• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Pemenang Nobel Kedokteran : Virus Corona Hasil Rekayasa di Lab Wuhan

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Pemenang Nobel Kedokteran : Virus Corona Hasil Rekayasa di Lab Wuhan
Spoiler for Aktivitas di Lab Wuhan:


Spoiler for Video:


Mengejutkan dunia sains pernyataan dari seorang ahli Virus yang menjadi salah satu orang yang pertama kali mengidentifikasi HIV, sekaligus Pemenang Nobel Kedokteran 2008, Luc Montaigner. Ia mengatakan Virus Corona (SARS-CoV-2) tidak mungkin muncul secara alami, melainkan hasil rekayasa genetika.

Pernyataan Montaigner semakin memperkuat investigasi terkini yang menduga Virus Corona dibuat di lab Wuhan. Bahkan setelah pengakuan Dr Shi Zengli yang turut mengembangkan Virus Corona di Lab Wuhan, pemerintah China kini melarang segala publikasi riset yang berkaitan dengan asal-usul Virus Corona.

Virus Corona telah menjadi pandemi. Berbagai aspek kehidupan kita berubah karenanya. Penularannya yang terjadi dengan cepat memaksa manusia menjaga jarak dengan manusia lainnya serta berlindung diri di rumah. Akibatnya wajah perekonomian berubah, banyak masyarakat bekerja dari rumahnya masing-masing. Mereka yang dapat bekerja dari rumah tergolong beruntung. Sebab, jutaan rakyat Indonesia telah di-PHK karena bekerja dari rumah bukanlah opsi bagi jenis pekerjaan tertentu. Seperti pariwisata, restoran, dan pekerjaan untuk produk non esensial lainnya.

Virus yang berasal dari China juga telah mengubah aspek keagamaan dan budaya. Akibat dari virus ini, umat beragama tidak dapat melakukan ibadah bersama-sama alias berjamaah. Ibadah haji terancam dibatalkan. Wabah yang tak kunjung terlihat ekornya ini pun telah mengubah tradisi mudik di bulan Ramadhan. Masyarakat memilih untuk tidak mudik karena berpotensi menyebarkan virus bagi orang-orang tercinta di kampung halaman.

Secercah harapan muncul dari mereka yang sembuh. Salah satunya dari kota asal mula munculnya virus ini, yakni Wuhan. Akan tetapi, harapan itu pun sirna karena pasien yang sembuh dan dinyatakan telah bebas dari Corona ternyata kembali terjangkiti virus. Para ahli virologi menilai bahwa terjangkitinya kembali pasien yang telah sembuh sangat tidak mungkin terjadi.

Sumber : NPR[Mystery In Wuhan: Recovered Coronavirus Patients Test Negative ... Then Positive]

Hal ini menjadi tanda tanya besar. Apakah sebenarnya Virus Covid-19? Mengapa ia sangat berbeda dengan virus-virus lainnya? Apakah karena virus ini buatan manusia dan dibuat di laboratorium super canggih di Wuhan sana?

Apabila penulis mengatakan hal seperti ini sekitar bulan Februari yang lalu, tentu dapat dianggap hoax oleh Kominfo. Sebab pihak Kominfo sangat mudah memberi cap hoax pada hal yang berada di dalam ranah sains. Kominfo lebih memilih pernyataan politis pemerintah China yang membantah informasi tersebut. Akan tetapi, pada akhirnya semua akan terungkap jua.

Dr Shi Zengli yang merupakan direktur dari Wuhan Institute of Virology menyatakan pada bulan Februari lalu bahwa virus Covid-19 tidak ada sangkut pautnya dengan institusi tersebut.

Akan tetapi jurnalis bernama Gao Yu mengatakan bahwa Dr Shi Zengli tidak diperbolehkan memberitahukan penemuannya oleh Pemerintah China. Padahal penemuannya terkait Virus Corona sangat penting untuk pengembangan vaksin melawan Virus Corona.

Seperti diketahui, pengetahuan mengenai Data Genetika Virus dan Data Pasien Zero amatlah penting bagi mempercepat pengembangan antivirus dan vaksin Virus Corona. Tanpa kedua data tersebut, proses pembuatan antivirus dan vaksin Virus Corona harus melalui proses trial and error berulang kali yang umumnya memakan waktu 1 sampai 2 tahun. Sementara dunia tidak memiliki waktu sebanyak itu untuk melawan Corona.

Sumber : Mirror ['Bat Woman' scientist who could cure coronavirus chilling fear about where it came from]

Dr Shi Zengli sendiri adalah pimpinan pengembangan virus corona kelelawar di Lab Wuhan. Pada awal penelitiannya, virus corona di kelelawar hanya dapat ditularkan antara binatang ke manusia. Hasil penelitiannya pada 2017 berhasil menemukan 'Cara' membuat Virus Sintetik agar bisa menular dari manusia ke manusia.

Temuannya pada 2017 itu, mendorong Dr Shi Zhengli justru menjadi pihak dari China yang menyuarakan bahaya apabila terjadi kebocoran Virus Sintetik hasil pengembangannya di lab Wuhan, yang takkan bisa dibendung dampaknya karena rekayasa virus telah mencapai fase penularan manusia ke manusia.

