Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

riekartiekaAvatar border
TS
riekartieka
Out Of Your Mind (Kumpulan Cerbung Kecil)
PASANGAN SEMPURNA (1)
Oleh : Rieka Kartieka



Pic. From : Pixabay


Shia menghempaskan badan di atas sofa hitam berkulit lembut seukuran tubuhnya. Malam ini seluruh tenaganya terkuras habis. Setelah meeting dengan kru televisi yang banyak maunya, Shia juga harus menghadiri acara makan malam dengan ayah dan ibu. Lebih tepatnya, acara perjodohan dengan lelaki paruh baya.


Shia tak habis pikir apa yang ada di dalam benak kedua orang tuanya. Memang ia kini telah beranjak 38 tahun, tapi bukan berarti pantas disandingkan oleh laki-laki 15 tahun lebih tua.


Shia memang belum pernah menikah, tapi menjalin kedekatan dengan laki-laki juga memiliki tipe ideal sendiri. Terutama dalam hal fisik. Bagaimana orang melihat nanti, seorang wanita cantik berpengaruh bersanding dengan lelaki beruban dan terkenal suka jelalatan.

.

.

.


“Walaupun begitu, dia baik, Shia,” sahut ibunya di dalam toilet restoran saat itu.


“Begitu juga pada wanita lain. Dia mata keranjang, Bu,” dalih Shia.


“Hah …,” desah sang ibu seakan mengiyakan. “Kamu perempuan yang kuat, pasti bisa mengubah watak laki-laki itu.”


“Perangai buruk laki-laki macam itu, bukan tergantung dari perempuan yang kuat, Bu. Itu, sih, sudah bawaan lahir.”

.

.

.


Shia menjejakkan kaki dengan kasar ke lantai abu muda rumahnya. Kesal ketika mengingat tatapan nakal laki-laki beruban tak tahu diri beberapa jam yang lalu. Shia pun menuju toilet dan mencuci muka di sana.


Di dalam cermin bulat berbingkai tembaga, Shia melihat dan meraba bayangan wajahnya perlahan. Tampak seorang wanita dengan raut oval bermata jamrud tajam, berhias alis cokelat tua tertata rapi. Kulitnya yang pale tampak serasi dengan bibir bow-shapped dan hidung tipe greek. Leher jenjang pun menambah keanggunan ketika ia menggulung atau sekadar mengikat rambut. Semakin dilihat, Shia merasa bertambah kesal.


“Bisa-bisanya mereka membawa laki-laki seperti itu. Akh!” dumel Shia, kemudian mencuci muka serampangan.


Tak berapa lama, dering ponsel yang ditinggal di sofa berbunyi. Terdengar nada khusus jika Gerald menelpon. Shia langsung menuju ruang tengah, dimana tadi ia tiduran sebentar. Tanpa menunggu lama, terdengar suara Gerald menyapa dan melaporkan perkembangan ‘proyek khusus’ yang diberikan Shia kepadanya.


“Hmm … thenx, Gerald. Kamu memang bisa diandalkan as always.” Memuji Gerald suatu keharusan saat ini, sebab Shia benar-benar puas.


“Ya, kamu paham seperti apa tipe yang kusuka. Ya … ya … no, Gerald. Jangan terlalu berambisi. Nanti aku hanya akan memperhatikan keperluannya saja. Hmm …, ya, paling tidak dia haruslah orang yang tahu akan melakukan apa kedepannya.”


Shia menaiki tangga menuju ruangan di bagian ujung rumah minimalis itu. Perlahan ia menuju jendela kaca kamar tidurnya. Kemudian menggeser sedikit gorden besar nan tinggi bernuansa abu-abu muda. Dari sini terlihat jelas gemerlap lampu kota hendak menyaingi kerlip bintang.


