- Beranda
- Stories from the Heart
LAGA RASA SEASON 2 : RISE OF THE PHOENIX
...
TS
reloaded0101
LAGA RASA SEASON 2 : RISE OF THE PHOENIX
CHAPTER 1 THE NEW JOURNEY
Spoiler for :
Zeno baru saja membalik papan tulisan tutup menjadi buka ketika orang itu datang. Seorang laki-laki berjas hitam yang berdiri di depan pintu kaca. Zeno membuka pintu dan menyapa
“Silahkan masuk.”
“Aku kemari bukan untuk masuk.”
“Lalu untuk apa?”
“Menyampaikan undangan.”
“Nikahan, ulang tahun atau sunatan?”
Pria itu menggeleng lalu menyerahkan sebuah undangan kepada Zeno. Zeno mengalihkan pandangannya ke tulisan besar di bagian atas kertas itu.
“Be the next phoenix…bla…bla…bla. Internastional cooking tournament…bla…bla…bla”
Ketika kertas itu diturunkan dari depan wajahnya, pria berjas hitam yang mengantarkannya sudah tidak ada, menghilang begitu saja dari hadapannya. Ambyar bagai ditelan bumi.
“Orangnya misterius, wah turnamennya pasti tidak bener lagi nih.”
Kata Zeno dalam hati sambil mengingat-ingat lagi duel adu nyawa para pemasak di atas kapal maut yang diselenggarakan oleh Kenichi si penjudi dan Jacklyn istri kedua kakeknya.
“Ritme jantungmu bilang kau takkan hadir di turnamen ini.”
Zeno menoleh ke asal suara-ternyata dari belakangnya.
“Waa….jangan ngagetin begitu dong.”
“Justru aku yang kaget.” Balas Rosemary sambil memutar-mutar tongkat penuntun jalannya di udara.
“Mengapa kaget?”
“Ribuan chef berebut masuk ke laga rasa itu tapi kau malah menolak menghadirinya?
“Memangnya apa untungnya kalau aku menang?”
“Phoenix, itu gelar yang akan kau dapat. Itu artinya resep yang ia gunakan di final akan digunakan jaringan-jaringan restauran tingkat dunia. Itu artinya pemenang mendapat pembagian keuntungan.”
“Seberapa banyak?”
“Penghasilan yang didapat phoenix yang sekarang kalau dirupiahkan sekitar 3 milyar.”
“Setahun?”
“Sehari.”
Zeno menganga membayangkan uang sebanyak itu. Tetapi buru-buru ia tutup mulutnya lagi dan bertanya.
“Lalu ruginya ikut turnamen ini?”
“Jadi kau takut ada jebakan kematian seperti yang kemarin?”
“Tentu saja.”
“Meskipun eksklusif dan hanya diketahui oleh chef-chef kelas atas dunia saja, turnamen ini legal. Benar-benar ingin mencari yang terbaik.”
“Yes….kalau begitu kuputuskan…..Zeno Dirga akan ikut kompetisi ini. Ayo Rose, kita latihan!”
“Tidak mau.”
“Mengapa?”
“Karena aku juga dapat undangannya.”
“Berarti kita musuhan sekali lagi?”
“Iya.”
“Bagus, kalau begitu sekarang latihan sendiri-sendiri dan pas di turnamen nanti kita bertarung habis-habisan.”
“Kutunggu di final.”
“Rose…Rosemary? Waduh ngilang juga kayak orang yang tadi.”
Zeno kembali bersemangat. Dengan tekad yang menyala-nyala ia masuk ke dalam kafe. Naik ke lantai dua, memasukkan perbekalan ke dalam ransel lalu keluar dan mengunci pintu. Tak lupa ia membalik tulisan ‘TUTUP’ di resto warisan ayahnya itu.
Mengunci diri di dapur sendiri takkan menambah pengetahuanmu tentang dunia boga di luar sana. Itulah alasan Zeno berkelana, untuk mencoba bahan-bahan baru,bumbu-bumbu yang belum pernah ia rasakan langsung sebelumnya dan berduel dengan koki-koki kuat sebelum akhirnya tujuh bulan lagi ia akan mendaftar turnamen dan menjadi phoenix.
