• Beranda
  • ...
  • Sports
  • Trequartista Dan Raumdeuter, Mana Yang Lebih Efektif Dalam Sepakbola Modern?

FootballStoryAvatar border
TS
FootballStory
Trequartista Dan Raumdeuter, Mana Yang Lebih Efektif Dalam Sepakbola Modern?

Raumdeuter dari bahasa Jerman diartikan penafsir ruang. Selain penafsir ruang, Raumdeuter juga bisa berarti penyelidik ruang. Tidak banyak ruang tersedia dalam sepakbola apalagi melihat startegi tim yang memang tujuannya mempersempit ruang untuk lawan dan meminimalisir ancaman gol. Karenanya kemampuan untuk menafsir ruang demi memaksimalkan segala keterbatasan ruang tentu menjadi sangat penting untuk akhirnya meningkatkan peluang gol untuk tim.

Secara sederhana metode kerja Raumdeuter adalah seperti ini: sang pemain melihat dan mengamati ruang yang tersedia dan berpikir cepat bagaimana cara memanfaatkan ruang tersebut untuk hasil maksimal. Raumdeuter seringkali menarik diri untuk memposisikan tempat terbaik demi menerima umpan cut-back dan mengubahnya menjadi gol dengan one-touch. Dapat pula peran ini benar² hanya berdiri secara legal dan tidak menyalahi aturan sepakbola mana pun, cara ini agar membuka ruang dan peluang bagi pemain lain yang membutuhkan ruang gerak lebih luas, biasanya para winger yang membutuhkan kecermatan Raumdeuter untuk momen² seperti itu misalkan ketika Arjen Robben yang terbebas dari Jordi Alba, tentu momen tersebut tak lepas dari Raumdeuter pertama didunia, Thomas Müller.

Raumdeuter adalah Müller, dan Müller adalah Raumdeuter. Ia yang asli bukan imitasi dan Ia yang terbaik. Müller tidak terlihat seperti pemain sepakbola klaster satu. Kaki-kakinya begitu kurus sehingga tidak jarang kaus kaki yang ia gunakan melorot dalam pertandingan, kemampuan dribblenya tidak sehebat Messi, umpan-umpannya tidak seakurat Andrea Pirlo, apalagi soal one on one dengan pemain lawan badannya cukup ringkih tidak bisa disamaratakan dengan Gattuso. Namun tidak banyak yang mengerti kenapa Müller itu hebat.

Gol semata wayang Gotze ke gawang Argentina di final Piala Dunia 2014. Menit 113, Rio De Janeiro menjadi wadah air mata bagi Lionel Messi dkk, saat Schurrle mengirim umpan lob brilian dan Gotze tanpa basa basi menyelesaikannya dengan cepat menjadi sebuah gol. Sebelumnya perlu diingat terjadinya sebuah gol selalu sejalan dengan proses taktikal sesuai tim yang bermain, di mana semua pemain memainkan fungsi masing-masing secara taktis. Tak hanya itu, mereka juga harus menyesuaikan situasi yang terjadi karena adanya bentrokan dengan taktik lawan. Dalam proses taktikal menuju gol dari Gotze tersebut terjadi akibat peran penting satu orang. Ya, dialah Thomas Muller. Mungkin mayoritas orang hanya menganggap gol tersebut adalah asis bola lob dari Schurrle dan diselesaikan oleh Gotze, namun faktanya pembahasan taktikal gol tersebut tidak sampai disitu saja.


Löw yang pada awalnya memposisikan Müller di sayap kanan, ingin menjadikan Müller bermain sebagai false nine di depan ditandai dengan masuknya Gotze menggantikan Klose. Proses gol sendiri diinisiasi oleh dribble Schurrle yang melakukan penetrasi dari sisi kiri. Melihat pergerakan Schurrle, Muller pun mulai mengakali ruang dengan turun menjadi gelandang di antara lini belakang dan tengah Argentina. Situasi dilemat pun dihadapi oleh Demichelis. Jika ia melakukan pressing pada Müller, akan ada lubang menganga di belakangnya dan Gotze bisa secara bebas masuk ruang kendali Romero. Sebaliknya, jika diam di tempat, Muller akan punya cukup ruang untuk menerima bola, berbalik badan dan mengancam Romero dengan ruang terbuka yang Müller miliki. Demichelis pun memilih untuk pressing terhadap Müller dan sudah jelas akibatnya. Gotze menyusup ke lubang yang ditinggal Demichelis dan sekali lagi Argentina gagal di final!.

Berbeda seperti Messi dan Ronaldo dengan permainan sangat proaktif, Muller adalah pemain reaktif-adaptif. Messi adalah false nine tulen yang secara gesit dengan skill individunya berusaha mengobrak abrik pertahanan lawan. Sementara itu, Ronaldo tipe striker yang gemar melebar dan cepat dalam penetrasi dan serangan balik. Jika Messi dan Ronaldo bermain lawan selalu dituntut untuk menyesuaikan dengan permainan keduanya. Bertolak belakang dengan Müller. Ia justru terlebih dulu membaca teknis pertahanan lawan, baru kemudian beradaptasi dengan mengeksplorasi ruang yang tersedia. Semua itu tidak dilakukan secara instingtif, melainkan lewat hasil observasi dan situasional. Sebelum mengambil tindakan, Müller selalu mengamati ke mana ia harus menempati ruang demi menciptakan situasi overload di area tertentu sehingga secara otomatis menciptakan ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan rekan²nya, terlebih lagi di München ia mempunyai tandem sekelas Lewandowski yang berada didepannya.


