dashyta yang terkena lelehan ice cream, langsung membuat tubuh Dashyta menegang dan terdiam beberapa saat. “Napas dong, Babe. Kamu gak lagi lomba nahan napas, kan?” kekeh Vannrino yang langsung mendapatkan sikutan di perut kotak-kotaknya.

“A—aku—“

“Aku hanya gugup di sentuh pria setampan kau Ino-ku, itu bukan yang ingin kau katakan?” goda Vannrino yang mendapat injakan di sepatu futsalnya. Sukses membuat ia mengaduh dan menepuk-nepuk sepatu bekas ijakan Dashyta.

“Jangan terlalu percaya diri, Mr. Vann. Kau hanya—” Mata Dashyta meruncing dan menghentikan ucapannya. Vannrino yang tak mendengar suara berisik Dashyta pun menoleh, lalu mengikuti arah pandangnya. Alis lebat Vannrino mengerut, terus mengingat flat mobil mewah yang sedari tadi ditatap oleh Dashyta.

“Kayak kenal,” gumam Vannrino yang langsung mendapat tatapan tajam dari gadis di sebelahnya. Membuat ia semakin bingung atas tatapan berbeda dari Dashyta yang baru kali ini ia lihat. “Kau—”

“Katakan siapa pemilik mobil itu, Vannrino!”

Dashyta berteriak histeris dan memegangi kepalanya. Vannrino semakin panik melihat Dashyta yang berubah total, ia langsung memeluk erat tubuh mungil gadis itu. Mengusap punggung dan menggumam bahwa tak ada hal buruk di depannya nanti. Meski ia sendiri sangat bingung atas apa yang ia saksikan sekarang.

Calm dear. Everything will be alright.” Vannrino mempererat pelukannya, berharap hal itu bisa membuat gadisnya sedikit tenang. Karena sungguh, hatinya bak diremas sembilu. Melihat pemandangan menyesakan ulu hatinya.


❤️❤️❤️


Sepasang netra biru lautnya menatap awan di balik rembulan dengan pandangan kosong. Selintas kejadian tadi sore datang di antara bayang-bayang gemintang. Tak terasa, setetes air dari sudut matanya terjatuh. Ia memegang dada yang sangat sesak kala melihat sang ibu bersama pria lain yang jelas bukanlah ayah kandungnya.

Why, Mom?” isak Dashyta dengan tubuh bergetar, ia sudah tak sanggup menahan rasa perih yang menyelinap masuk ke dalam relung hati. Tangisan yang mulanya kecil, sekarang terdengar begitu menyayat hati sosok berwajah ayu lain di depan pintu kamar anaknya.

I’m so sorry, Babe.” Shareen membekap mulutnya dengan tercekat. Ia berbalik dan menyisakan kesedihan di antara dua wanita berbeda usia itu. Sungguh, bukan ini tujuan hidupnya. Namun, semua hal di luar kendali, sampai ia mengetahui bahwa mutiara hatinya tengah terluka atas apa yang ia lakukan hari ini.

“Maafkan Mommy,Sayang.” Diusapnya air mata di pipi, lalu menutup pintu kamar dan merosotkan tubuh di lantai, tepat di balik pintu.

Tanpa saling menyadari, di ruang tengah ada mata biru laut yang memandang kepergian istrinya dengan datar. Ia tertawa miris dan membanting lampu duduk di sampingnya, sehingga menimbulkan suara yang teramat nyaring. Dirasa belum mampu meredam amarahnya, Danathe berbalik dan menuju pintu, lalu mebukanya.

“Daddy!”

Jantung Danathe berdegup kencang, saat teriakan pedih menyeruak di telinganya, tapi bukan hanya itu. Netra letihnya memandang sepasang lengan mungil melingkari pinggangnya dari belakang.

I know, Dad. I know. Please don't leave me anymore. Settle on Dad, at least for my sake.” Dashyta menenggelamkan wajah pada punggung tegap ayahnya.

Don’t touch me, anak lemah!”

Dashyta menangis sejadi-jadinya, kala Danathe menghempaskan kedua lengan dan membuatnya terjerembab di atas lantai. Nyatanya, sang ayah belum bisa menerima dirinya lagi. Suatu hal yang begitu menyakitkan. Meremukan segala angan yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Angan bersatu dengan pria paling berharga dalam hidupnya, mengabaikan rasa nyeri di fisik yang selalu Danathe berikan. Lagi-lagi, malam ini pun dihiasi tangisan dalam rumah mewah itu. Tak ada lagi senyuman atau kebahagiaan utuh, bahkan berkhayal pun seperti dosa terlarang bagi Dashyta.


❤️❤️❤️


Udara sore hari begitu menyejukan dua insan yang sedang berjalan di mall Pierre Herme Paris. Vannrino mengikuti arah pandang gadis di sampingnya, lantas tersenyum mengecup puncak kepala Dashyta gemas. Ia pamit dan berusaha mencari sesuatu yang diyakini menjadi keinginan Dashyta untuk memilikinya. Sementara Dashyta hanya mengangguk, dan mengembangkan pipi yang sudah merah merona mendapat perlakuan berani dari teman dekatnya itu.

Dashyta menatap ke sekeliling dengan perasaan was-was, takut jika bertemu dengan pria kasar yang akan berurusan dengannya. Beruntung karena selama menunggu tak ada satu pun orang yang mendekati. Meski sedikit merasa keanehan, tapi ia langsung menepis segala prasangka tersebut, hingga sebuah pemandangan yang membuat dadanya berdesir aneh untuk pertama kali. Dashyta mengepalkan tangan kuat, lalu tanpa ragu melangkah menuju dua insan berlainan jenis di dekat toko perhiasan. Napasnya memburu, menahan gelenyar asing yang kian merambat di sekujur pembuluh nadi, sampai tepat pada radius 1 meter dari mereka.

Are you kiding me?” tanya Dashyta seraya menoleh sosok wanita cantik yang baru saja mencium pipi Vannrino. “Apa kalian sedang berjalan-jalan sampai lupa mengabari dan menyuruhku pulang lebih dulu.” Dashyta langsung berbalik dan keluar dari salah satu pusat perbelanjaan itu.

Are you crazy,Vann. Kau memacari seorang bocah SMP? Apa pesonaku masih kurang cukup untuk memikatmu, Vann?” geram gadis bernetra coklat karena seorang gadis kecil telah mengganggu aktivitasnya

"Itu bukan urusanmu, Victoria!” sentak Vannrino, lalu berlari mengejar Dashyta yang sudah lebih dulu membuka pintu kaca keluar mall.

Dashyta terus berlari dan mengabaikan tatapan heran dari semua pengunjung. Baginya, pulang dengan cepat adalah tujuan ia saat ini. Terdengar panggilan dari Vannrino juga ia hiraukan, ia tak suka dalam posisi seperti ini. Posisi yang membuatnya harus memilih, antara hati dan logika.

Di saat Dashyta sibuk dengan pemikirannya, dari arah samping ada sebuah motor sport berwarna merah melaju kencang, hingga ....

“Dashyta!”


••• To be continue •••

2.315 kata


Sumber:
Dokumentasi & imajinasi pribadi
kiyazm
kiyazm memberi reputasi
1
702
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
BukuKASKUS Official
7.7KThread4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.