Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rezaagustinAvatar border
TS
rezaagustin
[SFTH Horor] Durian Isi

Aryo tak pernah paham mengapa perempuan hamil selalu menjadikan alasan ngidam untuk mendapat semua hal yang mereka kehendaki. Sebut saja istrinya sebagai contoh. Malam-malam, nyaris pukul dua belas, ia baru saja pulang lembur dengan kedua matanya menggelap dan kantuk telah menggelantungi pelupuk mata bagian atas. Ia bisa saja ambruk dan tertidur di lantai atau tangga. Namun, istrinya tak memberikan izin bagi Aryo melakukannya.

“Mas, Putri mau duren,” ujar istrinya sembari memasang wajah sendu sementara kedua tangannya mengelus perut yang kian hari membesar.

“Tapi ini jam sebelas malam, Put. Mana ada orang jualan duren jam segini?”

Seharusnya Aryo tak bertanya, istrinya malah menangis. Aryo menghela napas berat. Memang, hormon tak stabil perempuan hamil itu terlalu kuat untuk dilawan. Tangisan dan rengekan dari istrinya menghilangkan semua rasa kantuk yang tersisa. Mau tak mau ia harus meninggalkan rumah lagi. Mesin mobil kembali dinyalakan dan di sinilah ia, menyusuri setiap jalanan, gang, dan seluruh warung yang kemungkinan masih buka.

Sembari berharap bahwa ia akan menemukan penjual buah yang masih buka. Setidaknya begitu, tetapi setelah setengah jam berputar-putar, pencariannya mencapai kata nihil. Jika ia pulang sekarang, pada jam dua belas tengah malam, mungkin akan berakhir dengan ia yang dipaksa tidur di beranda. Sial!

Ia kembali menghela napas, ia harus bergerak lagi. Menjauhi keramaian kota lantas menelusup ke jalanan dan gang-gang sempit menuju perdesaan. Ada salah satu temannya yang kebetulan menjadi pemasok buah-buahan, semoga ia masih dapat dimintai tolong di jam-jam ini. Pesan singkat sudah dikirim pada temannya, mengingat semenjak tadi nomor sang teman tak dapat dihubungi karena sinyal yang buruk.

Dersik angin malam itu tak membiarkan Aryo lebur dalam kesendirian. Beberapa dahan pohon bergoyang dipermainkan angin. Kendati sudah berada di dalam mobil dengan pendingin yang dimatikan, tetapi hawa dingin selalu menemukan celah-celah untuk menelusup. Aryo menurunkan lengan kemeja yang sebelumnya digulung hingga sebatas siku. Ia melewati jalanan yang diapit pepohonan tinggi dan lebat. Entah mengapa, perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu setengah jam berlangsung lebih lama dari biasanya. Pohon-pohon itu, semuanya tampak sama saja.

Telunjuk Aryo mengetuk-ngetuk pada kemudi sembari bersiul. Niat hati mengusir hawa ngeri, tetapi siulan itu adalah panggilan bagi makhluk halus bukan. Tersadar telah melakukan hal bodoh yang dapat mengundang bahaya, Aryo terdiam lagi. Berusaha fokus pada jalanan.

Sebuah pesan masuk datang bersamaan bunyi notifikasi yang berbunyi nyaring. Melihat nama istrinya tercetak di layar, Aryo mendesah lelah lagi.

‘Mas, harus dapat durennya atau tidur di luar.’

Mampus! Ia harus mendapatkan durian yang dimaksud istrinya, harus, wajib, dan tak mendapat penolakan apa pun. Kepala Aryo berdenyut pusing, temannya tak bisa dihubungi. Sedangkan ia sendiri hampir tiba di tempat biasa temannya berjualan. Sebuah lapak tak permanen yang dibuat dari sebuah meja dan terpal seadanya. Bertempat di bawah pohon rindang besar dan terletak tak jauh dari jembatan.

Ada beberapa kulit durian berserakan di sekitar lapak. Tak heran, khas orang-orang Indonesia ketika selesai dengan hajat yang mereka mau. Buang sampah seenak jidat seakan apa yang mereka lakukan benar. Mata Aryo menangkap adanya sebuah durian dengan ukuran cukup gemuk di meja. Oh, rezeki anak soleh, begitu yang Aryo yakini ketika hendak membawa pulang barang yang bukan miliknya.

