Review Novel Andrea Hirata : Orang-Orang Biasa

Beranda

...

Buku
Review Novel Andrea Hirata : Orang-Orang Biasa

noviepurwanti

24-05-2019 02:53

Review Novel Andrea Hirata : Orang-Orang Biasa

Dokpri

Kangen, Gaes, setelah puasa medsos sebentar.

Alhamdulillah akhirnya sinyal sudah bersahabat lagi setelah gak bolo selama beberapa hari. Ketika sedang perang sinyal, lha kok kebetulan palang merah hadir, jadi ya mantaplah buat baca buku sama nonton Drakor.

Buku yang berhasil aku khatamin dalam waktu 3 jam doang itu bukunya penulis kesayangan yaitu Andrea Hirata.

Ehem!

Sebenarnya novel Andrea Hirata yang berjudul Orang-Orang Biasa dan Hati Suhita karya Ning Khilwa Anis sudah datang beberapa Minggu sebelum bulan Ramadhan. Maklum belinya onlen.

Nggak Kober baca, Gaes!

Kemarin baru bisa baca kedua buku ini.

Buku pertama yang kubuka punya Andrea Hirata.

Ngeliat sampulnya kok biasa banget ya. Gambarnya nggak begitu menarik. Background kuning dengan gambar seekor eh seorang yang mukanya kek lutung bawa gembolan.

Halaah, gini amat cover. Biasa banget, pikirku waktu itu. Setelah kuraba, ternyata gambar cover dan tulisan novelnya timbul. Emboss gitu deh.

Buka lagi.

Mataku terpana pada halaman pertama. Kertas warna merah dan ada tanda tangan Babang Andrea. Hiks, terharu, Gaes.

Seperti biasa, cerita dibuka dengan deskripsi setting kota Belantik yang membuatku terseret ke dalam cerita.

Yook diintipin spoilernya

Spoiler for spoiler:

Belantik, sebuah kota yang sangat minim angka kejahatannya hingga membuat Inspektur Abdul Rajali yang mengidolakan Shakh Rukh Khan dan polisi muda Sersan P. Weni yang mengidolakan sang Inspektur termenung-menung, melamun berdua sambil menunggu anak-anak lulusan sekolah minta surat kelakuan baik.

Puluhan tahun lalu, di sebuah sekolah, 10 sekawan legendaris nggak bisa menyelesaikan pendidikan karena sangat-sangat jongkok. Selain miskin, bodoh, muka ngenes, mereka juga ditindas oleh duo Baron dan Trio Bastardin.

10 Pecundang itu adalah :

Handai, seperti namanya, ia suka berandai-andai.

Tohirin, dua kali nggak naik kelas dan sempat dikeluarkan dari sekolah, tapi dipungut lagi karena nggak ada sekolah lain yang mau menampung.

Honorum, selalu dicampakkan di bangku belakang karena terlalu lemot.

Sobri, murid paling bodoh diantara yang bodoh. Suaranya keras banget dan mulutnya mirip corong TOA

Rusip, udah nakal, jorok dan dia bau badan kek pasar ikan.

Salud, punya muka berbongol-bongol super jelek yang bikin trio bastardin dan duo Baron selalu memukulinya.

Dan tiga orang gadis yaitu Dinah, Nihe dan Jumlah yang sama-sama bodoh juga nggak cantik.

Sampai mereka dewasa, kehidupan tetap diliputi kemiskinan dan kebodohan.

Begitu juga dengan perundung, mereka tetap jadi perundung.

Sampai akhirnya, anak Dinah salah satu anggota 10 sekawan diterima di fakultas kedokteran.

Di sinilah cerita seru dimulai. 10 sekawan memikirkan cara mencari uang sebesar 750 juta buat membantu biaya kuliah Aisyah.

10 orang yang selalu duduk di bangku belakang, nggak naik kelas dan putus sekolah bermaksud mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.

Mereka sepakat melakukan titik titik dan titik titik.

Hahaha!

Dokpri

Cukuplah sampai di situ, Gaes. Kalau penasaran beli ya di Gramedia. Udah ada apa belum aku nggak paham.

Babang Andrea membuatku menjelma menjadi orang stres, kata Bapak. Soale aku ngakak Dewe keras banget. Seperti biasanya, Babang bikin aku puas dengan twist ending yang wuaah wuaah pokoknya jos tenanan ketiban duren!

Rekomended banget.

Setelah baca keseluruhan cerita, aku menutup buku. Memandang cover yang awalnya biasa, sekarang menjadi luar biasa.

Ckckck. Cerdas banget! Semua isi buku tergambarkan lewat cover.

Menakjubkan.

Kamu gak bakal rugi memiliki buku yang baru terbit pada bulan Februari 2019 setebal 262 halaman, yang diterbitkan oleh Bentang dengan harga bandrol Rp. 89.000 di pulau Jawa.

Sampai jumpa dalam tulisan selanjutnya. Makasih semuanya dan selamat menjalankan ibadah puasa.