“Bakso….bakso….bakso.”
Aneh sekali, pikir Zeno setelah melangkahkan kaki keluar pelabuhan.
“Di tempatku tukang bakso biasanya pakai kentongan kayu atau bambu.”
“Disini juga begitu.”
Kata Bapak-bapak tukang bakso berkumis dan berambut panjang sebahu sambil mengipasi wajahnya dengan topi yang ia kenakan.
“Tapi bapak kok menawarkan bakso pakai mulut?”
“Karena aku bukan tukang bakso.”
“Bukan tukang bakso kok jualan bakso.”
“Yang bilang aku jualan siapa? Aku kan cuma teriak bakso…bakso….bakso. Begitu Mas Zeno.”
Zeno terkesiap, orang ini tahu siapa Namanya.
“Maksud Bapak apa?”
“Kumau yang kau mau.”
“Gelar phoenix?”
“Sayangnya aku tidak dapat undangan, tetapi menurut peraturan siapa yang mengalahkan pemegang undangan akan mengambil alih tempatnya di turnamen.”
“Kau…..?!”
“Ya, aku menantangmu.”
“Boleh nih buat pemanasan, silahkan tentukan tema dan jurinya.”
“Temanya sudah jelas, bakso. Jurinya Mbak ini saja bagaimana?”
Katanya sambil menghentikan seorang gadis muda yang tampaknya seorang mahasiswi. Gadis itu setuju karena ternyata ia seorang follower akun media sosialnya Zeno. Kedua matanya juga langsung ditutup dengan kain.
“Baik….mulai.” Kata Zeno sambil mendekat kearah meja dapur dekat gerobak bakso.
“Eits….ada syaratnya.”
“Syaratku, kita tidak boleh menggunakan bahan lain selain yang ada di gerobak ini. Sekarang sebutkan syaratmu”
Zeno mengamati, di dalam gerobak itu semua bakso baik yang kasar maupun halus, jumbo maupun kecil sudah matang semua, bakso goreng, mi kuning dan soun juga matang. Selain itu ada beberapa sayuran seperti selada, daun bawang dan bawang goreng. Tak ketinggalan saos tomat, sambal yang terbuat dari cabai blender dan kecap manis.
Sementara itu melihat ada hal yang tak biasa orang-orang mulai berkerumun mengitari mereka bertiga.
“Syaratku bahan-bahan ini tidak boleh direbus lagi.”
“Hmm, baik! Aku setuju. AYO MULAI!” Teriak bapak itu penuh semangat.
Bapak-bapak itu mengambil tongkat baseball dan menggunakannya untuk menumbuk beberapa bakso di atas talenan kayu. Sedangkan Zeno mengambil sebuah pisau lalu melemparkan bakso jumbo berukuran besar ke udara dan memotongnya di tengah menjadi dua bagian yang sama persis. Para penonton berdecak kagum melihat aksi tokoh utama kita ini.
“Sialan.” Kata Bapak itu sambil mencelupkan mi dan soun ke penggorengan.
Zeno tak mau kalah, ia juga menghampiri penggorengan dan memanaskan minyak tetapi belum menggoreng apa-apa. Ia malah menuju peralatan dapur dan mengambil ayakan tepung silinder berukuran kecil….sebesar irisan bakso jumbo yang dipotongnya.
“Hei tidak boleh pakai tepung! Bahan itu tidak ada di gerobak ini.” Kata Si Bapak bertopi.
“Aku tidak pakai tepung.”
“Lalu ayakan itu untuk apa?”
“Kau bisa lihat sendiri.
Beberapa saat kemudian keduanya selesai memasak.
“Silahkan, juri!” Kata Bapak-bapak itu.
Gadis itu meraba piring pertama, di dalamnya ada sebuah garpu vertical menghadap bawah yang gigi-gigi tajamnya sudah menancap di sebuah potongan yang mirip daging geprek berlumur sambal. Ia memasukkan daging itu ke dalam mulutnya. Rasa pedas menyambut lidahnya.
