Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

adeeefrAvatar border
TS
adeeefr
Jogja Dan Tanda Tanya
Sugeng Rawuh, kalimat pertama yang kubaca ketika aku baru saja memasuki pintu gerbang salah satu terminal di kota ini, Sugeng Rawuh yang artinya selamat datang, aku baru tau setelah aku mencari artinya di internet. Zaman sekarang, yang susah bisa menjadi mudah dan yang mudah bisa menjadi susah apalagi ketika kita tidak bisa berkompromi dengan diri sendiri. Hari masih terlalu muda dan mentari juga belum waktunya untuk menampakkan sinarnya ketika aku sampai di kota ini, jam tangan ku menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Belum ada interaksi, orang-orang lebih mementingkan dirinya masing-masing untuk istirahat atau sekedar rebahan setelah perjalanan yang cukup melelahkan.

“Jogja”

Banyak orang bilang, Jogja itu istimewa. Dan kalimat itu yang menjadi senjata utama untuk menjaring orang-orang agar datang untuk menetap atau sekadar berkunjung ke kota ini. Seperti difusi pagi ini, aku terbangun dengan cerita-cerita baru yang akan aku dapat dan menjadi tabungan cerita di masa tua nanti, kalau sampai tua hehe emoticon-Smilie

Apa iya Jogja seistimewa itu? Kenapa Jogja?

Pandangan setiap orang berbeda-beda dan cerita yang disajikan juga tak selalu sama, seperti cerita dari beberapa orang yang aku temui. Seperti kata seorang pria berkaca mata dengan kumis nya yang lumayan menawan. Dia bernama Fikri, iya aku memanggilnya dengan sebutan Bang Fikri, karena memang dia uda agak tua dan masih sendiri.

Ia bilang, kalau mau berlibur dengan suasana pedesaan tapi di kota. Maka datanglah ke Jogja, ya walaupun pernyataannya agak kontradiktif “desa tapi kota”. Yaudalah ya nggak apa-apa, toh itu pendapat pribadi yang nggak semua orang harus menyetujui. Jogja termasuk salah satu pusat ekonomi kreatif karena disini banyak hotel murah dan juga perempuan. Haa?? Kemana arahnya? Sejauh ini selama ia berkunjung ke Jogja, Jogja tetap tenang seperti semboyan nya yang banyak di tiang-tiang dipinggir jalan “Jogja Tetap Berhati Nyaman”.

Satu, dua kuhitung hari-hari yang akan datang. Sudah sekitar sebulan lebih hal ini terus aku lakukan. Entah, belum ada rasa bosan. Jalan kesana kemari walaupun sendiri, ini terasa lebih menyenangkan. Yaa ini memang salah satu dari tujuan yang aku pilih, mengisolasikan diri. Belum mau berteman apalagi ikatan. Hanya ada satu pertanyaan kenapa aku melakukan ini. Bisakah aku berkembang melebihi aku yang sebelum sebelumnya? Cuma aku yang tahu.

Sampai akhirnya aku bertemu dengan seorang perempuan bernama Anita, aku memanggilnya Mbak Anita. Ia seorang sekretaris dikantor tempat ku bekerja atau lebih tepat nya tempat aku menghambakan diri sebagai “budak korporasi”. Ia bercerita mengenai Jogja di jam makan siang waktu itu, ia bilang Jogja itu uda jadi destiny untuk dirinya dan beberapa saudara sebelum dia. Tanpa perlu mengajukan pilihan, ia sudah tahu bakal dimana ia ditempatkan.

Stigma yang terbangun dari dulu mengenai Jogja adalah, “Jogja Kota Pendidikan”. Kalau ingin menempuh pendidikan yang bagus, maka pergi lah ke Jogja. Hal itu juga yang dialami oleh seorang Anita, selepas selesai di Sekolah Menengah Pertama, ia sudah tahu kemana arah ia akan menuju. Ya, Jogja! Mungkin hal itu yang menyebabkan hari-hari Anita menjadi biasa saja mengenai Jogja, ia kurang tertarik dengan wisata, budaya dan segala macamnya yang ada di kota ini. Ia bilang, nggak ada yang menarik dari hidupku de. Apa yang ingin aku ceritakan? Bisa dibilang hidupku datar-datar saja, flat. Bahagia ya tentu, bahagia juga bisa diciptakan dari diri sendiri.

