Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Haji 2020 Batal, 126 Ribu Jemaah Lunas Bisa Rush
Spoiler for Jemaah:


Spoiler for Video:


Tak kunjung terlihat akhir dari penyebaran Covid-19 sejak kemunculan pertamanya di akhir 2019. Lamanya pandemi Covid-19 telah mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Berbagai kegiatan dan perencanaan pun terganggu bahkan terancam gagal, khususnya bagi umat muslim yang akan menyambut hari besar keagamaannya. Yakni bulan suci Ramadhan, Idul Fitri, dan musim haji dengan puncaknya pada Hari Raya Idul Adha.

Bulan suci Ramadhan tak hanya menjadi momen bagi umat muslim di Indonesia untuk beribadah. Bulan puasa turut membawa berbagai tradisi yang telah menjadi ciri khas muslim di Indonesia. Seperti tradisi membeli perbukaan untuk santapan berbuka puasa, berbuka puasa bersama, hingga mudik ke kampung halaman berkumpul bersama keluarga.

Namun dengan adanya pandemi Covid-19, sepertinya tradisi itu tak akan terjadi tahun ini. Ibadah dan berbuka puasa hanya dapat dilakukan di rumah masing-masing. Begitupun nanti ketika perayaan Idul Fitri, banyak umat muslim yang tidak akan melewatkannya bersama keluarga.

Kondisi pandemi seperti ini, tentu dapat berlanjut hingga musim haji dan Hari Raya idul Adha 2020. Oleh karena itu Menteri Haji Arab Saudi Mohammad Saleh Benten meminta umat muslim seluruh dunia menunda sementara persiapan ibadah haji demi melindungi manusia dari virus corona. Pemerintah Arab Saudi belum memastikan apakah mereka dapat menyelenggarakan ibadah haji tahun ini atau tidak.

Pada 1 April 2020, Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Ahmad Rizal Purnama mengatakan Pemerintah Arab Saudi masih mengamati perkembangan Covid-19. Oleh sebab itu Pemerintah Arab Saudi meminta Pemerintah Indonesia menunda kontrak apapun terkait layanan haji 2020.

Sumber : Suara[Kemenlu: Arab Saudi Belum Putuskan Ibadah Haji 2020 Diadakan atau Tidak]

Adanya permintaan dari Pemerintah Arab Saudi untuk menunda kontrak apapun yang berhubungan dengan ibadah haji 2020 ini pula yang menyebabkan Pemerintah RI menunda pengumuman seleksi dan pembekalan petugas haji yang tergabung dalam Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1441 H / 2020 M.

Apalagi dengan adanya temuan yang mengejutkan dari Tim Rumpun Tracing Gugus Tugas Covid-19 di Jawa Timur. Tim tersebut telah mendeteksi 21 klaster atau titik pusat penyebaran Covid-19 di mana klaster terbesar berasal dari kegiatan pelatihan petugas haji di Asrama Haji Surabaya pada 9-18 Maret. Dari 413 orang yang mengikuti pelatihan, 19 orang dinyatakan positif Covid-19.

Sumber : Liputan 6 [Kemenag Tunda Seleksi dan Pembekalan Petugas Haji 2020]

Sumber : Kompas [Ditemukan 21 Klaster Penyebaran Virus Corona di Jatim, Pelatihan Petugas Haji Terbesar]

Dengan kata lain, apabila penyebaran Covid-19 masih tinggi, atau banyak dari calon jemaah haji telah terpapar Covid-19 maka kemungkinan besar ibadah haji tahun ini akan ditiadakan. Pemerintah Indonesia harus bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk apabila Pemerintah Saudi memutuskan untuk meniadakan Ibadah Haji tahun ini. Termasuk mengembalikan dana haji ke jemaah.

Sejak 3 April 2020, sebanyak 114.377 jemaah haji regular dan 12.368 jemaah haji khusus telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Ada 5 provinsi dengan jumlah jemaah terbanyak yang telah melunasi BPIH, yakni Jawa Barat (24.977 jemaah), Jawa Timur (19.074 jemaah), Jawa Tengah (16.469 jemaah), Banten (6.306 jemaah), dan DKI Jakarta (4.429 jemaah).

Sumber : Detik [114.377 Jemaah Reguler dan 12.368 Jemaah Khusus Lunasi Biaya Haji 2020]

Pada 27 Maret 2020, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan apabila ternyata haji tahun ini dibatalkan, maka dana yang disetorkan saat pelunasan akan dikembalikan. Namun ada baiknya penanganan oleh pemerintah tidak hanya cukup sampai di situ.

