dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Diskriminasi terhadap Penganut Agama Leluhur Masih Tinggi
Diskriminasi terhadap Penganut Agama Leluhur Masih Tinggi
Tiara Sutari, CNN Indonesia | Kamis, 04/08/2016 14:51 WIB
Bagikan :    


Ilustrasi (Thinkstock/Mykola Velychko)



Jakarta, CNN Indonesia -- "Saya sangat sedih dan stres. Kami tidak bebas menuliskan agama kami yang sesungguhnya pada surat-surat pribadi."

Pernyataan tersebut diutarakan Aminah (bukan nama sebenarnya). Ia adalah seorang perempuan yang menganut kepercayaan Tolotang. Kepedihan yang kerap dialaminya saat mengurus administrasi kependudukan membuatnya tertekan.


You may also like


Nasib serupa juga dijalani Dewi Khanti. Selama ini, ia merasa tertekan karena menganut aliran kepercayaan yang tidak diakui secara resmi oleh pemerintah.



"Saya sudah ganti KTP tiga kali karena ganti status di kolom agama. Saya sering dipersulit, termasuk paksaan harus pakai atribut keagamaan masyarakat setempat," ucapnya.

Khanti lahir di keluarga yang secara turun temurun memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan. Sepanjang hidupnya ia belum pernah berpindah kepercayaan.

Stigma sesat, kata Khanti, kerap dilekatkan sejumlah anggota masyarakat kepadanya. Perlakuan buruk semakin sering diterimanya setelah Pemerintah Provinsi Jawa Barat melarang Sunda Wiwitan melalui SK. NO. KEP-44/K.2.3/8/1982.

"Waktu masih sekolah, saya dipaksa ikut ritual agama mereka. Saya enggak mau, karena itu bertentangan dengan apa yang saya yakini," katanya.

Ramlah, warga Sulawesi Selatan, juga mengaku bernasib serupa dengan Khanti. Seperti keluarganya, ia menganut kepercayaan leluhur Kajang.

"Di sana seorang perempuan kalau mau membuat KTP, harus pake kerudung," kata dia. Ramlah secara terpaksa mengikuti aturan tersebut. Di KTP, Ramlah menyebut Islam sebagai agamanya.

Tidak dilindungi

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan, sedikitnya terdapat 115 kasus kekerasan terhadap perempuan penganut kepercayaan leluhur.

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, pemerintah menutup mata dan menganggap permasalahan diskriminasi itu sebagai hal sepele.

"Dari 87 tindak kekerasaan, sebanyak 52 kasus dilakukan aparat pemerintah dan penegak hukum," kata Azriana.

[table][tr][td]Lihat juga:
MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia
[/td]
[/tr]
[/table]
Menurut Azriana, perlakuan diskriminatif tersebut berpangkal pada perlindungan yang minim dari pemerintah terhadap para penganut kepercayaan leluhur.

"Penderitaan ini turun-temurun. Indonesia 71 tahun merdeka. Bhineka tunggal ika, tapi mereka memendam rasa sakit ini selama puluhan tahun," katanya.

Komnas Perempuan mencatat 115 kasus diskriminasi terhadap perempuan sejak 2010 hingga 2015. Dari 115 kasus, 87 peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh 57 perempuan penganut kepercayaan leluhur dari 11 komunitas yang tersebar di sembilan provinsi.

Kekerasan tersebut terdiri tekanan psikologis, stigmatisasi, dan intimidasi. Komnas juga menemukan kekerasan seksual dalam bentuk pemaksaan pemakaian busana tertentu dan pelecehan seksual. Dari jumlah tersebut, terdapat tiga kasus penganiayaan dan dua perkara pembunuhan.



https://www.cnnindonesia.com/nasiona...-masih-tinggi

bosmenot
bosmenot memberi reputasi
1
515
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.