Temannya mungkin tak sengaja meninggalkan durian ini. Sembari menengok kanan dan kiri—yang sebenarnya tak berguna karena jalanan yang sangat lengang—Aryo membawa sang durian dalam dekapan. Buah berduri itu dibawa masuk saja.

"Akhirnya bisa tidur di dalam rumah dengan tenang dan anget," ujar sang pria pada dirinya sendiri.

Aryo mungkin berharap segera sampai di rumah dan tidur sebelum keesokan harinya dibikin pusing lagi dengan pekerjaan. Deru mobilnya membelah jalanan yang sunyi, meninggalkan asap knalpot. Tanpa Aryo sadari jalanan yang sunyi senyap itu dimakan kabut. Pun dengan lapak kecil tempat biasanya temannya berjualan. Memakan meja hingga tak bersisa. Tak meninggalkan jejak-jejak apa pun. Berlaku pula pada kulit-kulit durian yang sebelumnya berserakan.

***

"Put, ini Mas bawakan duren! Langsung dimakan, ya. Mas mau tidur."

Aryo segera meletakkan sebiji bola durian di meja ruang tamu. Istrinya menyusul dengan wajah girang.

"Wah, durennya besar, Mas. Kenapa cuma beli satu coba?"

"Lha wong adanya cuma satu, kok. Kayaknya Bayu lagi gak ambil banyak, masih syukur itu ada." Aryo sedang tak ingin meladeni komentar istrinya.

"Eh, Bayu. Kok kayaknya gak asing, ya?"

"Ya, itu kan temen, Mas. Yang jualan buah di dekat jembatan besar itu loh, masa lupa."

Istrinya sejenak berpikir, "Kayaknya aku pernah baca beritanya di grup WA tadi. Tapi soal apa, ya? Lupa."

Aryo kembali mengerang lelah, "Ya, kali aja dia terkenal soalnya durennya laku."

Istrinya pun juga enggan menanggapi lagi. Ia harus makan durian apa pun alasannya. Demi si jabang bayi, walaupun perasaan mengganjal itu masih saja mengusik.

Umumnya, durian akan mengeluarkan bau yang sangat khas. Bau khas durian yang menyengat. Namun, ketika pisau Aryo merobek sedikit kulit tebal durian, aroma menyengat yang menguar dari dalam buah tersebut bukannya wangi khas durian. Melainkan bau bangkai dan anyir darah.

Benar saja, ketika durian itu terbelah sempurna, bukannya buah gemuk yang mereka dapatkan. Melainkan potongan mata, organ tubuh manusia, kuku, rambut, dan lelehan darah yang memenuhi meja. Pisau yang tergenggam di tangan Aryo terlempar, sementara istrinya pingsan begitu benda-benda asing dari dalam durian itu meleleh mengotori meja.

***

Pagi itu, ketika embun masih melekat dan udara dingin masih enggan beranjak, Aryo dan istrinya berpakaian hitam-hitam. Sebuah keranjang berisi bunga dan air mawar dibawa sang istri. Sembari mengatupkan kedua tangan, mereka berdua berdoa. Sebuah doa yang dikirim kepada Bayu. Pria malang yang meninggal secara tak wajar ketika berjualan durian di bawah pohon rindang tersebut.

Pria malang yang selalu membuang kulit durian, kencing, dan terkadang dengan nakalnya mengoplos durian busuk ke dalam dagangannya. Pria malang yang tak tahu bahwa penunggu jembatan telah murka dengan aksinya.

Sudah jadi rahasia umum jika setiap pembangunan jembatan di masa lampau selalu menggunakan dan mendatangkan tumbal. Apalagi dengan jembatan yang di dekatnya berdiri sebuah pohon besar nan lebat daunnya. Aryo dan istrinya berharap agar tak ada tumbal lagi yang diinginkan si jembatan dan pohon rindang itu.

TAMAT


sebelahblog
4iinch
infinitesoul
infinitesoul dan 3 lainnya memberi reputasi
4
980
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.