Staf Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Rio Priyambodo menyarankan agar pemerintah pro aktif mengkomunikasikan persoalan haji tahun ini. Apabila pada akhirnya terjadi pembatalan haji maka pemerintah sebaiknya menghindari pemotongan dalam pengembalian dana haji jemaah. Jangan sampai jemaah terkena masalah dua kali.

Sumber : BBC [Virus corona: Pelaksanaan haji 2020 terancam batal, calon jemaah, 'kalau tahun depan, apa masih ada umur?']

Akan tetapi akan ada persoalan yang terjadi ketika dilakukan penarikan besar-besaran dana haji oleh jemaah haji. Secara logika, bank sangat khawatir ketika nasabah menarik uangnya secara besar-besaran alias Rush. Sebab dana tersebut digunakan bank untuk mencairkan kredit. Selisih dari bunga yang diperoleh Bank dari Kredit (menggunakan dana nasabah) dan bunga yang diberikan ke nasabah (dalam bunga tabungan), menjadi 'keuntungan' bank. Tentu apabila terjadi rush besar-besaran dapat menyebabkan bank tidak mendapatkan keuntungan atau bahkan tidak dapat memberikan kredit. Ekonomi pun tak berputar.

Begitu pula dengan Industri Haji. Uang dari jemaah diletakkan sebagian ke Arab Saudi sedangkan sebagian lagi diputar dalam bentuk saham dan lainnya oleh penyedia dana haji. Contohnya dapat kita lihat dalam kasus First Travel.

Coba saja kita semua bayangkan. Ada berapa banyak jemaah haji Indonesia tiap tahunnya apabila dikalikan dengan 20-80 juta rupiah (biaya haji di Indonesia)? Itu baru dana dasar, belum proyeksi 'laba' penyedia jasa haji yang hilang dari market.

Musim haji terjadi setelah Hari Raya Idul Fitri. Saat Idul Fitri banyak TKI yang mudik dan otomatis menyebabkan pembelian rupiah dari luar negeri meningkat dan menguatkan nilai rupiah. Sebelum Idul Fitri pula jemaah haji melakukan pembayaran atau pelunasan biaya haji. Dalam kondisi ini, penyedia jasa haji biasanya melakukan Hedging nilai tukar rupiah.

Apabila kita mengasumsikan nilai tukar rupiah terhadap dollar pada April 2020 sebesar Rp. 15.000, Idul Fitri / Mei 2020 sebesar Rp 13.000, dan jelang Idul Adha / Juli 2020 sebesar Rp 14.000. Maka mari kita anggap tiap jemaah harus membayar USD 1000 per orangnya untuk naik haji yang berarti jemaah membayar sebesar Rp 15 juta. Hedging adalah nilai haji per orang untuk harga Dollar yang diproyeksikan pada bulan Juli 2020 setelah penandatanganan kontrak Bulan April 2020. Dari kontrak hedging valas ini saja penyedia jasa haji telah mendapatkan laba per jemaah sebesar Rp 1 juta. Apabila kita asumsikan ada 1 juta jemaah haji Indonesia untuk tahun 2020, maka penyedia jasa haji mendapatkan Rp 1 Triliun.

Namun tentunya penyedia jasa haji menginginkan keuntungan tidak hanya dari hedging valas. Asumsikan dari Rp 14 Triliun yang disetor jemaah, yang benar-benar digunakan untuk ke Arab Saudi sebesar Rp 10 Triliun, maka penyedia jasa haji akan mendapatkan laba sebesar Rp 5 Triliun. Lantas uang Rp 5 Triliun itu digunakan untuk apa? Apabila tiba-tiba Arab Saudi membatalkan Haji di tahun 2020, mampukah para penyedia jasa haji mengembalikan dana jemaah? Pada kasus First Travel saja sudah kelabakan.

Sehingga ketika dilakukan rush dana haji, maka Indonesia bisa saja collapse tak lama sesudah itu, yakni pada Agustus 2020. Siapa yang mau membayar dana Rp 5 Triliun? Negara? Negara saja sedang kocar kacir keuangannya akibat proyeksi resesi global dan pandemi corona. Padahal ini masih dengan asumsi uang yang dibayarkan jemaah sebesar Rp 15 juta.
Diubah oleh NegaraTerbaru 07-04-2020 13:50
anasabila
4iinch
sebelahblog
sebelahblog dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.5K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.