rirandaraAvatar border
TS
rirandara
Wanita Bergincu Merah



Wanita enam puluh tujuh tahun itu tampak kepayahan menghadapi perdebatan alot di antara kedua anak perempuanya. Ia pun berpikir untuk masuk ke kamarnya saja. Tubuh tuanya berusaha bangkit dari sofa yang kian terasa panas. Ruang keluarga yang biasa adem, hari itu seakan tanpa atap.

"Setuju atau tidak, aku akan menemui jalang durjana itu," ucap Dhifa geram seraya beranjak ke kamarnya. Meninggalkan suami, ibu, dan adiknya. Niar. 

Semua terhenyak. Terlebih Niar. Air matanya kian menganak sungai. Wanita dua puluh enam tahun itu tak mungkin dapat mencegah, jika sang kakak telah mengeluarkan sumpah serapahnya. Sekalipun dirinya bersimpuh memohon, hal itu hanya sia-sia belaka. 

"Kenapa harus melebar seperti ini?" gumamnya resah. Ia merasa bimbang dan bersalah. Seharusnya masalah ini bisa ia atasi sendiri tanpa melibatkan keluarga besarnya. 

Wiwin--wanita tua yang merupakan ibu dari Niar dan Dhifa terlihat pasrah. Matanya terlihat sembab. 



*
Tibalah Dhifa dan suaminya pada sebuah rumah semi permanen di pemukiman padat penduduk. Tak ada teras apalagi halaman luas layaknya rumah yang ia punya. 


"Ciihhh. Di sini rupanya jalang itu tinggal." 

Wajah cantik wanita berlesung pipit itu merah padam. Agun--sang suami berusaha menenangkan. Di genggamnya tangan Dhifa erat. Keduanya saling berpandangan. 


Tok! Tok! Tok! 


Lama tak ada sahutan dari si empunya rumah, meski Dhifa telah mengetuk berulang kali. 

Sepuluh menit berlalu. Masih sama. Senyap. Tetangga rumah kiri kanan pun seolah lenyap. Dhifa mulai ragu. Apa ia tak salah alamat. Dipandangnya kembali Agun, sejenak. 


"Kita pulang atau tunggu lima menit lagi?" tanya Agun ketika Dhifa memandangnya penuh kebimbangan. 

"Tunggu saja." 


Pilihan Dhifa untuk menunggu ternyata tepat. Dua menit kemudian, seorang wanita seumuran dengannya tiba diantar ojeg. Penampilan wanita itu menurut Dhifa terlihat mewah dan elegant untuk ukuran seseorang yang tinggal di pemukiman padat penduduk dan berpetak-petak macam itu.


Anita tersenyum ramah saat diketahui ada orang berdiri di depan rumahnya. Lain hal dengan Dhifa, emosinya yang hampir padam seketika menyala kembali. Tak sabar rasanya ia ingin mencakar wajah ayu wanita bergincu merah itu-- Anita, yang berada tepat dihadapannya. Dhifa memang belum sekalipun bertemu dengan Anita. Namun, sebuah foto dalam ponsel, cukup kuat bagi Dhifa sebagai petunjuk mengenali wajah seseorang.


Jika Dhifa diliputi luapan emosi, ketegangan melanda Agun. Sedangkan Anita masih belum dapat memahami hal yang tengah menimpanya. Namun saat tatapannya tak sengaja jatuh pada Agun, Anita membisu. Ingatannya lari memungut satu kejadian di masa lampau. Sebelum akhirnya ia hempas tak berbekas. Bibir ranumnya tersenyum getir.


"Haah… benar memang, ya, kalo dunia itu selebar daun kelor," ucap Anita sinis. 


"Diam kau jalang!" sahut Dhifa geram. 


"Apa Anda bilang? Jalang?" Anita membuang pandang. "Hei… nyonya muda yang cantik jelita. Saya belum pernah bertemu dengan Anda. Dan sebaliknya pula, bukan? Tapi kenapa mulut Anda setajam itu terhadap saya?"

"Lantas, sebutan apa yang pantas untuk wanita penghancur rumah tangga orang?" Semakin sinis Dhifa berkata. 

Bertambah lah kebingungan Anita. Dari raut wajahnya, ia sangat tidak terima dengan ucapan Dhifa. Sekilas, ia toleh Agun yang sedari tadi bergeming di samping Dhifa. Sorot mata Anita tajam. Di sana kebencian yang teramat dalam sedang bersemayam. 


Mendapati Anita tetap diam, Dhifa kian kalap. Ditudingkannya telunjuk ke wajah Anita. 

"Sejauh mana kau berhubungan dengan Yudi, hah?" ujar Dhifa ketus. 


Anita tercekat. Akhirnya ia paham mengapa Dhifa begitu menggebu-gebu mencecarnya dengan kalimat buruk. Kedua tangannya mengepal. 

"Kenal Yudi, 'kan? Lelaki beristri yang kau pikat. Hingga hampir hancur rumah tangga adikku Niar." Kali itu, sedikit mereda intonasi kalimat yang terucap dari Dhifa. Matanya tampak berkaca-kaca. 