Perlu Digarisbawahi Raumdeuter Dan Trequartista Adalah Peran Bukan Posisi


Bagi para penggila bola lawas khususnya sepakbola Italia mereka masih bisa merasakan atmosfer permainan elegan para penggawa lapangan hijau Serie A, mulai dari permainan kaki Baggio ketika mengontrol bola, dribble kalem ala Del Piero, atau operan mulus dari Totti yang seketika dapat mengacaukan pertahanan lawan. Legenda Serie A itu dikenal lihai sebagai Trequartista yang dengan permainan elegan ketika mengacak-acak pertahanan lawan. Di era sepak bola modern ini, peran Trequartista perlahan memudar. Terperdaya dengan segala tuntutan perubahan dan kebutuhan zaman di era sepak bola industri.

Secara sederhana trequartista berada di ¾ lapangan dan berposisi belakang atau beiringan dengan striker namun tidak disejajarkan dengan striker, trequartista bertugas mengoordinasi motor serangan. Sampai sini jelas peran Raumdeuter dan Trequartista terlihat mirip, cara kerja mereka yang membuat adanya perbedaan. Letak perbedaannya yaitu trequartista adalah seniman sejati. Mereka mengolah bola di kakinya diimbangi dengan kesenian. Kegeniusan mereka akan menentukan arah permainan, biasanya diisi oleh para genius pemalas yang tidak suka berjibaku merebut bola dan ikut bertahan seperti BWM (udah pernah ane bahas sebelumnya) atau Sweeper. Bertahan memang asing bagi trequartista karna ciri khas dan daya tarik utama para trequartista terletak pada visi, kreativitas dan kemampuan teknis yang mumpuni. Juga tidak terpaku di posisi no. 10 atau di tengah. Trequartista dibebaskan menjelajah di seluruh area pertahanan lawan. Lebih spesifik, mereka dibebaskan bergerak 3/4 lapangan. Meski bermain di posisi gelandang hal ini berbeda dengan playmaker yang pure ditugaskan untuk melayani para penyerang. Karenanya trequartista lekat dengan sebutan second striker.

Penikmat Serie A era akhir 90an sampai awal 2000an pasti akab mengaitkan trequartista pad nama seperti Del Piero milik Juve, andalan Fiorentina yaitu Rui Costa sebagai pelayan bagi duet menakutkan Chiesa dan Batistua, Pangeran Roma, Totti selama belasan musim menggalakan peran trequartista, Inter Milan tak kalah dengan miliki maestro kidal asal Amerika Latin ialah Alvaro Recoba, Parma yang kala itu masih tampil bringas memilik Veron meskipun ia bukan trequartista murni namun selalu tampil brilian dalam peran tersebut, dan jangan lupakan Ricardo Kaka yang berada dibelakang Sheva dan Inzaghi membantu kedigdayaan Milan pada masanya, ada pula di playboy sekaligus badboy diluar lapangan jatuh pada nama Cassano, dan juga ada ponytail pemilik Ballon d'Or '93 Roberto Baggio, dan masih banyak lagi. Untuk disepak era industri seperti sekarang menurut ane ada satu nama yang paling menikmati peran trequartista meskipun peran tersebut sudah amat langka, ialah Paulo Dybala.

Usai ditanggalkan Del Piero, no. 10 sempat jatuh ke tangan Pogba. Namun ia justru hengkang ke Manchester United satu musim setelahnya. Setelah itulah Juve memiliki no.10 yang baru pada penyerang asal Argentina, Paulo Dybala.

Ternyata diposisi no. 10 membuat Dybala makin galak di Juventus. Gol demi gol menjadi rutinitasnya. Sosoknya kini dianggap tepat memposisikan no. 10 di Juventus. Lebih dari itu, permainan Dybala saat ini cukup mengingatkan banyak orang pada sosok Del Piero, legenda Juventus no. 10 yang mahir memainkan peran trequartista. Dybala kembali memamerkan keindahan permainan trequartista. Ketika tak banyak tim Italia yang memakai pola dasar 4-2-3-1, pelatih Juventus kala itu, Massimilliano Allegri, sungguh² menggunakan 4-2-3-1 dengan Dybala diposisi no.10 dengan peran trequartista.

Saat Dybala menguasai bola di 3/4 lapangan, Dybala memamerkan sihirnya. Umpan akurat untuk mengatur arah serangan, pergerakkan Dybala yang mampu melewati 2 hingga 3 pemain lawan, ditambah penyelesaian akhir yang kritis menunjukkan bakat seorang trequartista ada pada dirinya. Namun kehadiran Higuain membuat peran Dybala dalam untuk mencetak gol tak begitu dikedepankan oleh Allegri. Malah mantan pelatih AC Milan tersebut juga lebih mengutamakam bagaimana caranya Mandzukic bisa masuk dalam formasi 4-2-3-1, yang akhirnya diperankan sebagai wide target man.

Dybala tetap kokoh pada perannya seperti dalam 3-5-2, ia ditugaskan sebagai pemain yang menciptakan ruang dan memanjakan Higuain sebagai pencetak gol utama, kenyataannya ia berhasil dalam peran tersebut dan sangat mendalami. Dan juga Dybala telah membuktikan bahwa ia bisa menjadi gelandang serang khususnya dengan peran langka trequatista terbaik di Eropa, khususnya yang masih menggunakan pola 4-2-3-1. Saat pola 4-3-3 lebih banyak digunakan oleh tim² besar lainnya.

Menurut Ente Siapa Yang Lebih Efektif, Raumdeuter Atau Trequartista? Diskusikan di Kolom Komen!
emoticon-Cendol Ganemoticon-Rate 5 Star

Isda555
nona212
tien212700
tien212700 dan 215 lainnya memberi reputasi
214
8.2K
151
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sports
SportsKASKUS Official
22.9KThread11.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.