Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

husnamutiaAvatar border
TS
husnamutia
Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo
Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo

Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo


Tradisi Likuran, Bedug dan Tompo Tersingkirkan di Masa Pandemi

Assalamu'alaikum, agan sista apa kabar? Semoga baik-baik saja.

Thread ane kali ini ingin membawa cerita ramadhan dari kampung ane nun jauh di kab.Cilacap. Kalau bukan karena Corona, minggu ini biasanya sudah siap-siap mudik, saat memasuki likuran seperti ini, Mushola sudah mulai penuh oleh perantau. Akan tetapi tahun ini, Ramadhan kita berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan warga Cilacap khususnya kec. Karang pucung mempunyai tradisi tersendiri dalam menyambut malam Lailatul Qodar.

Malam Lailatul Qodar adalah malam istimewa di mana pahalanya akan berlipat dan nilainya serupa dengan seribu bulan.

Kapan datangnya malam lailatul Qodar ini tidak ada seorang pun yang tahu. Namun ada yang berpendapat bahwa malam seribu bulan ini jatuh pada satu malam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Berdasarkan kepercayaan inilah muncul tradisi likuran. Likuran diambil dari bilangan 21,23,25,27,29 yang dalam bahasa Jawa dibaca Selikur, Telu likur, Selawe, Pitu likur dan Sanga likur.

Di setiap malam ganjil ini biasanya di Mushola, warga akan membuat Tompo secara bergiliran. Tompo ini berisi nasi dan lauk pauk untuk dimakan bersama-sama oleh jemaah Masjid atau Mushola setelah selesai shalat Tarawih berjamaah.

Lauk pauk ini berfariasi menurut kemampuan dan keikhlasan masing-masing warga, bisa berupa telor, daging, sayur-sayuran, dll.

Tradisi makan tompo secara bersama-sama ini disebut dengan nama 'kepungan.'

Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo


Biasanya juga pada sore hari, sebelum shalat ashar, remaja masjid akan menabuh beduk sebagai penanda bahwa malam nanti adalah malam likuran, atau yang lebih sering disebut dengan 'Jidur.'

Tradisi Likuran dengan Menikmati Hidangan Tompo


Sebenarnya untuk Jidur sendiri dilakukan bukan hanya sebagai penanda likuran saja. Setiap awal Ramadhan, sebagai penanda datangnya bulan Ramadhan. Juga setiap selesai sholat Tarawih Jidur kembali dilakukan.

Namun kini seiring berkembangnya jaman, bedug semakin langka. Tidak semua masjid atau Mushola mempunyai bedug dan kentongan.

Terlebih lagi di masa pandemi seperti sekarang ini, semua kegiatan yang menimbulkan kerumunan di tiadakan. Jangankan untuk kepungan, shalat jama'ah di Masjid pun tidak memungkinkan lagi dilakukan.

Bulan Ramadhan ini menjadi bulan paling sepi. Meskipun demikian semoga hal ini tidak mengurangi kualitas ibadah kita. Meski dirumah kita tetap bisa menjalankan ibadah. La haula wala quwwata illa bilahil aliyil adzim.

Semoga badai Corona segera berlalu, aamiin ya robbal 'alamiin.

Opini pribadi
Penulis @husnamutia


fatqurr
nona212
bintangtsurayya
bintangtsurayya dan 28 lainnya memberi reputasi
29
1.2K
34
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Cilacap
CilacapKASKUS Official
462Thread179Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.