azaleasyfAvatar border
TS
azaleasyf
Bidadari Impian #02
•Cinta Pertama Alfa (02)

***

Beberapa tahun sudah berlalu, tapi, bayangan cantik nan indah itu masih tetap saja tercetak jelas di pelupuk mata Alfa. Lelaki yang mencintai bidadari pujaannya dengan kasih nan sayang yang begitu tulus dan suci. Walaupun sang bidadari sudah berbeda alam dengannya tetap saja rasa itu masih mencengkram kuat di hati dan atma.

Sungguh hal tersulit jika dia harus bisa melupakan bidadarinya, cinta pertamanya. Anindita Keisha Zahra.

“Mampukah aku menemukanmu dalam diri wanita lain? Sampai kapan cintaku untukmu akan habis? Haruskah hatiku terus terikat denganmu?”

Lelaki bertubuh jakung itu meraih sebuah figura di atas nakas tempat tidurnya. Figura itu menampilkan sebuah foto gadis berhijab yang nampaknya tengah tersenyum dengan manisnya, pipinya nampak bersemu merah dengan bola mata beningnya yang teduh.

“Anin, bidadariku,” lirihnya seraya mengusap figura yang kini sudah berada di tangannya.

“Al, jadi mau nganterin bunda?”

Sosok wanita paruh baya membuka pintu kamar Alfa. Seketika Alfa langsung menaruh figura itu.

“Iya, Bun. Alfa berangkat ngajar sekalian nganter Bunda.”

Maryam–bunda Alfa hanya menganggukkan kepalanya. Ia pura-pura tidak tahu tentang apa yang baru saja ia lihat sendiri, rutinitas yang kini selalu Alfa lakukan di pagi hari. Menatap figura dengan tangan mengusap foto seorang gadis.

“Masih teringat dia?”

Dia yang dimaksud Maryam adalah Anin, dia sudah tahu semuanya dari cerita Alfa.

Sejenak Alfa menghembuskan nafas lembut, pandangan matanya masih fokus ke jalanan dan kemudi.

“Gimana nggak kepikiran, Bun. Dia cinta pertama Alfa, wanita yang mampu membuat Alfa menghilangkan sikap dingin dan cuek,” balas Alfa menatap bundanya dari spion motornya.

Maryam menatap putranya nanar dari spion kiri motor, sedalam itukah Alfa mencintai Anin? Walaupun Anin sudah pulang ke pelukan-Nya satu tahun yang lalu, tetapi cinta itu masih mengakar kuat di hatinya.

“Yang kuat ya, Nak. Cobalah untuk mengikhlaskan. Bunda dan kamu pun pasti akan menyusul mereka,” ucap Maryam mencoba menyemangati.

Alfa hanya menganggukkan kepalanya.

***

Tring!

Suara bel masuk sudah berbunyi dengan nyaring, membuat Alfa yang awalnya masih duduk di kursinya segera menyiapkan semua buku yang akan ia pakai untuk mengajar di kelas 10 Broadcasting.

Baru satu minggu ini Alfa menjadi pengajar disalah satu sekolah swasta. Semua berjalan dengan lancar.

“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” ucapnya memulai pembelajaran di hari Selasa ini.

“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab siswa-siswi hampir bersamaan.

“Selamat pagi semua, semoga nggak bosan ya ketemu saya terus?” Alfa menambilkan seulas senyum yang mampu membius para siswi yang melihatnya.

“Enggak dong, Pak. Malah kitanya seneng bisa diajar sama guru ganteng kayak Pak Alfa.” Seorang siswi menceletuk yang setelahnya mendapatkan sorakan dari teman-temannya.

Alfa hanya menggelengkan kepalanya, dia mulai mengetahui tingkah serta polah mereka.

“Hari ini pelajarannya DDK?” tanya Alfa memastikan.

“Iya, Pak.”

Alfa segera mengeluarkan buku paketnya bersampul yang bertuliskan "Dasar-Dasar Kreativitas".

“Bismillahirrahmannirrohim, mari kita mulai pembelajaran pagi ini dengan membaca do'a sebelum belajar.”

Para murid serempak membaca do'a sebelum belajar. Setelahnya pembelajaran dimulai dengan selingan candaan hingga jam pelajaran yang Alfa ajar berakhir tepat pada jam dual belas siang.

Adzan dhuhur berkumandang indah dari masjid samping sekolah. Alfa segera berjalan menuju setiap kelas untuk mengingatkan para siswa dan siswinya.