“Hahahaha … tentu saja aku suka yang romantis, Ger. Semua perempuan suka pasangan yang romantis.” Shia merasa geli sendiri atas ucapannya. Bahkan ia membayangkan beberapa hal romantis yang biasa dilakukan laki-laki pada sang kekasih seperti pada serial drama atau novel-novel roman kesukaannya.


“Ya, Gerald. OK. Kamu benar-benar sangat bisa diandalkan, karena itulah aku sangat mempercayaimu.”


Shia pun mengakhiri pembicaraan dan melangkah menuju kamar mandi. Guyuran air hangat sebelum tidur, biasanya mampu membuat otot yang kaku menjadi relaks. Dan malam ini, Shia sangat membutuhkannya.


Di tempat yang lain, Gerald memandang layar ponselnya penuh suka cita. Mendapatkan pujian dari Shia mampu membuat hatinya berbunga-bunga dan membakar semangat untuk terus melakukan yang terbaik.


Gerald pun kembali mengotak-atik laptop tipis hitam di depannya. Kemudian menatap beberapa layar yang terpampang di sisi kanan dan kiri. Kacamata tebal itu memantulkan cahaya, juga serangkaian huruf dan angka dari beberapa layar. Malam ini, Gerald mungkin tidak tidur lagi. Demi Shia.


***


Pic. From : Pixabay


Shia keluar dari lift. Ia pun menelusuri sebuah ruangan putih berukuran 7x15 meter dengan dominasi peralatan elektronik. Bunyi ketikan jemari di atas keyboard dan siaran berita di beberapa layar pipih dari berbagai stasiun televisi mulai terdengar.


Shia melihat tujuh orang bayarannya tengah sibuk pada tugas masing-masing. Ada yang sedang berselancar di sosial media mengolah beberapa berita dengan memutar balikkan fakta. Ada yang sedang melemparkan isu-isu dan berita baru terpanas. Dan ada juga yang hanya mengamati kejadian terkini, kemudian memberikan serangkaian ‘bumbu’ pada orang dalam agar informasi sekadarnya bisa menjadi lebih panas dan sedap. Bukankah itu yang kini dicari setiap orang jaman sekarang?


Shia terus melenggang penuh percaya diri. Tak butuh waktu lama baginya sampai di ruangan paling ujung. Shia tersenyum kecil ketika pintu kaca di depannya terbuka otomatis dan melihat Gerald sedang bercakap-cakap dengan seorang pria. Ya, kini ia sedang berada dalam ‘istana’ Gerald dengan luas tak beda jauh dengan ruangan yang baru saja ia lewati. Namun, layar-layar dan peralatan elektronik dalam ruangan Gerald tak ada satupun yang menyala. Itu berarti, Gerald telah menjalankan misi.


“Shia, kamu datang lebih awal.” Gerald berdiri dari kursi hitam besar di belakang meja kerja kaca yang besar.


“Karena aku sudah tidak sabar.” Shia menyunggingkan senyum pada Gerald.


“Shia, aku perkenalkan, dia Reynald.” Gerald menoleh pada laki-laki charming yang tengah duduk di sofa putih tak jauh dari tempatnya berdiri.


Laki-laki tegap dengan setelan kemeja biru lembut berpadu rompi biru tua dan celana denim itu maju mendekati Shia. Kemudian, laki-laki yang lebih tinggi 10 cm darinya mengulurkan tangan untuk bersalaman.


Shia tak langsung menyambut uluran tersebut. Ia melihat pada Gerald, seakan meminta tanda persetujuan. Gerald pun mengangguk kecil. Walaupun ragu-ragu Shia akhirnya menyalami Reynald, laki-laki dengan hidung persis seperti Ryan Gosling.



Pic. From : Pixabay


“Ternyata hangat,” bisik Shia pada dirinya sendiri yang disambut senyum bangga Gerald.


