Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

gabener.edanAvatar border
TS
gabener.edan
PBHI: Pembubaran Diskusi Terjadi di Era Soeharto hingga Jokowi, Beda Moda Saja


Jakarta - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti beberapa alasan terkait pembubaran sebuah diskusi publik. Menurutnya, isu terkait komunisme hingga kritik kebijakan pemerintah sering menjadi target pembubaran diskusi.

"Pertama, jika angkat isu yang berkaitan dengan sosialisme, komunisme, dan semacamnya. Yang kedua, berkembang kemudian jika mereka bicara soal atau diskusi dan debat kritik mengangkat isu-isu soal kritik terhadap kebijakan pemerintah," kata Julius dalam diskusi Forum Salemba UI yang bertajuk 'SOS: Teror dalam Ruang Demokrasi' pada Rabu (3/6/2020).

Julius kemudian menjelaskan kasus-kasus pembubaran diskusi telah terjadi sejak era pemerintahan Soeharto, era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga ke era pemerintahan Jokowi. Julius mengatakan model pembubaran diskusi dari masa ke masa pun hanya mengalami perubahan moda atau sarananya.

"Ya kita tahu pembubaran diskusi bahkan sampai dengan kriminalisasi banyak sekali dari jaman Soeharto. Kemudian SBY juga tidak mencatat jumlah yang sedikit. Di pemerintahan Jokowi per tahun 2014 dimulai itu hanya berbeda modanya saja, sarananya saja. Kalau dulu kertas per kertas, kemudian tulisan per tulisan, diskusi pangung per panggung. Sekarang berbeda yaitu internet, status media sosial, dan lain-lain," ujar Julius.

Julius menjelaskan di era digital saat ini, salah satu bentuk pembubaran diskusi adalah melalui media sosial. Salah satu yang disorotinya adalah soal keberadaan buzzer.

Menurutnya, sebuah unggahan yang cenderung dianggap berlawanan dengan pemerintah akan mengalami serangan dari buzzer, yang kemudian berakhir dengan sebuah teror.

"Pertama adanya buzzer. Bang Arzul paling paham lah update betul di IG dan Twitter. Bagaimana ketika Tempo mencoba memberitakan sesuatu yang tanda kutip dianggap anti-retorika terhadap apologi pemerintah, itu langsung diserang buzzer. Kita sudah tahu lah hafal nama-nama buzzer itulah, baik yang manusia beneran ataupun yang akun bot. Itu langsung luar biasa. Kemudian dilanjutkan dengan teror, baik itu surat," ucap Julius.

Julius kemudian mengatakan teror merupakan suatu jalan pintas dalam upaya menghentikan sebuah diskusi. Dia mengatakan, pemerintahan Jokowi tampak resah terhadap situasi pemberitaan dan perkembangan status media sosial masyarakat. Hal ini, menurut Julius, cenderung menimbulkan kriminalitas terhadap pegiat di media sosial marak terjadi.

"Nah ini yang sebetulnya jadi catatan PBHI bagaimana teror itu dianggap sebagai jalan-jalan pintas untuk menghentikan dialektika dan diskusi juga debat yang terjadi di masyarakat. Padahal kalau kita mau kembali ke belakang ya, pemerintah, utamanya pemerintahan Jokowi ya. Pemerintahan Jokowi itu begitu resah dengan perkembangan pemberitaan kemudian perkembangan status media sosial dan yang lain. Dan menginginkan sesuatu yang benar, sesuatu yang konstruktif, sesuatu yang menjadi apa... Gagasan yang baik untuk memajukan bangsa dengan istilah.. waktu itu sempat dikuatkan lagi... kritik tanpa solusi itu artinya melawan pemerintah. Nah ini istilah yang sangat menarik," kata Julius.

"Tetapi di sisi lain, pembubaran diskusi, kriminalisasi terhadap pegiat-pegiat melalui status-status Facebook, tulisan dan segala macam ini malah marak terjadi. Makanya tadi saya kurang sepakat dengan Bung Jibril karena meningkat justru di era Jokowi, baik itu secara daring ataupun di lapangan termasuk kriminalisasi," sambung Julius.

Lebih lanjut, Julius mengatakan seharusnya pemerintah dapat melindungi hak dan kebebasan masyarakat untuk melakukan diskusi. Dia juga sempat menyoroti kasus diskusi yang sempat batal akibat adanya teror yang dialami oleh penyelenggara diskusi.

"Padahal pemerintah seharusnya ya, dia melindungi diskusi, membiarkan para dosen-dosen berdiskusi, utamanya terakhir kemarin soal pemakzulan. Ini dianggap satu istilah yang haram betul sehingga mengerikan buat pemerintah," kata Julius.

"Padahal kalau diskusi tentang pemakzulan itu dilakukan secara terbuka lalu mengungkapkan gagasan dan fakta-fakta yang ada, maka tentu tidak akan berdasar, tidak akan memiliki satu dalil yang kuat untuk mengajukan sebuah pemakzulan lewat proses hukum yang sah secara konstitusional di mata konstitusi, DPR, dan yang lain. Nah justru karena ditutupi kemudian diteror, tidak terjadi diskusi ini," sambungnya.

https://m.detik.com/news/berita/d-50...da-moda-saja/2

Ini tuduhan yg sangat tendensius sekali...
Menuduh pemerintahlah yg menggagalkan acara tersebut.
Ada bukti kagak....
Kalau kagak ada bukti namanya fitnah.
Bicara buzzer sama saja bicara di daerah abu2.
Mana ada yg jelas posisinya lha wong hidupnya di dunia maya.
Bisa saja kalian yg merencanakan ini semua.
Bikin sendiri....
Ribut sendiri...
Trus salahkan orang lain...
Bisa saja mank pemerintah yg melakukannya...
Tapi itu semua cuman asumshit semata.
No bukti valid sama aja ente lagi tebar hoax.
emoticon-DP
entop
samsol...
samsol... dan entop memberi reputasi
2
877
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.