Krisis di Indonesia makin bertambah saja, dari krisis keadilan, krisis ekonomi, krisis hukum hingga menjalar pada krisis ideologi. Maka lahirlah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP), disini ada penekanan ideologi yang masih berada di wilayah abu-abu.
Sebelum lanjut ke pembahasan tentang hal itu, bolehlah kita dengar lagu dari musisi legenda Iwan Fals dibawah ini. Sambil dengerin musik sambil membaca biar lebih asyik ya ga sih.
Ketika DPR berteriak tentang HIP sepertinya Pancasila dianggap kurang sakti maka harus di lindungi oleh HIP, saya tak akan bicara isi secara keseluruhan karena bisa di cari sendiri ya gan apa saja isi lengkap dari RUU HIP yang digagas oleh Partai PDI Perjuangan di DPR.
Apakah gagasan itu bagus? Yup secara keseluruhan tak ada yang salah, terlihat saat ini Pancasila sebagai ideologi negara hanya sebagai hiasan semata. Walau dari masa lalu program PMP, P4, PPkn sudah diajarkan namun lihat hasil akhirnya tak ada yang nyangkut di lapisan masyarakat yang majemuk, apalagi terhadap moral pejabat yang suka bejad.
Korupsi merajalela, siapa yang punya uang dialah yang berkuasa. Kasus Marsinah, Munir, Widji Tukul dan lainnya tak pernah ada titik terang. Jadi sama saja bukan dengan sekarang, apa yang berubah?
Bagi ane pribadi "Tidak ada" hanya berubah peta perpolitikan saja, sedang gaya pemerintahan tidak menyentuh sektor yang sangat penting. Yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari dulu hingga kini masalah moral, masalah akhlak, masalah keyakinan terus saja menjadi polemik. Kita selalu digiring untuk berseteru, dari masa lalu ketika para pemuda merumuskan kemerdekaan tidak satu suara ada saja sosok-sosok idealist yang akhirnya dibungkam. Salah satunya Tan Malaka, yang dianggap tak punya andil besar akan kemerdekaan negara ini, jejak sejarahnya ingin dihapus dari negeri ini karena berbau-bau PKI.
Hal ini yang menjadi polemik ketika HIP ini hadir langsung dihadapkan dengan hal-hal yang berbau PKI, tidak adanya catatan tentang TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme. Membuat Pancasila yang akan didukung akan menjadi ideologi yang sekuler bahkan cenderung kepada ajaran Marhaenisme yang kiblatnya Marxis.
Pemikiran Nasakom bisa saja kembali berkumandang, ketika Trisila menjadi acuan dan Eka Sila perwujudan dari neo komunisme. Eittss ini yang harus kita bongkar apakah benar seperti itu.
Quote:
Mengutip dari kedua konsep tersebut termaktub dalam Bab II Pasal 7 yang berbunyi:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Ketika melihat ini, memang gagasan ide ini berkaitan dengan sosial, nasionalis dan agamis. Lalu gotong royong ini sering dipakai jualan oleh PKI, namun yang sebenarnya terjadi Trisila dan Eka Sila merupakan gagasan Sukarno dan tak ada yang menentangnya. Namun yang menjadi dasar akhirnya tetap Pancasila.
Quote:
Berikut kutipan pidato Sukarno yang dimuat dalam Risalah Rapat BPUPKI tentang Trisila dan Ekasila setelah menyampaikan 5 gagasan tentang dasar negara pada 1 Juni 1945.
Saudara-saudara, "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inilah Panca Darma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Apa lagi yang lima bilangannya?
(Seorang yang hadir: Pandawa Lima)
Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa saya, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (peserta rapat tepuk tangan riuh).
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu?
Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalism .
Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan. Saya peraskan pula menjadi satu: inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga, socio-nationalism, socio-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi Barang kali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini , dan minta satu-satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemiko yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". Negara Indonesia yang kita dirikan Negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong ! (Peserta rapat tepuk tangan riuh-rendah )
"Gotong Royong" adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari "kekeluargaan ", saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong -royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karya, satu gawe.
Marilah kita menyelesaikan karya-gawe‚ pekerjaan‚ amal ini‚ bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan tulang bersama‚ pemerasan keringat bersama‚ perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua‚ keringat semua buat kebahagiaan semua∙ Ho‐lopis kuntul‐baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong‐royong! (Tepuk tangan riuh-rendah ).
Prinsip gotong royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya‚ antara yang Islam dan yang Kristen‚ antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia∙ Inilah‚ saudara ‐saudara‚ yang saya usulkan kepada saudara-saudara.
Pancasila menjadi Trisila, trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? isinya telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini adalah prinsip untuk rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara! Tidak!
Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama yang dapat menjadi realiteit. Jangankan buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Quran, Zwart op wit (tertulis di atas kertas ), tidak dapat menjelma menjadi realiteit sonder perjuangan manusia yang dinamakan umat Islam.
Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma sonder perjuangan umat Kristen.
Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardighead, ingin hidup sejahtera dan aman, dengan ketuhanan yang luas dan sempurna, jangan lupa akan syarat untuk menyelenggarakan ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan.
Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila.
Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil risiko, tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudra yang sedalam-dalamnya.
Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobat-kobar dengan tekad "Merdeka, merdeka atau mati!" (tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan krikitik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap verschrikkelijk zwaarwiching itu. Terima kasih!
Terbukti apa yang dituduhkan oleh mereka yang mengatakan HIP ini manifestasi dari PKI nampak konyol, ketika berkata Trisila dan Ekasila bagian dari PKI itu sama saja menuduh "Sukarno PKI" mari berfikir secara terbuka, apa karena "Kartosuwiryo" di bungkam di era Sukarno maka ada pihak-pihak yang hingga kini meradang tak senang?
Lalu apa bedanya dengan kasus Tanjung Priok? Menurut opini saya RUU HIP adalah bentuk penghormatan terhadap Sukarno,pertanyaanya masihkah menganggap Sukarno itu berjasa untuk negara atau Sukarno tak dianggap karena sosok dibalik layar yang menumpas DI/TII dan banyak pemberontakan lainnya hilang dari nusantara?
Apalagi ada perbedaan pendapat hari lahir Pancasila dimana saat ini dianggap 1 Juni 1945, namun secara resmi Pancasila lahir 18 Agustus 1945. Tapi perlu di ingat Piagam Jakarta lahir pada 22 Juni 1945, ada butir di sila pertama di mana pihak agamis yaitu Islam harus menurunkan ego agar hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan Syariat Islam.
Pancasila memang lahir penuh perdebatan, tapi ketika sudah menjadi dasar negara. Para pemimpin banyak yang tutup mata, bahkan hafalan Pancasila di kalangan Pejabat negara saja saat ini banyak yang amnesia.
Apalagi untuk dijadikan tuntunan bernegara? Jadi HIP menurut saya buang-buang waktu saja. Menghormati Sukarno banyak cara lain daripada memperjuangkan HIP. Yang diperjuangkan itu adalah isi dari butir Pancasila lebih pas untuk saat ini.
Mari kita diskusi dengan bijak, terkadang politik memang tak bisa menyenangkan banyak pihak harus ada yang tergusur dan tersungkur. Salam, saya c4punk see u next thread.
"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2020
referensi : klik, klik,klik, klik
Pic : google