i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Sambil Terisak, Syekh Ali Jaber Beri Nasihat Jangan Keras Kepala soal Corona


Sambil Terisak, Syekh Ali Jaber Beri Nasihat Jangan Keras Kepala soal Corona

Jakarta - Syekh Ali Jaber mengaku sedih dengan situasi pandemi Corona (COVID-19) di Indonesia. Syekh Ali Jaber mengatakan kesedihannya itu lantaran tidak bisa melaksanakan ibadah di masjid seperti biasanya.
Sambil terisak, dia juga mengungkapkan curahan hatinya terhadap orang yang masih keras kepala, tidak menaati aturan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus Corona.

"Saya merasa sedih karena tidak bisa tarawih, saya merasa sedih dan menangis karena nggak bisa mudik. Saya merasa terluka hati saya karena nggak bisa Jumatan," kata Ali lewat tayangan langsung di YouTube BNPB, Selasa (21/4/2020).

Sambil menyeka air mata, Ali meminta umat Islam tetap patuh beribadah dari rumah. Dia percaya Corona bisa dihadapi asal masyarakat mau berikhtiar.

"Tapi ini ujian wajib kita turuti, wajib kita imani, wajib kita percaya takdir Allah dan kita lawan takdir dengan takdir, jangan orang kita keras kepala," ujar Ali.

Ali percaya Allah akan mengangkat musibah ini jika semua mau berdoa. Doa bisa dilakukan di rumah dengan tulus dan ikhlas tanpa harus ke masjid.

"Memang kita tidak bisa bermunajat di masjid, tapi barangkali munajat yang tulus dan ikhlas di rumah masing-masing pasti akan Allah dijabah dan Allah akan mengangkat bala," ucapnya.
sumber

********

Dibalik musibah, selalu ada hikmah.
Dibalik wabah, selalu ada petuah.
Dibalik wabah pula, selalu terlihat sebuah masalah.

Kita sama-sama mengetahui, bahwa Syech Ali Jaber adalah Imam Masjid Nabawi. Warga negara Arab Saudi yang justru lebih mencintai Indonesia sebagai negara keduanya sehingga pada akhirnya memilih Indonesia sebagai negaranya dan menjadi WNI. Dan pastinya ada sebuah alasan yang masuk akal kenapa beliau memutuskan hal itu.

Syech Ali Jaber adalah contoh ulama dari sekian banyak ulama yang tak pernah sekalipun berkata kotor dan kasar, memaki-maki, dan menghina siapapun juga atas nama agama atau berlindung dengan topeng agama.

Meskipun mungkin beliau termasuk tokoh yang ada dalam demo 212 bersama Habib Rizieq, tapi beliau berbeda dengan lainnya. Dia lebih banyak meredam emosi peserta demo. Dan pastinya ada etika yang dijaga andai beliau tidak ikut berdemo.

Lepas dari soal tersebut, kali ini beliau benar-benar menjalankan fungsinya sebagai ulama yang memberi pemahaman yang benar bagi ummat muslim khususnya dan masyarakat banyak pada umumnya.

Syech Ali Jaber mungkin merasa malu dan terpukul, karena dengan mata dan kepalanya sendiri, beliau melihat bahwa begitu banyak ummat muslim yang pekok dan ndableg. Merasa lebih ulama dibanding ulama. Merasa lebih presiden dibanding presiden. Merasa lebih aparat dibanding aparat.

Dalam kehidupan ummat Islam, sebenarnya ada 2 yang menjadi tolak ukur hidup dalam sebuah masyarakat negara. 1 adalah Ulama. Kedua adalah Umara. Dan Umara adalah pemimpin tertinggi sebuah negara. Dalam hal ini Indonesia jelas dipimpin seorang presiden. Jika ummat tak mau mengikuti apa kata Umara, pastinya ada sandaran lain yaitu Ulama yang harus diikuti. Tapi ketika ucapan Ulama sendiri sudah tak digubris, lantas siapa yang diikuti oleh ummat muslim Indonesia? Sementara MUI telah mengeluarkan fatwa, himbauan, anjuran, berdasar dalil Aqli dan dalil Naqli, berdasar sejarah Rasulullah, berdasar sejarah Sahabat Rasulullah dalam menjalani ibadah ditengah wabah. Dan itu masih saja ditentang oleh sebagian muslim? Sungguh manusia-manusia macam inilah sekoplak-koplaknya manusia.

Jika ada ungkapan rumahku adalah surgaku, maka ungkapan inilah yang paling tepat disematkan pada saat ini. Berkumpul dan beribadah bersama keluarga. Berkumpul saling menguatkan. Berkumpul saling menjaga. Yang selama ini mungkin jarang bercerita antara anak dan orangtua, kini waktu itu semakin banyak. Para ojol yang selama ini lebih banyak nongkrong diluar dengan komunitasnya, bisa lebih tahu permasalahan keluarga. Sebenarnya ada hal-hal baik dibalik social distancing, WFH, stay at home, atau semacamnya.

Jadi, kita patut mempertanyakan, apa dasar yamg melatari mereka-mereka yang tetap memaksa beribadah berjamaah diluar rumah. Yang melatari mereka seolah paling tahu dibanding surga dan neraka. Paling tahu terhadap Tuhannya.

Jika Syech Ali Jaber sampai menangis melihat fenomena sekarang ini, sebenarnya secara tidak langsung beliau khawatir bahwa Umara menjalankan fungsi ketertiban sosial dengan memakai perangkat hukum dan perangkat keamanan negara. Dan ini sebenarnya dibenarkan oleh hukum negara dan hukum agama.

Sekarang tanya hati sendiri, khususnya bagi ummat muslim. Ketika Umara dan Ulama tak kalian dengar dan kalian turuti, lantas siapa yanh kalian turuti selama ini? Ulama macam apa yang jadi panutan kalian? Lembaga Ulama sudah berbicara. Ulama asli dari padang pasir, Imam Masjid Suci, juga telah bicara. Tak cukup? Atau tetap mau bersandar pada permainan logika, kalau tempat A dan B boleh ramai, kenapa rumah ibadah tak boleh ramai? Atau tetap berpegang pada asumsi bahwa Corona adalah tentara Allah yang akan menjaga ummat? Lha ada yang pingsan tiba-tiba di Masjid aja langsung kocar kacir koq.

Atau karena yang bicara tentang tentara Allah itu hanya mengakui Ulama Mesir? Beda jalur gitu?

Sudahlah.
Hentikan segala macam kebodohan.
Surgamu memang akan tetap buatmu.
Tapi kebodohanmu jangan dipaksakan kepada orang lain, sebab liang kuburmu hanya untukmu.

Masuk saja sendiri ke liang kuburmu.

Diubah oleh i.am.legend. 22-04-2020 03:11
4iinch
infinitesoul
sebelahblog
sebelahblog dan 144 lainnya memberi reputasi
145
6.7K
139
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.2KThread40.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.