Tunas Jaya, sebuah desa kecil di ujung Tulang Bawang Barat Lampung.
Desa yang setiap harinya selalu ramai dengan hiruk pikuk aktifitas masyarakat.
Meski pun desa ini ramai, namun tidak terlepas dari sebuah kisah mistis yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Cerita ini adalah sebuah kisah pembunuhan, pembunuhan dua orang kakak beradik perempuan yang dilakukan oleh seorang guru di salah satu sekolah menengah pertama dengan nama sekolah yang tidak dapat disebutkan, agar lebih mudah kita sebut saja sekolah ini sekolah lama.
Kali ini penulis menceritakan kembali kisah ini, dengan narasumber salah seorang guru sekolah Lama yang masih hidup sampai sekarang.

Kakak beradik ini bernama Susi dan Susan, sosok perempuan cantik dan anggun yang hidup di lingkungan sekolah Lama sekitar tahun 1980 an.
Di mana sekolah ini adalah sekolah baru yang hanya terbuat dari bilah-bilah bambu dan papan, sedangkan atap sekolah terbuat dari lembar-lembar daun ilalang yang dieratkan dengan tali bambu kecil, untuk lantai masih asli dari tanah tanpa semen atau pun ubin.

Susi dan Susan adalah siswi di sekolah lama, karena memang jarak usia mereka yang hanya dua tahun, wajah mereka nampak seperti seumuran.

Kisah ini berawal saat Susi sang Kakak dekat dengan salah satu guru di sekolah Lama, guru yang notabene masih bujangan dan sedikit agak genit dengan para siswinya.

Mungkin karena Guru ini mempunyai paras yang tampan, jadi banyak siswi yang tergoda dengan ketampanannya. Bahkan terbujuk dengan rayuan manis guru muda ini.

Sebut saja oknum Guru ini dengan nama Kasno, seorang guru usia 32 tahunan. Guru dari kota yang ditugaskan untuk mengajar di desa terpencil!

Awal mulanya Kasno mendekati Susi, karena dari puluhan siswi di sekolah Lama, Susi adalah siswi yang mempunyai paras paling cantik dibandingkan dengan teman-temannya.
Ternyata bujuk rayu Kasno berjalan lancar. Dia berhasil meratu Susi untuk menjadi pacarnya, Susi remaja yang masih lugu pun jatuh ke pelukan Kasno.

Malam itu, tepatnya malam Senin.
Kasno yang rumahnya berdekatan sengaja mengajak Susi untuk menonton layar tancap di lapangan desa.

"Ayo Sus, sudah siap?" Ajak Kasno.

"Sudah Mas, bentar tak ambil sendal"

"Kita naik sepedah aja, biar cepet!"

"Iya mas, gak papa."

Susi dengan senang hati menerima ajakan Kasno, mereka pergi berdua boncengan menaiki sepeda unta.
Layaknya sepasang kekasih, mereka dengan sangat romantis berboncengan menuju ke lapangan desa untuk menyaksikan layar tancap.

Tepat pukul sepuluh malam, Susi mengajak Kasno untuk pulang karena sudah terlalu larut.

"Ayo Mas pulang, sudah malam!" Bujuk Susi sambil bergelendot di pundak Kasno.

"Pulang sekarang? Ya sudah, ayo"


Kasno pun menuruti kemauan dari Susi, mereka pulang melewati bulak-bulak sawit karena memang desa tersebut masih sangat banyak pepohonan besar di kiri kanan jalan.
Tepat di dekat sebuah jembatan, Kasno menghentikan sepedanya.
Lalu mengajak Susi untuk turun sebentar!

"Turun bentar ya Sus, aku kebelet kencing!"

"Iya Mas, Susi tunggu di sini!"

"Gak mau pegangin?"

"Histtt, apa an sih! Nakal"

"Enggak, becanda kok."Sambil Kasno berlalu dari Susi mencari tempat yang sedikit rimbun.

Awalnya Kasno bilang dia mau kencing, tapi sepertinya otak bejat Kasni sedang bermain untuk mencari akal agar keinginannya untuk menguasai tubuh Susi berhasil, setelah buang air kecil dia mendekati Susi yang berdiri di dekat sepeda di tengah temaram cahaya bulan.

Kasno dengan sigap memeluk Susi dari belakang, lalu melancarkan segala aksi kejinya merudapaksa Susi di pinggir jalan desa yang sepi.
Susi berusaha memberontak, namun karena dia hanya seorang perempuan kecil umur 15 tahunan dia tidak kuasa melawan Kasno.

Seluruh badan mungil Susi telah terjamah habis oleh kebejatan Kasno, dia hanya tergolek lemas tak berdaya di tanah tanpa alas.
Dengan mata jalang Kasno menatap badan Susi yang tanpa busana, pikirannya jauh melayang-layang menerka apa yang akan terjadi jika Susi sampai mengadu kepada kedua orang tuanya!

Sepertinya memang Kasno malam itu sedang dalam kendali setan dan binatang, seakan telah hilang semua perasaanya dia berbuat nekat membunuh Susi.
Dengan tega Kasno mencekik Susi yang tidak berdaya, dan akhirnya Susi harus meninggal karena kejahatannya.
Tidak habis di situ, jasad Susi yang tergelatak oleh Kasno diseret ke tepi sumur tua. Dia ceburkan Susi ke dalam sumur tersebut untuk menghilangkan jejak.

☆☆☆

Ke esokan harinya!

Susan, adik dari Susi datang ke rumah tugas Kasno.
Dia menanyakan keberadaan kakaknya, yang semalam pergi bersama Kasno ke lapangan desa untuk menonton layar tancap.

"Mas Mbak Susi di mana ya, kok dari semalam belum pulang?"

"Gak tahu aku San, dia semalam pulang duluan!"

"Kok bisa pulang duluan, kan berangkatnya bareng Mas Kasno?"

"Mungkin dia capek nunggu aku, kan aku ngobrol sama temenku di lapangan!" Dengan gugup Kasno menjawab, bahwa dia tidak mengetahui di mana Susi berada.

Namun Susan tetap memaksa dan mencecar Kasno dengan berbagai pertanyaan.

Nampaknya Kasno emosi dan merasa tidak nyaman karena dicecar dengan banyak pertanyaan oleh Susan. Dia pun mengangkat vas bunga dan memukulkan ke kepala Susan, sampai akhirnya Susan jatuh tersungkur dan pingsan.

Setelah Susan pingsan, Kasno menyeretnya ke pojok sekolah. Tepatnya di bawah pohon sirsak, dia dengan tega mengubur Susan hidup-hidup!
Kejahatan demi kejahatan yang dilakukan membuatnya takut, takut kebusukannya terbongkar oleh warga.
Sampai akhirnya dia melarikan diri entah ke mana sampai saat ini tidak diketemukan.