Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

trifatoyahAvatar border
TS
trifatoyah
Akhir Istikharah Cintaku





Mencintai dan dicintai adalah fitrah manusia, apakah cintaku pada Mas Gama adalah cinta yang salah? Entahlah aku tidak tahu. Rasa itu tiba-tiba menenangkan jiwa, menyelimuti hati sehangat mentari.

Hubunganku dengan Mas Gama sudah berjalan satu tahun lamanya, walaupun kami menjalani pacaran secara islami, maksudnya, kami nggak pernah yang namanya gandengan tangan apalagi lebih. Aku menganggap Mas Gama adalah laki-laki yang baik, santun, dan penyabar. Dialah laki-laki yang aku tunggu-tunggu selama ini.

Dari segi fisik boleh dikatakan mendekati sempurna, alis tebal, hidung mancung, bibir menawan dan kulit putih bersihnya sungguh memikat hati ini, seorang gadis yang baru saja lulus SMA.

Mas Gama ingin aku meraih gelar sarjana, ia menemaniku saat mendaftar di Perguruan Tinggi Swasta di kota kami.
Aku pun berjanji padanya akan belajar sungguh-sungguh, agar bisa lulus lebih cepat, dan tidak akan tertarik dengan laki-laki manapun. Seperti janjinya pada sebuah masjid yang terletak di pusat kota.

"Dek, aku janji di teras masjid ini, akan menunggumu, bila saatnya tiba, Ayah dan Ibu akan datang melamarmu untuk putra tercintanya ini."

"Terima kasih, Mas. Aku bahagia mendengarnya. Terima kasih juga atas perhatian Mas Gama selama ini, sudah mau nganterin aku, membimbing aku, InsyaAllah aku akan setia."

"Aku mencintaimu, untuk hari ini, esok dan yang akan datang," ucapnya lembut, tidak dengan menggenggam atau pun menatap wajahku lekat-lekat, layaknya sebuah Novel tentang cinta. Dia mengucapkannya sambil menunduk, disampingku. Aku tahu ucapan itu tertuju untuk wanita disampingnya, yaitu aku.

Hari itu anganku melambung tinggi, membayangkan aku bersanding di pelaminan dengan laki-laki yang sudah mengambil separuh nyawaku, untuk senantiasa mengiringi setiap detik perjalanan hidupnya.

***

Suntikan semangat lewat pesan-pesan yang dikirimkan lewat pos waktu itu saja sudah cukup membuatku bahagia. Awalnya seminggu bisa mengirim pesan sekali tapi, lambat laun pesan itu sudah mulai jarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, bahkan ketika aku menelponnya, dia merijek panggilan dariku.

Selalu bertanya, apa salahku? Bahkan disetiap lantunan doa di sepertiga malam, selalu kusebut namanya. Dalam deraian air mata kupinta pada Sang Pemberi Cinta, kalau dia laki-laki yang terbaik untukku, jagalah dia, dekatkanlah dia padaku, mudahkanlah segala urusannya, dan berikanlah kebaikan dunia dan akhirat padanya.

***

Bila ada wanita yang paling menderita sedunia, mungkin itu adalah aku. Saat itu bumiku berpijak seakan tidak rata, semuanya terasa gelap.
Namun, aku harus tetap berdiri melihat kenyataan pahit di depan mataku.

Mengapa aku yang harus mengalah? Pertanyaan itu terus muncul dibenakku, pertanyaan dari seorang adik yang harus merelakan kekasih hati, mengucapkan ijab qobul, di sebuah masjid di mana di masjid ini, dia pernah mengatakan kalau dia mencintaiku.

Wanita anggun yang duduk disampingnya itu adalah kakak perempuan yang satu bulan ini selalu curhat padaku, tentang seorang laki-laki yang dijodohkan ayah dan ibu, aku yang mendukungnya untuk shalat Istikharah, aku yang menguatkan hatinya untuk menerima laki-laki itu. Karena sungguh aku tidak tahu kalau laki-laki itu adalah Mas Gama.

Ika Meisyiana, kakak perempuanku yang tidak pernah mengenal kata pacaran, wanita yang memakai niqob ketika keluar rumah itu, telah terpilih oleh orang tua Mas Gama, yang tak lain adalah sahabat Ayah waktu masih duduk di bangku SMA. Aku tidak tahu alasan apa Mas Gama mau menerima perjodohan itu.

"Dek, calon kakak iparmu itu, ibunya sedang sakit, beliau ingin melihat putra satu-satunya itu menikah."

"Mbak Ika beruntung sekali, akhirnya jodoh terbaik telah dikirimkan Allah untuk wanita shalihah seperti, Mbak."

"Doakan aku, ya Dek. Semoga aku bisa menjadi istri yang baik."

"Itu pasti, Mbak. Kalau, Mbak Ika bahagia aku pun bahagia."

***

Aku menangis tergugu di halaman masjid Al-Ikhlas. Mbak Ika tak pernah tahu kalau laki-laki yang telah sah sebagai suaminya itu adalah laki-laki yang pernah berjanji akan menikahiku, begitu dengan Ayah dan Ibu, karena aku tidak pernah menceritakan pada siapapun tentang hubunganku.
Mas Gama, aku tidak tahu bagaimana reaksimu kalau kamu tahu, aku adalah adik dari Mbak Ika.

Ibu merangkul pundakku, mengajak untuk masuk ke dalam masjid, dia mengusap air mataku yang berderai, sambil bertanya?

"Mengapa, Adek menangis?"

"Adek bahagia, melihat Mbak Ika bahagia."

Bibir ini bisa bilang bahagia, tapi sejujurnya hati ini tercabik-cabik. Biarlah aku yang mengalah. Mas Gama, kamu tidak sepenuhnya salah, kalau pun kamu melamar aku waktu itu, belum tentu aku menerimanya, karena alasan aku belum lulus kuliah. Aku masih ingin menggapai cita-cita setinggi langit. Ini bukan perlombaan cinta, ada yang menang dan kalah. Mungkin memang Mbak Ika jodoh terbaikmu. Inilah jawaban dari akhir Istikharah cintaku.


Aku harus yakin dengan QS. An-Nur 26, percaya kalau rencana Allah itu lebih indah

Pekalongan 21 April 2020

Sumber gambar:
di sini
Diubah oleh trifatoyah 21-04-2020 22:42
NadarNadz
riwidy
nona212
nona212 dan 95 lainnya memberi reputasi
96
3.2K
166
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.