Senyum sinis tampak di kedua sudut bibir Anita. Wajahnya terangkat seolah menyepelekan hal yang membuat Dhifa membabi buta mencacinya. 

"Owhhh … itu rupanya."

Napas Dhifa memburu, mendengar jawaban yang begitu sekilas. Ia merasa hubungan gelap adalah hal lumrah bagi Anita. 

"Ingat! Kalian sudah sama-sama memiliki pasangan. Sebaiknya akhiri semua ini."

"Urusan apa Anda mengatur hidup saya?" sahut Anita masam. "Ah, ya. Saya baru ingat. Seseorang berkata, Anda itu wanita yang gemar mengatur rumah tangga orang."

Jawaban Anita mencabik perasaan dan harga diri Dhifa. Telapak tangannya panas. Tak sabar ingin mendaratkan tamparan ke pipi wanita berambut lurus sepinggang tersebut. Namun, usahanya terhalang, sebab dengan cepat Agun mencekal tangannya. 

"Sudahlah, Nyonya. Lebih baik pulang. Saya tak ada waktu lagi meladeni ocehan Anda."

"Jalang kurang ajar!" ucap Dhifa lirih, tapi penuh penekanan. 

Kilatan amarah tampak di kedua mata Anita. Namun, wanita itu tetap mencoba bersikap tenang.

"Kurang ajar? Ya… ya… ya… begitulah. Terkadang sesekali dalam hidup kita perlu juga berlaku kurang ajar," jawab Anita datar. Seolah dia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. 

"Apa anda tau makna dari kata kurang ajar itu sendiri, Nyonya Agun?" 

Dhifa tercengang. Berani sekali wanita itu berkata demikian pikirnya. 

"Coba tanyakan pada Yudi atau mungkin… suami Anda. Apa itu yang dinamakan kurang ajar." Sinis, Anita berkata. 

Sontak Dhifa memandang Agun yang tetap bergeming di sampingnya. Ada raut yang tak dapat Dhifa baca dari wajah sang suami. 

"Tuan Agun yang baik hati. Sungguh saya tidak menyangka akan berjumpa kembali dengan Anda. Dunia memang sempit, ya. Hufttt!" Anita menghela napas. "Tapi mungkin inilah suratan yang harus Sultan terima. Bila selama ini bocah itu hanya mampu memandang ayahnya lewat selembar foto usang. Kini, saya rasa ia dapat memeluk langsung tubuh atletis Anda ini," tutur Anita. Kemudian tangannya melambai ke arah seorang anak sembilan tahun yang tengah mematung di belakang Dhifa dan Agun. Entah sejak kapan ia berdiri di situ. Tak ada yang mengetahuinya. 


Seketika pasangan suami isteri itu menoleh. Dhifa begitu tercekat manakala anak itu mendekat pada Anita dan melintasinya. Di saat itu, ia menangkap sesuatu yang mengusik hatinya. 


"Mengapa wajahnya mirip Mas Agun?" Dhifa membatin resah. Ia beranggapan  jika Sultan itu anak Agun dan Anita. 


"Sultan, salam sama om dan tante itu," ucap Anita lembut pada Sultan. Lalu, bocah itu menuruti perintah wanita yang selama ini mengasihi ia layaknya ibu kandung.


"Tante Nita, wajah Om itu mirip ayah Sultan, ya." Begitu lugu Sultan berkata. Anita pun tersenyum. 


Dhifa kian kalut. Pikirannya kacau tak dapat mencerna semua yang barusan terjadi. Niat hati membantu Niar akan masalahnya dengan Yudi, tapi satu babak drama harus ia hadapi. Ia berpikir jika Agun suaminya mungkin saja memiliki anak dari wanita lain. Cepat-cepat Dhifa menepis semua pikiran buruknya akan sang suami. 

Agun--lelaki berkemeja coklat muda itu tetap mematung di tempat semula. Hanya saja genangan air mata tampak hendak meluap. Namun, sekuat tenaga ia menahan. 


"Kau … Anita sepupunya Rosi?" ucap Agun akhirnya penuh hati-hati 

Dhifa menoleh. Memandang sang suami heran. 

Anita sepintas tersenyum. Wanita itu tak menjawab. Lebih tepatnya enggan. 
Dibawanya Sultan masuk ke rumah. Ia tinggalkan pasangan suami istri itu yang tengah berkecamuk dengan perasaan masing-masing. Setidaknya ia kini tahu harus kemana jika suatu saat Sultan ingin bertemu ayahnya. 

"Ah, semoga segala do'amu segera terkabul semuanya, Nak,"  batin Anita. "Yudi … Yudi … lelaki payah. Mau-maunya kumanfaatkan dengan sukarela. Dasar mata keranjang sayuran," rutuk Anita. Senyum puas terukir di wajah sang jelita 




End


Tempat bersantai, September '19

Sumber gambar: www.pinterest.com
Diubah oleh rirandara 31-08-2019 21:08
adegkecil
gegerorion124
pakdheku
pakdheku dan 10 lainnya memberi reputasi
11
2.6K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.