“SSSSShhhh ahhh…”
Disusul dengan permukaan crispy dan daging bakso geprek yang lembut dan gurih di dalamnya. Permukaan crispy seperti taburan tepung panir ini apa? Ia makan sekali lagi dan akhirnya menyadari bahwa itu adalah remahan mi dan soun yang digoreng lalu dihancurkan sampai menjadi serbuk kasar. Enak sekali.
Hidangan ini sederhana saja Bakso yang sudah matang digeprek, digulingkan ke serbuk panir agak kasar dari remah mi lalu disiram sambal di atasnya.
“Aku sudah cicipi hidangan nomor 1.”
“Silahkan lanjut ke nomor dua.”
“Biar penilaian tidak terpengaruh karena rasa pedas, boleh minum dulu?”
‘Silahkan..”
Selesai minum ia mengambil hidangan kedua.
“Burger?”
Ia meraba lagi. Burger tetapi daging atas dan bawahnya terbuat dari bakso jumbo. Ia menggigit burger bakso itu dan mendapati di tengahnya terdapat selada,daun bawang,taburan bawang goreng dan sesuatu yang dibundarkan dengan cetakan silinder…….
“Ini….mi yang dicampur dengan bakso goreng tumbuk, dipadatkan dan dioven, sama seperti burgernya.”
Ada sensasi remah-remah gorengan bakso bercampur mi dipadu saus tomat dan setelah itu daging bakso jumbo bakar kembali terasa di bagian bawahnya.
“Silahkan tentukan pemenangnya.” Kata Zeno.
“Aku lebih suka burger baksonya daripada bakso geprek ini.”
“Kok bisa?” Tanya Bapak-bapak itu.
“Bakso geprek yang pertama kurang satu elemen penting.”
“Elemen penting apaan?”
“Nasi. Tanpa nasi rasanya jadi terlalu kuat di mulut. Seharusnya masakan ini bisa didampingi satu porsi mi sebagai gantinya. Selain itu karena tidak ada telur,air dan tepung terigu, panirnya tidak bisa menyatu sempurna Sehingga banyak remah-remah bercampur sambal yang jatuh.”
“Lalu apa keunggulan maskaan nomor dua?” Tanya Zeno lagi.
“Selain daging bakso bakar pengganti roti ada mi di tengah, teksturnya juga tidak monoton karena minya dicampur bakso goreng yang crispy. Selain enak juga mengenyangkan cocok untuk mereka yang lapar karena habis menempuh perjalanan dan tak sempat sarapan karena kapalnya keburu menepi.”
Pria bapak-bapak itu menarik nafas panjang lalu berkata
“Memang belum bisa ya?”
“Belum bisa apanya? Tanya Zeno.
“Mengalahkanmu.” Jawabnya lagi sambil mengulurkan tangannya yang kasar.
“Yang penting tetap semangat, nanti kita bertanding lagi.” Zeno menyambut uluran tangan itu. Keduanya berjabat tangan.
“Oh ya, aku belum tahu nama Bapak.”
“Nama ya…eh…panggil saja Dani.”
Tak lama kemudian setelah ngobrol-ngobrol seputar pengalaman memasak Zeno pun pergi meninggalkan Dani yang duduk sambil mencicipi kedua hidangan hasil duel masak tadi. Sementara itu Dani pergi ke kamar mandi, mencuci muka, menghapus make up di mukanya lalu mengurai rambut panjangnya. Setelah itu ia mengganti kaos lusuh dan celana dengan kemeja dan rok lalu keluar menuju koridor dan menghampiri seorang sopir.
“Papi belum pulang kan Om?”
“Penerbangannya dimajukan jadi Bapak bisa sampai lebih cepat dari jadwal.”
“Waduh gawat kalau sampai ketahuan duel masak lagi. Ayo cepat Om Galih tancap gas saja.”
“Baik Non Giselle.”
Giselle masuk ke sedan mewah dan Galih sang sopir melaju di jalan raya.
Diubah oleh reloaded0101 17-03-2020 16:03
adhiecoolman dan 11 lainnya memberi reputasi
12
2.5K
Kutip
38
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya