Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

firsaf05Avatar border
TS
firsaf05
Kumemilih Setia




Kering air mataku mengingat tentangmu.
Tentang kita yang tak jodoh.
Dulu pernah berjanji saling memiliki.
Nyatanya tak kesampaian.
Rela ... relakanlah masa itu, biarkanlah jadi masa lalu.

Lantunan lagu sendu milik duo T2 mengalun dari radio usang yang kuputar. Entah mengapa, liriknya seolah begitu pas dengan kisah hidupku? Kisah masa lalu yang telah lama ingin kulupa. Namun, kembali menguar perih tiap kali lagu ini kudengar.

Perlahan, sudut mata mulai basah. Ah ... baper akut menyerang. Tak kuasa kutepis siluet-siluet masa lalu yang datang berkelebat dalam ingatan.

***

Jam dipergelangan tangan nyaris menunjuk ke angka tujuh malam, sementara kewajiban Magrib belum kutunaikan. Kupercepat langkah menaiki anak tangga, berencana salat di Mushola yang letaknya tepat disebelah kelas. Pekerjaan di kantor cukup padat hingga sore. Mau tak mau membuatku harus terlambat datang ke kampus hari ini.

Usai berwudhu gegas langkahku hendak memasuki pintu mushola, tiba-tiba dari arah berlawanan seorang pria berperawakan tinggi besar menabrakku. Kepala kami beradu, menimbulkan suara benturan yang cukup keras. Badan minimalisku tak kuat menahan goncangan, mendadak aku limbung. Terduduk di lantai.

"Masnya kalo jalan pake mata, jangan pake dengkul!" omelku kala itu.

Bukannya menjawab, lelaki itu malah mengulurkan tangan hendak membantu, sembari melempar senyuman manis. Manis sekali ... hingga mencipta sebuah desiran aneh di dalam dada. Oh, God!

Tiga rakaat usai kulaksanakan, dengan seorang lelaki asing sebagai imam. Entah mengapa, ada rasa hangat menelusup ke relung jiwa. Pertanda apakah?

***
Insiden di depan mushola malam itu, adalah awal dari kedekatan kami. Namanya, Ikhsan. Mahasiswa jurusan Ilmu Politik. Periang, lucu, penyabar.

Kami punya begitu banyak kesamaan. Mulai dari hobi bernyanyi, kesamaan jenis musik favorit, hingga kesamaan hobi membaca. Sering kali kami bertukar koleksi bacaan, berbelanja buku bersama, hingga berburu buku bekas di pasar loak.

Hari-hari berlalu. Ikhsan semakin mengisi pikiranku. Sesaat saja tak berkabar dengannya, duniaku seolah hampa. Kami melewati kebersamaan. Namun, tak pernah ada ikatan. Tak pernah saling mengungkap perasaan. Mengalir begitu saja.

Celakanya, rasa yang terpatri di hatiku semakin kuat. Padahal kutahu ini tak boleh. Ikhsan menjadi begitu penting untukku. Entah mengapa, setiap hal yang dilakukannya selalu menjadi berkesan. Bahkan sekedar hal-hal kecil sekalipun.

Pernah suatu kali, saat dosen tak masuk ke kelas, Ikhsan dengan lantang menyanyikan sebuah lagu untukku.

Sebenarnya aku ingin mengungkapkan rasa.
Tapi mengapa aku selalu tak bisa.
Bagaimana caranya agar dirimu.
Bisa tau, kalau aku suka ... suka ... suka sama kamu.


Lirik lagu yang dinyanyikannya kala itu sontak membuat hati berbunga-bunga, tetapi juga merasa bersalah. Dilema berat tiba-tiba membebani pundak ini.

***

Apa ini cinta? Apakah begini cara Tuhan menghadirkan cinta? Sungguh, Ikhsan datang di saat yang tidak tepat. Bukannya aku tak punya rasa. Hanya saja, hati ini telah terikat dengan yang lain. Bahkan sejak lama. Jauh sebelum Ikhsan hadir.

Kala itu, aku berada dalam posisi yang amat sulit. Di satu sisi, ada Bima. Sahabat kecil yang telah membersamai langkahku sejak dulu. Bima yang selau ada, bahkan siap bertaruh nyawa demi diriku. Bima yang mendadak datang menghadap orang tuaku, melamar dan siap menjadikanku istrinya setelah lulus kuliah. Atas restu orang tua, pun atas kebaikannya selama ini, maka tak ada alasan bagi diri ini untuk menolak.

Di sisi lain, Ikhsan datang dengan segala pesonanya. Hari-hari penuh bunga yang kami lalui, membuat pohon asmara tumbuh subur dengan cepat.

Tetapi aku harus memilih, dan ini teramat sulit. Harus kuakhiri segalanya, meski kutahu akan ada hati yang terluka.

Ikhsan. Ialah yang harus kurelakan. Sebelum cintanya tumbuh semakin dalam. Ya, itulah jalan keluar terbaik!

***



"Kemana aja, sih? Sombong kamu sekarang, Nin!" Ikhsan berbinar melihat kedatanganku ke kantornya. Mata itu ... ada kerinduan terlihat jelas di sana.

"Sibuk, banyak yang diurus," jawabku seadanya.

Aku duduk tepat dihadapannya. Memperhatikan setip inci dari wajahnya untuk terakhir kali.

"Mau minum apa? Aku ambilin. Ya Allah, kangen banget sama kamu," ujarnya lagi. Sembari mencubit pelan hidungku. Gelagapan aku dibuatnya.

"Nggak usah, aku cuma bentar. Cuma mau ngasih ini aja." Kusodorkan undangan berwarna violet padanya.

Wajahnya yang semula semringah mendadak pias, setelah melihat nama Nindy dan Bima tertulis di sampul undangan.

"Kamu ...." Ucapannya terhenti. Ia mundur perlahan. Lantas membuang wajah. Ada kristal bening di sudut matanya yang coba ia sembunyikan dariku.

"Maaf!" jawabku parau. Mataku ikut memanas. Kutata hati sekuat mungkin, untuk tak menangis di hadapannya.

"Aku dan Bima, sudah terikat sejak lama. Jauh sebelum kamu hadir. Maaf, aku memilih setia. Meskipun aku tahu, cinta kalian sama besar. Tapi harus ada keputusan. Demi kamu. Demi mama dan papa, juga Bima, Maafkan aku! Kumohon!"

Tak kuasa menahan sesak di dada. Aku berlari pergi. Kutinggalkan Ikhsan yang masih terdiam dengan isak yang tertahan. Selamanya.

Maafkan aku yang telah membuat luka. Terima kasih untuk bahagia yang pernah kau ukir saat kita bersama. Mungkin kita tak berjodoh di alam nyata. Namun, di dalam mimpi kau selalu hadir membersamai.

END

Bandar Lampung, 22 April 2020.

Penulis, @Firsaf05

Sumber gambar: Di sini

Di sini










nona212
riwidy
ary81
ary81 dan 79 lainnya memberi reputasi
80
2.6K
112
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.