Warna-warni yang belakangan ini mewarnai seisi kepala ku rupanya melahirkan banyak kata-kata. Bisa jadi ini adalah kekuatan yang dititipkan Tuhan untukku agar selalu belajar dan terus berbagi energi positif agar semua bagian dalam diri ini hidup kembali setelah lama kubiarkan mati. Kalau saja setiap hari adalah kanvas, pasti sudah jelas terlukis betapa berwarnanya hari hari yang dijalani banyak manusia di bumi.Jogja Dan Tanda Tanya

Aku mempunyai seorang teman SMA di kota ini, ia bernama Dedy, ia baru saja menikah dengan seorang wanita pujaan hatinya tentu saja. Ia bilang, menikah lah. Seenggaknya itu menjadikan kita lebih bertanggung jawab dari hari-hari sebelum kita memiliki keluarga. Dan pada saat itu, aku cuma bisa menjawab “menikah kan nggak bisa sendirian emoticon-Smilie”. Oke baik, lanjut. Seorang Dedy datang ke Jogja dengan alasan yang menurutku agak aneh, ia datang kesini hanya karena ia suka dengan lagu Kla Project yang berjudul Yogyakarta. Keren.

Dedy mendaftar kuliah di salah satu kampus di kota ini, lulus dan menjadi sarjana. Lalu ia bekerja dan sekarang ia sudah mempunyai teman tidur halal yang setiap pagi menyiapkan sarapan dan pakaian yang ingin ia kenakan sebelum ia pergi bekerja. Semoga kalian menjadi keluarga yang asik dan tidak membosankan. Selamat bung!

Hari-hari terus berjalan, bangun pagi untuk bekerja sampai petang aku harus pulang. Hari-hariku cenderung monoton dan membosankan, tapi aku menikmati. Jarang sekali orang-orang menikmati kebosanan dan merayakan kesepian. Tapi inilah kesempatan yang sudah ku pilih untuk menetap dikota ini. Karena bagiku, hidup itu bukan soal pilihan tapi soal kesempatan. Ketika kita memiliki kesempatan, maka disitu kita baru bisa memilih. Ketika tidak ada kesempatan, apa yang akan dipilih?

Seperti malam hari itu, aku bertemu dengan seorang perempuan asal Pekanbaru ia bernama Monalisa. Ia teman satu kampus ku disana walaupun selama hampir 6 tahun disana kami tidak pernah berbincang sekalipun, kami berteman di social media dan kontak hanya sebatas nama. Malam itu kami bertemu di salah satu kedai kopi dijalan Malioboro, kami bertemu dan berbincang secara langsung untuk pertama kalinya.

Ia bercerita, Jogja itu soal kesempatan. Selagi ada kesempatan untuk berlibur kesini, maka ia akan berangkat. Seperti saat ini, ia mendapat kesempatan untuk berlibur ke Jogja dengan para rombongan ibu-ibu bahagia yang ingin melepas penat sekaligus mencicipi banyak makanan di sepanjang jalan Malioboro yang menyenangkan. Setiap kota punya ciri khas masing-masing termasuk Jogja. Itu katanya, dan ia selalu senang terbangun dikota yang bukan menjadi tempatnya tinggal. Lebih seru!

Terimakasih ceritanya Mon, hati-hati dijalan dan sampai bertemu dilain kesempatan.

Pencapaian tertinggi setiap orang pasti berbeda-beda. Termasuk pencapaian ku, pencapaian tertinggiku adalah ketika aku mempunyai teman baru, karena cerita yang akan disajikan pasti akan lebih seru. Seperti teman yang baru saja aku dapat disini, ia bernama Haris. Tapi teman-temannya sering memanggil dia dengan sebutan Datoo. Tapi aku memanggilnya Bang Haris, ia berasal dari Kabupaten Siak yang berada di Provinsi Riau. Kami dikenalkan oleh seorang perempuan yang kami sama-sama kami kenali.

Ia bilang, Jogja itu gila! Tapi dalam hal yang positif. Jogja baginya santai tapi jangan terlena apalagi sampai lalai tujuan utama datang ke kota ini. Lagi-lagi stigma yang terbangun dari dulu mengenai Jogja sebagai kota pendidikan belum juga luntur dipandangan banyak orang. Ia berkuliah disini dan ia mengaku, kota ini adalah kota tempat ia berkembang. Ia seorang yang aktif dalam organisasi dan selalu mempunyai target-target yang akan dicapai. Ia akan bertarung dengan segala kemampuannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan ya terbukti, target yang selalu disusun akan selalu bisa di realisasikan. Orang yang ambisius hehe. Kehidupan ia di Jogja bisa dibilang bebas dan makna bebas yang dimaksud adalah “Kebebasan bukan alasan, tapi kebebasan adalah menemukan batasan”.