“Mas, Mbak. Ayo salat dulu, jangan mainan hape mulu.” Alfa berdiri sejenak di ambang pintu kelas 12 Broadcasting.

“Iya, Pak.” Mereka kompak menaruh ponselnya masing-masing dan bergegas menyiapkan alat salat.

Namun, Alfa tertarik dengan satu siswi yang menidurkan kepalanya ke meja yang beralaskan kedua tangan yang dilipat.

Alfa mencoba masuk di antara lalu lalang siswa-siswi yang keluar dari pintu kelas.

“Mbak, nggak salat?” ucap Alfa pelan setelah sampai di samping siswi tersebut.

“Stttt, aww ... sa ... saya lagi nggak salat, Pak.” Siswi tersebut mencoba mengangkat wajahnya dengan rasa sakit yang semakin menjadi di dalam perutnya.

Seketika Alfa tersentak saat wajah itu sudah bisa ia lihat. Siswi ini sangat mirip dengan seseorang di masa lalunya, bidadarinya.

“Oh, ya ... ya sudah kalau begitu. Bapak pamit dulu,” ucap Alfa dengan segera berlalu tanpa menunggu jawaban sang siswi–adegan yang sama ketika Alfa berbincang dengan Anin di depan masjid.

Alfa berjalan di lorong kelas dengan fikiran terus melayang tentang wajah siswi tadi. Wajahnya cukup mirip dengan wajah Anin, dari mulai mata, bibir serta pipinya yang juga nampak bersemu merah.

“Apakah itu dia?” bisik Alfa seraya terus berjalan menuju masjid. Dia meraup wajahnya dan menghembuskan nafas kasar.

Selama mengajar dia baru pertama kali melihat siswi tersebut, mungkin karena dia tidak mengajar di kelas dua belas dan sebelas? Entahlah, yang pasti ia cukup terkejut dengan apa yang dilihatnya tadi.

***

[Nanti jemput Aina jam dua, dia katanya pulang cepat.]

Satu pesan masuk ke dalam ponsel Alfa, itu Maryam sang bunda.

[Iya, Bunda. Nanti pulang dari sekolah Alfa langsung jemput Aina.]

Setelah mengetik balasan Alfa segera memasukkan ponselnya ke dalam saku. Sekarang sudah pukul 13.15 dan dia sudah tidak ada lagi jam mengajar di kelas 10. Membuatnya kini hanya duduk di ruang guru bersama tiga guru lainnya yang masing-masing sibuk dengan laptopnya.

Merasa bosan, Alfa memutuskan untuk menuju perpustakaan sekolah. Siapa tahu ada sesuatu menarik yang bisa dia baca, seperti buku kejuruan yang ia ajar, novel ataupun biografi.

“Mau kemana, Pak Alfa?” tanya wanita berhijab yang kini berpapasan dengan Alfa di depan pintu ruang guru.

Alfa tersenyum tipis.

“Ke perpustakaan, Bu,” jawab Alfa sopan.

Wanita yang ia panggil 'Bu' itu hanya beroh ria dengan disusul senyuman manis yang menampakkan gigi gingsulnya.

“Kalau begitu saya permisi.” Alfa sedikit menunduk dan berjalan melewati guru tersebut yang menganggukkan kepalanya.

Sampai di perpustakaan Alfa segera menuju ke jajaran rak yang menampilkan beberapa novel bergenre islami. Ia memilah novel-novel tersebut, hingga ia memilih novel karya Habiburrahman El Shirazy berjudul "Bidadari Bermata Bening".

Ia membaca cover belakang novel tersebut, terdapat beberapa testimoni pembaca yang merasa sangat senang dan terbawa kala membaca novel karya novelis nomor satu di Indonesia ini.

Alfa memilih duduk di sebuah kursi tunggal yang berada di sudut ruangan, perpustakaan yang sepi membuatnya semakin fokus membaca. Hingga baru beberapa lembar ia baca, mata Alfa tak sengaja melihat tumpukan kertas di pojok perpustakaan.

Merasa penasaran Alfa pun menutup novel dan mengembalikannya dengan setelahnya berjalan menuju tumpukan kertas tersebut yang membuatnya penasaran.

“Daftar siswa berprestasi.” Bibirnya bergumam seraya membaca sebuah tulisan di kertas tersebut.

Matanya terus menelanjangi isi kertas tersebut yang berisi nama-nama siswa berprestasi di sekolah ini. Hingga pada akhirnya netra Alfa terhenti disebuah nama yang sangat ia kenal.