***


Tiupan air laut masih terasa hangat, walaupun senja perlahan baru muncul menghiasi langit pantai. Shia tampak anggun dengan gaun “sabrina” putih gading selutut. Make-up flawless yang dipilih hari ini membuatnya semakin istimewa bersama sematan bunga Lily di atas telinga kanan dengan rambut ikal cokelat tergerai.


Di antara tamu yang memberikan ucapan selamat, Shia tak henti tersenyum sambil mengapit lengan Reynald. Di matanya, hari ini lebih sempurna dibanding hari pernikahan siapapun yang pernah ia datangi. Sebab, hari ini adalah harinya.



(Pic. From : Pixabay)


“Nggak nyangka, setelah sekian lama …,” tangis Margareth pecah ketika memeluk Shia.


“Hahaha, nggak usah dramatisir. Ini bukan serial drama,” kekeh Shia sambil melepaskan pagutan sahabatnya.


“Kamu, nggak ada rasa terharu atau gimana gitu?” Margareth sangat berhati-hati menyeka air mata dengan jari telunjuk, takut bulu mata palsu baru yang tersemat terlepas begitu saja.


“Suamimu benar-benar sempurna, Shia. Pengusaha kilang minyak yang masih muda dan naik daun, tampan, menarik, mudah bergaul, looking smarth … semua yang kamu impikan. Terlalu sempurna.” Tatiana melipat kedua tangan seraya tak melepaskan pandangan dari gerak-gerik Reynald yang sedang berbicara dengan beberapa tamu.


Shia tersenyum kecut mendengar perkataan Tatiana. Sahabatnya satu itu tak pernah salah menilai orang. Profesi model internasional yang mengharuskan bertemu banyak orang dari berbagai kalangan seantero dunia otomatis memang dapat mempertajam insting seseorang.


“Jangan begitu, Tatiana. Ini harinya Shia.” Senggol Margareth.


“Hei, aku ‘kan cuma berpendapat,” kilah Tatiana.


It’s ok, Margareth. I don’t mind. Mungkin Tatiana belum makan. Yuk, aku antar mencari makanan yang kamu suka di dalam, Tatiana. Sepertinya, Reynald memilih Lasagna kesukaanmu ke dalam menu kami.” Shia menggeret kedua sahabatnya itu ke dalam restoran di dekat pantai yang bernuansa putih dan peach.


Dunia memang membutuhkan segala sesuatu yang sempurna. Paling tidak, yang ada dalam pandangan setiap orang. Mereka akan lebih suka melihat semuanya secara seimbang daripada sesuatu yang timpang. Hanya akan membuat sebuah perdebatan atau celaan tanpa akhir, dan Shia tak bisa memaklumi semua jika itu terjadi pada dirinya. Segala sesuatu yang ia raih dari bawah hingga sukses di dunia media sekarang, tak boleh jatuh begitu saja hanya karena memiliki pasangan tak sempurna.


Malam pun semakin larut. Semua tamu penting di kota ini telah kembali ke rumah masing-masing. Shia merasa puas dengan segala ucapan selamat dan pujian. Gerald tak pernah mengecewakannya. Shia merasa bodoh, mengapa tak sejak dulu saja ia menjalankan ide ini. Memiliki pasangan sempurna tanpa dibayangi ketakutan akan turunnya karir hanya karena berkeluarga dengan segala permasalahannya.


[Aku baru saja memberikanmu bonus, Gerald] Shia mengirim pesan pada Gerald setelah mentransfer melalui e-bank sejumlah uang tambahan.


[Wow! Aku tak mengharapkannya. But, thenx so much, Shia]


[Kamu berhak mendapatkannya, Professor Gerald]


[Well, aku pun mem berikanmu ‘bonus’. Reynald adalah laki-laki yang bisa memanjakanmu]


[You …, apalagi yang kau masukkan ke dalam otaknya?] Shia mengusap dahinya yang tak berkeringat dan menggeleng kecil atas pola pikir Gerald.


