herrypengarangAvatar border
TS
herrypengarang
Bermutu Nggak Sih Konten Wawancara Para Youtuber?



Hai, guys...

Kali ini aku akan menulis tentang konten Youtube

Khususnya, guys, yang berkaitan dengan konten wawancara

Apa sih konten wawancara itu?


Hehehe...maaf, becanda saat menuliskan pembuka artikel ringan ini. Ide dasar tulisan ini memang tentang konten Youtube, terutama yang akhir-akhir ini menjadi populer, yaitu konten wawancara. Beberapa tokoh publik, baik itu dari artis, pekerja seni, hingga ahli hukum dan ahli politik, rame-rame menjadi Youtuber dadakan.

Kita semua sudah paham, Youtuber adalah orang yang membuat konten di Youtube. Beragam jenis konten, salah satunya, menurut saya, konten wawancara. Lebih khusus lagi, wawancara terhadap para tokoh, baik itu tokoh dari bidang politik, hukum, ekonomi, agama, sosial budaya, dan lain-lain. Youtubernya atau pembuat kontennya, sekaligus sebagai pewawancara merupakan orang-orang yang sudah dikenal publik di bidangnya masing-masing.

Saya bisa mengatakan dengan mudah, Youtubernya figur publik dan yang diwawancarai juga merupakan figur publik. Sama-sama cerdas, sama-sama punya pandangan yang luas, dan bertemu dalam satu bincang-bincang, obrolan ringan, atau wawancara yang memuat kritik bahkan secara politis bisa menimbulkan perdebatan seru, atau kemarahan sebagian besar publik.

Apakah konten wawancara para youtuber tersebut langsung bisa dikategorikan berkualitas, karena pewawancara dan orang yang diwawancarai sama-sama punya intelektualitas yang oke? Hmm...setidaknya, beberapa poin ini bisa menjadi pertimbangan untuk menilai bermutu tidaknya konten wawancara tersebut.

1. Pahami tujuan wawancara
Ketika dua pihak atau lebih berkomunikasi maka tentu ada tujuannya. Pahami terlebih dahulu tujuan tersebut agar komunikasinya punya arah. Demikian pula saat wawancara, tentu ada tujuan-tujuan tertentu. Ketika kita melihat konten Youtube yang berisi wawancara, ketahui terlebih dahulu tujuannya. Kemudian, cocokkan dengan tayangan wawancaranya, apakah sudah sesuai?

Ada banyak tujuan orang menghadirkan tokoh-tokoh yang diwawancarai. Tidak hanya di Youtube tapi juga di media massa lainnya.  Ada yang bertujuan politis, ada yang bertujuan memberi inspirasi, ada yang bertujuan memberi tambahan informasi terkait suatu peristiwa atau kejadian, dan lain sebagainya.

Jika tujuan wawancara bisa dimengerti lewat konten yang disajikan maka tentu ada kualitasnya. Dengan kata lain, wawancara tersebut mengarah pada satu tujuan yang pasti, bukan asal menghadirkan obrolan yang nggak ada isinya. Sampai di sini, semua pasti setuju. Ini poin berikutnya.

2. Latar belakang tokoh juga menentukan mutunya
Nah, ini juga mudah dipahami. Tokoh publik yang berlatar belakang ahli hukum, misalnya, jika berbicara tentang hukum dijamin mutunya. Demikian pun, ahli politik, ekonomi, dan lain-lain, jika berbicara di bidangnya masing-masing maka layak untuk ditonton dan didengarkan. Konten wawancara yang menghadirkan para ahli dengan tepat maka bermutulah konten tersebut.

Para Youtuber yang cerdas dan dikenal publik tersebut tentu tidak akan sulit untuk menghadirkan orang-orang yang diwawancarai, yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Hasilnya, konten wawancara pun berbobot, bermutulah, layak dinikmati. Sampai di sini, kita sepakat, bukan? Ini poin ketiga.

3. Kelengkapan tokoh
Ups, mungkin ini agak rumit. Apa itu kelengkapan tokoh? Dalam hal-hal tertentu, konten wawancara harus menghadirkan para tokoh secara lengkap. Terutama jika kontennya bernada kritikan, bahkan mungkin kritik yang sangat tajam. Para Youtuber yang cerdas dan bijak, jika tidak hanya ingin populer dan mengeruk keuntungan secara materi atau pundi-pundi uang, harus menghadirkan tokoh yang memberikan kritik, juga tokoh dari pihak yang dikritik. Ini yang dimaksud dengan kelengkapan tokoh. 

Kalau hanya menghadirkan satu narasumber saja, dan diberi keleluasaan untuk mengkritik bahkan kritikannya berisi muatan-muatan yang menjatuhkan, tanpa memberi kesempatan yang dikritik untuk menyanggah, maka konten wawancara tersebut tidak bermutu.

Itu pendapat saya. Wawancara menjadi ajang curhat suka-suka yang dihadirkan oleh Youtuber. Barangkali, Youtuber juga sedang mengalami kesesakan jiwa sehingga membutuhkan teman untuk curhat, dan ditampilkan di media yang tanpa sensor. Ini berbeda dengan media pers, baik itu televisi maupun koran, online maupun daring, yang tetap menaati kaidah-kaidah jurnalistik: ada keseimbangan dalam melakukan wawancara.

Bermutu tidaknya konten wawancara yang dihadirkan Youtuber ini menjadi subjektif. Pihak-pihak yang merasa diuntungkan dengan konten tersebut tentu akan mengatakan bahwa wawancara yang dihadirkan Youtuber sangat bermutu. Sebaliknya, pihak-pihak yang dirugikan akan mudah mengatakan, “Itu konten sampah, hanya berisi curhat orang-orang kalah. Nggak bermutu!”

Subjektivitas memang menjadi salah satu unsur yang kuat ketika kita menilai suatu hal. Entah itu menilai karya tulis, video, karya lukis, seni suara, seni tari, termasuk ketika kita menilai konten Youtube. Salah satunya, konten wawancara atau bincang-bincang antara dua tokoh yang menjadi perhatian publik.

Agar kita tidak terjebak pada perdebatan yang sangat panjang ketika memberi penilaian, maka pastikan terlebih dahulu bahwa kita merupakan pribadi yang berkualitas. Pribadi yang tidak mudah memberikan penilaian terhadap suatu hal tanpa argumentasi yang kuat, matang, serta bijak.


Foto: pixabay.com



rynkyk
Dejavu242
nona212
nona212 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
802
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.