Tapi keadaan ini berbanding terbalik dengan cerita seorang teman yang juga baru saja aku dapatkan, ia bernama Mas Bagus. Seorang vokalis dari salah satu band yang ada dikota ini. Baginya, Jogja membosankan. Ternyata First Impression yang kurang bersahabat untuk dirinya sangat berpengaruh kepada pemikiran yang terbentuk dalam isi kepalanya mengenai kota ini. Dalam hal perkembangan, Jogja terkesan lambat, tidak ada yang menantang dan menjadi alasan untuk ia terus menetap di kota ini. Semua keinginan yang ada dalam buku catatan nya selalu berhasil ia dapatkan dan cenderung tidak ada lawan bersaing untuk ia terus berkembang, sehingga mindset yang terbentuk mengenai Jogja adalah cenderung monoton. Ia merasakan kurang puas tinggal di Jogja selama kurang lebih 5 tahun.

Tapi ntah kalau nanti ditengah perjalanan ada yang membuatnya merasa tertantang disini, ia akan menetap dan coba untuk mendapatkannya lagi. Walaupun kami bertemu baru dua kali, dimata ku ia seorang seniman cerdas, ia sudah bisa berkompromi dengan keadaan. Dan menurutku, itulah bentuk sejati dari idealis. Karena idealis itu menjadi diri sendiri, bukan mementingkan diri sendiri.

Dalam waktu yang bersamaan pula, aku mendapat satu kesempatan bertukar cerita dengan seorang perempuan dari Pekanbaru yang melanjutkan studinya disini. Ia bernama Omi, ya begitulah aku memanggilnya karena aku lupa nama panjang nya. Jogja nyaman untuknya, kota tenang penuh dengan daya magis. Ia nggak pernah membayangkan bakalan hidup dan bertumbuh dikota ini, tapi takdir membawanya kesini tanpa harus memilih. Jogja yang dipilih takdir untuk hidup seorang Omi.

Nggak pernah tau akan ada cerita apa disini, tapi Omi bersyukur bertemu teman-teman dan keluarga baru yang menerima lebih dari ikatan darah, alam dan budaya yang begitu ramah pada semesta. Yaa begitulah katanya sambil tertawa terbahak. Banyak senja yang indah disini, tenang dan nyaman sekali. Tapi tetap, Pekanbaru akan selalu menjadi tempat pulang. Seorang Omi tertarik dengan acara selasa wage dan sekaten, menurutnya seru karena banyak penampilan budaya dan bisa membeli banyak jajanan.

Ketika satu detik terpakai, lalu satu pikiran terurai. Disaat seperti ini, pertanyaan yang sering mencuat dalam pikiran adalah akankah harapan bisa menjadi kenyataan? Aku tidak tau apa yang ada dipikiran ku, pertanyaan itu selalu ada di benakku. Secangkir kopi dan berbatang-batang puntung rokok di teras kamar kos ku juga tidak memberikan jawaban apa-apa. Sembari menunggu jawaban, aku coba menghubungi seorang teman untuk bertemu dan menghabiskan dinginnya malam yang baru saja diguyur hujan.

Akhirnya kami sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang suasana nya sangat cocok untuk membawa pasangannya kemari, tapi malam ini aku bertemu dengan seorang lelaki, ia Balia Ismed biasa dipanggil Ibal. Ia seorang penabuh drum andalan dari kaliurang, kami bertemu dimana langit baru saja menumpahkan airnya ke bumi. Aroma khas setelah hujan selalu menciptakan suasana yang nyaman dan tenang. Semesta selalu mempunyai segala cara untuk mendamaikan dunia.

Aku bertanya, kenapa Jogja? Dan kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah kau bertanya dengan orang yang salah de. Kamar ku terlalu nyaman untuk kutinggalkan dan berkeliaran diluaran sana, aku masih senang dengan keadaan dimana aku hanya punya jadwal latihan dan sesekali ikut mengambil andil dalam sebuah perhelatan. Tapi dikota ini, kau bisa menjadi apapun yang kau mau. Kau ingin menjadi seniman? Selalu ada wadah yang siap menampung mu dan orang-orang disini selalu memberikan apresiasi atas karya-karya yang kita buat. Sekecil apapun.

Yaa itu Jogja dimata seorang Ibal.

Setelah lama kami berbincang, kami memutuskan untuk pulang dan bertemu kembali dilain kesempatan. Jalanan masih basah, hujan telah berlalu beberapa waktu yang lalu, jalanan sepi, tidak ada hiruk pikuk kendaraan berlomba dan suara klakson yang bersahutan seakan ingin didengar sendiri. Terimakasih semesta, aku percaya takdirlah sutradaranya emoticon-Smilie

Aku sudah selesai dalam masa isolasi, sudah waktunya aku berlari dan mengejar mimpi-mimpi. Kenapa jogja? Aku akan terus mencari, karena ini adalah kesempatan yang sudah aku pilih. Terimakasih orang-orang baik.

Salam,

SehatxBerbahagia
Ade Fahrizal
4iinch
NadarNadz
nona212
nona212 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
1.2K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to HeartKASKUS Official
21.9KThread28.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.