Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

budy31574Avatar border
TS
budy31574
Filsafat Cinta Laila dan Majnun|| Awal Pertemuan Mereka.
Ketika seorang hamba telah mencintai Tuhannya, seperti Majnun yang mencintai Laila, ia tidak akan banyak berkata-kata. Sekali berkata, hanya nama Tuhan yang keluar dari mulutnya.

***

Pada sebuah masa di Jazirah Arab, tinggal seorang pemimpin terhormat dari Bani Amir bernama Sayyid. Ia memiliki seorang putra yang ketampanannya melebihi purnama. Ketika tersenyum, semua mawar mekar layu seketika karena malu kepadanya. Mulutnya hanya akan terbuka untuk melontarkan kata-kata bijak. Dialah Qays ibnu Mua'dz. Si majnun yang perjalanan cintanya menjadi pelajaran dari masa ke masa.

Karena menyadari perlunya pendidikan bagi sang Anak, Sayyid menyekolahkan Qays di sekolah terpandang pada waktu itu agar Qays mendapatkan kebijaksanaan serta keahlian yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di daerah gurun. Meskipun Qays sedikit takut pada gurunya, namun Qays menyadari bahwa inilah saatnya ia meletakkan mainan dan mulai membaca buku-buku pelajaran dengan sungguh-sungguh.

Qays adalah anak yang rajin dan antusias menerima pelajaran. Tak membutuhkan waktu lama baginya untuk mengalahkan teman-temannya dalam setiap mata pelajaran. Dan Qays juga membuktikan bahwa ia adalah siswa terbaik yang pernah diajar oleh gurunya.

Namun, tiba-tiba terjadilah sesuatu di luar dugaan. Teman-teman Qays merupakan keturunan bangsawan dari suku yang berbeda-beda, termasuk teman perempuannya. Suatu hari, seorang gadis bergabung dalam kelasnya. Gadis itu memiliki kecantikan luar biasa yang membuat Qays dan bocah-bocah lainnya langsung terpana.

Gadis itu bernama Laila, diambil dari kata Arab 'layl' yang berarti malam. Sesuai dengan namanya, rambutnya hitam legam di atas wajahnya yang bersinar seperti purnama. Matanya berwarna gelap, dalam dan bersinar. Bak mata rusa, yang hanya dalam satu kejapan bulu matanya, ia dapat meruntuhkan dunia. Bahkan hati sedingin es pun akan meleleh tatkala memandang keindahan gadis ini.

Qays benar-benar telah tenggelam dalam lautan cinta bahkan sebelum ia mengenal arti cinta itu sendiri. Qays telah memberikan hatinya pada Laila bahkan sebelum ia menyadari apa yang ia berikan. Namun, Qays tidak sendirian karena Laila pun mengalami hal serupa. Api cinta telah menyala di hati mereka berdua. Dan api itu saling menerangi satu sama lain.

Bagi Qays, Laila adalah mentari yang merambat ke langit hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya. Bagi Qays, Laila adalah mawar yang mekar di taman hatinya dengan keharuman melebihi bunga surga. Orang bilang, cinta pertama adalah yang terhebat. Bagi Qays dan Laila, hal itu benar adanya. Begitu besar kebahagiaan yang mereka rasakan sehingga mereka tak berani mempertanyakannya karena takut perasaan itu akan hilang secepat datangnya.

Setelah cukup lama mereka tersesat dalam keindahan cinta, tiba-tiba awan pekat mulai menutupi setiap keindahan yang ada. Hubungan yang semula mereka anggap sempurna kini mulai memiliki kecacatan. Hubungan khusus antara Qays dan Laila mulai diketahui oleh banyak orang.

Ayah Laila yang juga mendengar kabar tersebut merasa geram. Bagi sukunya, situasi ini tak dapat ditolerir. Karena tidak saja menyangkut nama baik Laila, namun juga nama baik suku menjadi taruhannya.