Gerald. Teman sepermainan Shia sejak kecil telah berhasil mendapatkan gelar Professor di usia muda. Shia tak heran jika Gerald meraihnya, karena IQ yang dimiliki laki-laki sepantarannya itu di atas rata-rata.


Sebetulnya, Gerald tak terlalu buruk. Cukup manis untuk seorang kutu buku dengan beberapa uban yang mulai tumbuh. Apalagi jika tersenyum dan membentuk satu lesung di pipi kirinya. Walaupun memiliki perawakan tak terlalu tinggi dengan kantung mata lelah, Gerald memiliki warna pupil cokelat yang selalu bersinar. Apalagi, jika selalu mengutarakan ide-ide gilanya. Ya, ide gila yang selalu diluar nalar manusia.


Entah, mengapa Gerald mau menolongnya saat ini. Padahal Gerald selalu bilang ingin menikahi Shia suatu saat nanti, walaupun ia sudah menolak berulang kali. Dan, entah mengapa Shia meng-iya-kan ide gila ini. Bagi Shia … tak ada pasangan sempurna, begitu pun pernikahan.


Masih hangat dalam pikiran Shia, ketika Margareth kabur ke rumahnya selama dua malam hanya mengeluhkan tentang pernikahan yang baru berjalan dua bulan. Margareth yang terbiasa hidup bak seorang lady, tiba-tiba harus dihadapi permasalahan sebagai Ibu Rumah Tangga sejati seperti keinginan Roberth—suaminya.


Belum lagi masalah Tatiana belakangan ini. Suami yang berprofesi aktor laga terkenal itu dengan mudah menyetujui namanya dicatut. Memang, terkadang ketampanan tak sejajar dengan isi otak. Ternyata, semua adalah penipuan. Sekarang para korban tengah menuntut Amash—suami Tatiana—untuk mengganti kerugian dengan jumlah tak sedikit. Akhirnya, Tatiana harus bekerja ekstra untuk membantu Amash menyicil seluruh utang yang kebanyakan adalah keluarga, sahabat, dan kerabat.


Tak hanya itu pernikahan orangtuanya sendiri pun tidaklah sempurna. Shia, korban broken home tak beruntung. Sejak masih merangkak, Shia dan ibunya ditinggal oleh sang ayah. Setelah itu, sang ibu berulang kali menikah dan bercerai dengan berbagai macam alasan. Ada yang karena tidak bisa menafkahi dengan baik, (ternyata) memiliki penyakit bawaan, suka melakukan kekerasan, selingkuh, dan entah apa lagi. Hingga Shia lupa, berapa kali ibunya menikah dan yang sekarang entah bertahan berapa lama.


Namun, sekarang … Shia mencoba untuk melakukan kelakar yang disutradarai Gerald. Ya, bisa jadi untuk beberapa orang yang mengetahui kegilaan ini adalah candaan. Hanya saja bagi Shia sekarang, ini adalah penyelamat hidupnya. Sindiran orang-orang di belakang tentang “perawan tua” atau “wanita keras kepala sok jual mahal” sudah terlalu mengganggu. Bahkan, sangat berpengaruh terhadap penilaian publik terhadapnya.


Shia tersentak ketika tiba-tiba ada sepasang tangan yang membelai pinggang rampingnya. Ia melihat ke belakang dan tampak Reynald tengah menatap dirinya sambil tersenyum. Mata hitam keabu-abuan itu berkilat. Seakan menghipnotis Shia untuk merelakan diri melalui malam hanya berdua bersama Reynald. Shia pun mengusap bibir Reynald yang mendekat dengan ujung jari telunjuknya. Tak ada helaan napas yang keluar dari bibir itu, tapi terasa begitu lembut dan hangat. Shia merasa semuanya seakan nyata.



Pic. From : Pixabay

---bersambung---
Yogyakarta, 19 Mei 2020
Diubah oleh riekartieka 26-05-2020 22:12
0
659
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.