Sejak 2018, Negara-Negara G7 dipimpin Canada telah mengimbau bahaya terjadinya kebocoran virus corona dari laboratorium di Wuhan.

Sumber : The Times [Coronavirus: curse of the ‘Bat Woman’ — what went on in Wuhan lab?]

Dugaan kuat Covid-19 buatan manusia pun datang dari Profesor Luc Montagnier. Ia bukan orang sembarangan. Luc Montagnier adalah pemenang nobel untuk kedokteran pada tahun 2008. Montagnier adalah Ilmuwan yang paling awal mengenali eksistensi HIV pada tahun 1983 sebagai penyebab epidemi AIDS. Ia menduga virus ini merupakan hasil dari percobaan menciptakan vaksin bagi virus HIV.

Sebagai ahli Virus dan pemenang Nobel kedokteran 2008, Luc Montagnier menemukan fakta bahwa keberadaan elemen HIV dan mikroorganisme Plasmodium malaria dalam genom virus corona tak mungkin terjadi secara alami. Karena HIV (Virus) dan Plasmodium Malaria (Chromista) berasal dari dua kingdom yang berbeda dan tidak mungkin berkimpoi silang secara alami.

Secara sederhana, menyilangkan perkimpoian HIV dengan Plasmodium Malaria sama saja dengan mempercayai bahwa manusia apabila dikimpoikan dengan ikan secara alamiah, dapat menghasilkan keturunan berupa ikan duyung.

Oleh karena itu, ahli virus dan pemenang Nobel kedokteran 2008, Montagnier, menyebut Virus Corona merupakan hasil rekayasa genetika di dalam laboratorium. Montaigner menduga ada kebocoran atau ‘kecelakaan’ yang terjadi di Laboratorium Wuhan (Wuhan Institute of Virologi) yang ia sebut memang telah meneliti virus Corona semenjak ledakan SARS (SARS-CoV-1) di China pada tahun 2003.

Sumber : Times of India [Coronavirus man-made in Wuhan lab: Nobel laureate]

Oleh karena virus ini mengandung elemen HIV dan Plasmodium malaria, maka obat Lopimavir-Ritonavir (mencegah HIV/AIDS), Remdesivir (obat virus Ebola), dan Klorokuin (obat malaria) menjadi salah satu opsi terkini yang digunakan sebagai upaya meredam Penyakit Corona (Corona Virus Disease 2019 / Covid-19).

Ilmuwan Timothy Sheahan PhD dan Matthew Frieman PhD secara khusus meneliti potensi dari penggunaan obat-obat AIDS, Malaria, dan Ebola terhadap pasien Covid-19. Hasilnya agak mengejutkan.

Dalam proses Replikasi, Virus kerap mengalami Kesalahan Replikasi yang bisa menghasilkan 2 Situasi :

1. Negative Replication : Kesalahan Replikasi yang menghasilkan Regenerasi Virus yang mengalami Pelemahan Daya Rusak (Penurunan Virulensi)

2. Positive Replication : Kesalahan Replikasi yang menghasilkan Regenerasi Virus yang mengalami Penguatan Daya Rusak Virus hingga menghasilkan Virus Jenis Baru yang lebih kuat (Mutasi Virus)

Cara kerja antivirus adalah mengeksploitasi Negative Replication di atas, yaitu Bagaimana agar Replikasi Virus hasilkan Kesalahan Virus yang melemahkan Virus. Apabila Antivirus Corona sudah ditemukan, tentu obat ini akan mampu mencegah Replikasi Virus yang hasilkan Penguatan Virus atau Virus Jenis Baru ( Positive Replication ).

Pokok permasalahan yang disorot Sheahan dan Frieman adalah penggunaan Obat Malaria, AIDS, dan Ebola untuk memacu Negative Replication Virus Corona, juga memiliki risiko tinggi menghasilkan risiko Positive Replication Virus Corona, karena ketiga obat tersebut bukanlah obat yang dibuat untuk Virus Corona, melainkan penyakit lain.

Oleh karenanya, penggunaan ketiga obat non Corona pada pasien positif Corona, justru bisa memacu mutasi Virus Corona (Positive Replication) di dalam tubuh manusia.

Ini berarti, Penggunaan Klorokuin (Obat Malaria), Lopimavir-Ritonavir (Obat Sementara AIDS), dan Remdesivir (Obat Ebola) pada pasien positif Corona membuka risiko Tinggi menjadikan tubuh pasien positif Corona sebagai Laboratorium Hidup Pengembangan / Rekayasa Tahap Lanjut Virus Corona.

Penelitian Sheahan dan Frieman menunjukkan bahaya penyalahgunaan Obat Malaria, AIDS, dan Ebola untuk pasien Corona yang justru dapat dapat memacu lahirnya virus baru Corona (SARS-CoV-3) dari dalam tubuh manusia (Laboratorium Hidup).

Sumber :  Self [What to Know About Chloroquine and Other ‘Promising’ Coronavirus Treatments]

Semakin menarik saja ya perkembangan Virus Corona ini. Kita berharap semua ini segera selesai ya.
Diubah oleh NegaraTerbaru 21-04-2020 14:15
genk10z
infinitesoul
onik
onik dan 318 lainnya memberi reputasi
315
26.6K
295
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.