Ayah Laila langsung bertindak cepat. Hal pertama yang ia lakukan adalah melarang putrinya keluar rumah. Lantas menyuruh bawahannya untuk menjaga bagian depan rumah dan menyuruhnya menangkap Qays jika berani mendekati Laila. Begitulah yang terjadi, ayah Laila menyembunyikan sang rembulan dari pemburu yang sedang dimabuk cinta.

Perpisahannya dengan Laila juga menjauhkan Qays dari semua yang dicintainya; dari sanak keluarga, orang tua serta rumahnya. Jika Laila menangis secara sembunyi-sembunyi, Qays menangis secara terbuka, menunjukkan seluruh kepedihannya pada dunia.

Cintanya yang begitu besar pada Laila dan takdir yang enggan mempertemukan mereka telah membuat Qays hilang kesadaran. Ia berjalan tanpa tujuan dari kedai ke kedai lainnya sembari melantunkan sajak untuk Laila. Kulit luarnya telah terbuka dan menunjukkan jiwanya yang sakit. Tidak hanya kehilangan sang kekasih, tapi Qays juga telah kehilangan dirinya sendiri.

Semakin lama penderitaannya, semakin pula ia menjadi sosok yang diteriakkan semua orang kepadanya; "Majnun, si orang gila. Apakah bukan kegilaan namanya jika menyala sepanjang waktu bagaikan lilin? Bukankah kegilaan namanya jika tak dapat makan ataupun tidur?"

Saat malam tiba, momok dari cita-cita serta ambisinya yang sia-sia membawanya menuju pinggiran kota dan menuntunnya ke arah gurun, tanpa alas kaki dan hanya berbekal sehelai jubah yang menutupi bahunya. Dalam setiap langkahnya hanya ada satu kata yang menjadi pemecah keheningan pada malam itu, yaitu Laila, Laila dan Laila. Hanya nama sang kekasih yang Qays sebut melalui bait puisi yang ia lantunkan. Ketika puisi itu berhenti, pesan-pesan mulai disampaikan. Qays memanggil angin timur untuk menyampaikan pesan pada Laila, di mana sukunya telah membangun perkemahan di Pegunungan Najd.

"Angin timur, cepatlah kau bergerak dan kau akan menemukannya di sana," kata Qays sembari mengangkat kedua tangannya. "Belailah rambutnya dengan halus dan bisikkan di telinganya, katakan 'Orang yang telah mengorbankan segalanya untukmu menyampaikan salam dari jauh."

"Oh, Cintaku, andai saja aku tidak memberikan jiwaku kepadamu, maka akan lebih baik jika aku kehilangan jiwaku untuk selamanya. Aku terbakar oleh api cinta dan tenggelam dalam air mata kepedihan."

"Kau adalah penyebab dari sakit hatiku, namun demikian cintaku padamu adalah satu-satunya pelipur lara; satu-satunya penyembuh luka. Betapa anehnya, sebuah obat yang tidak menyembuhkan justru memberikan rasa sakit yang jauh lebih besar. Andai saja angin dapat menyentuh bibirmu dan membawa kecupanmu kepadaku, itu berarti aku berhak mencemburui angin dan aku akan malu karena telah memintanya melakukan itu.

"Roh jahat telah memisahkan kita. Takdir telah mengucapkan mantra jahatnya dan menjatuhkan cangkir dari tanganku. Anggur itu telah tumpah dan aku tersiksa oleh dahaga cinta."

Setelah selesai menyampaikan pesannya, Qays kembali melantunkan sajak-sajak yang hanya berisikan tentang keindahan dan keanggunan Laila sampai ia terlelap dan rohnya berkelana di alam mimpi.

***

Dari kisah cinta Laila dan Majnun di atas tadi, pelajaran apa yang bisa kita petik?

Sebenarnya ada begitu banyak pelajaran yang akan kita peroleh jika kita merenunginya. Salah satu contohnya adalah, bahwa jika seorang hamba benar-benar telah cinta kepada Tuhannya, mulut mereka tidak akan banyak berkata-kata. Dan sekali berkata, hanya kalimat Allah yang keluar dari mulutnya. Allah, Allah dan Allah.
Diubah oleh budy31574 13-04-2020 12:20
0
901
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.