Anindita Keisha Zahra. Siswi tersebut meraih tiga juara sekaligus.

“Tilawah, berpidato dan berpuisi. Semuanya juara satu?” ucap Alfa lirih dengan terus matanya menatap tulisan itu.

“Tahun dua ribu enam belas? Dia bersekolah di sini? Anin? Benarkah mereka orang yang sama?” Kembali Alfa bergumam sendiri dengan pikiran yang masih rumpang.

Ingat akan suatu hal Alfa segera meraih ponselnya di saku. Dengan cepat dia mendial nomor sang sahabat.

“Zan, lo masih ingat tentang siswi SMK yang namanya Anin? Cewek yang lo suka?” ucap Alfa kepada seseorang di sebrang sana.

“Iya ingat, emang kenapa?” balas suara berat di sana.

“Lo masih ingat asal sekolah Anin?”

“Kalau nggak salah sih dia dari SMK Al-Ikhlas. Emang ada apa sih, Fa?” tanya Farzan yang rupanya penasaran.

Sedangkan Alfa malah memejamkan matanya setelah mendengar jawaban Farzan. Nama sekolah yang disebutkan sahabatnya adalah tempat bekerjanya saat ini, di sekolah yang tengah ia pijak saat ini.

“Gue ngajar di sekolah Anin, dan lo tau, ada siswi yang bener-bener mirip sama Anin. Dari mulai matanya, hidung bahkan pipinya yang kemerah-merahan.”

Terdengar Farzan yang rupanya tersentak mendengar jawaban Alfa.


“Lo serius? Apakah siswi itu adiknya Anin, tapi, setahu gue Anin itu nggak punya adek. Dulu gue pernah nanya tentang dia dan keluarganya, ya walaupun agak cuek.”

“Lo, masih suka sama dia?” tanya Alfa hati-hati padahal ia sudah tau dengan jawaban Farzan.

“Suka? Harus berapa kali gue bilang, Fa. Gue nggak akan mungkin ngambil seseorang yang lo sayang, gue nggak mau persahabatan kita hancur cuman gara-gara wanita. Lo itu satu-satunya temen yang mampu bikin gue berubah jadi lebih baik lagi, mana mungkin gue tega merebut kebahagiaan lo.”

Alfa kembali menatap kertas yang masih ada di tangannya.

“Terus ini gimana?” tanya Alfa yang malah membuat Farzan terkekeh.

“Ya, nggak gimana-gimana Fa. Btw, tuh murid yang mirip Anin kelas berapa?”

“Dua belas.”

“Nah, bagus. Kejar dia sampai dapat, siapa tahu dia bisa bantu lo buat ikhlasin Anin yang sudah tenang di sana.”

Mendengar ucapan Farza membuat Alfa menggelengkan kepalanya dan menaruh kembali kertas itu di tempat semula.

“Ya kali gue mau nikahin anak SMK? Lagian gue masih belum bisa ngelupain Anin, lagian gue juga nggak mau bikin istri gue nantinya sakit hati karena suaminya masih inget sama cinta pertamanya.”

“Ck! Emang salah ada guru yang menikah dengan muridnya? Lagian dia juga bentar lagi lulus dan umur lo masih 23 tahun kan? Kalau masalah cinta pertama cukup jadikan itu kenangan terindah lo, yang harus lo lakukan sekarang adalah fokus ke depan dengan segala harapan-harapan lo,” ucap Farza mencoba menyemangati sahabatnya.

“Dan harapan gue yang masih hingga sekarang adalah bisa bersatu dengan Anin.”

Seketika Farzan menepuk keningnya di sebrang sana. Ternyata Alfa cukup keras kepala.


“Terserah lu deh, yang penting lo nggak mencoba bunuh diri buat bisa bersatu dengan Anin di alam sana. Yang ada lo nanti di smackdown sama malaikat Munkar dan Nakir. Udah ya, gue mau kerja dulu. Wassalamu'alaikum,” ucap Farza geram dengan langsung memutuskan sambungan telfonnya.

“Wa'alaikumussalam,” jawab Alfa seraya menaruh ponselnya di saku kembali.

Alfa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan 13.45, dengan segera Alfa keluar dari perpustakaan dan bersiap untuk pulang serta menjemput adiknya. Dengan sebelumnya ia melihat sekilas siswi yang mirip dengan Anin itu tengah terbaring di kasur bersprei putih UKS yang tempatnya di samping perpustakaan.

###
nona212
lumut66
disya1628
disya1628 dan 83 lainnya memberi reputasi
82
1.7K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.