Berawal dari Facebook, saat menemukan postingan teman yang membagikan cerbung 'Hati Suhita' ane mengenal sosok Khilma Anis sang penulis. Saat itu jagad media sosial terutama time line Facebook mengalami demam Alina Suhita (tokoh dalam novel Hati Suhita).

Saat itu ane langsung marathon membaca hingga sembilan part sekaligus, seandainya tidak ada tanggung jawab rumah tangga sepertinya bisa selesai sampai 13 part. Sampai segitunya ya? Ya, itu karena tulisan Mbak Khilma Anis begitu mengena di hati, bukan hanya aku tetapi banyak hati perempuan terketuk. Banyak pelajaran-pelajaran berharga yang didapat dari novel ini.



'Hati Suhita' merupakan novel ketiga yang ditulis beliau. Setelah sebelumnya menulis 'Wigati dan Jadilah Purnamaku Ning.'

Ketiga novel ini menceritakan tentang kehidupan yang berlatar belakang pesantren.

Sedangkan untuk novel 'Hati Suhita' bercerita tentang kehidupan rumah tangga seorang Khafidz qur'an Alina Suhita yang sejak kecil telah diwekas (diminta) untuk menjadi menantu seorang Kiai besar.



Pasangan suami istri hasil perjodohan orangtua. Antara Alina Suhita dan Abu Raihan Al Biruni ini banyak menyembunyikan kepalsuan. Terlihat sempurna dan romantis, tetapi kenyataanya jauh dari apa yang terlihat. Sejak malam pertama mereka pisah ranjang. Bagaimana akhirnya? Dapatkah Alina Suhita menaklukan hati Abu Raihan Al Biruni? Dan menyingkirkan bayangan Rengganis dalam kenangan Al Biruni? Temukan jawabannya dalam novelnya, ya.

Perlu digaris bawahi novel ini telah dicetak tiga kali dalam waktu satu bulan. Terjual hingga 40 ribu eksemplar lebih.
Pastinya tidak akan menyesal membaca novel ini, sebab banyak wejangan-wejangan dan filosofi Jawa yang bisa diterapkan dalam kehidupan berumah tangga.

Istimewanya lagi, tak ada tokoh antagonis di sini. Meskipun ada Rengganis sang Mantan pacar suami, tetapi penggambarannya yang begitu apik membuatnya tak bisa disebut pelakor. Jika dari Alina kita dapatkan pelajaran untuk bahwa seorang perempuan itu harus sabar, dan diam (tidak mengumbar aib suami) tetapi tetap bertanggung jawab. Maka dari Rengganis kita belajar untuk mengikhlaskan.

Demam novel 'Hati Suhita' ternyata tidak berhenti sampai di situ. Jiwaku seakan terpanggil kembali setelah sekian lama mengubur cita-cita menjadi penulis. Tanganku mulai bergerak menulis cerpen dan berani mengunggahnya di halaman Facebook.

Respon positif saya dapatkan dari teman-teman, dan salah satu dari mereka menyarankan untuk bergabung dengan komunitas penulis di Facebook terbesar di Indonesia, di bawah asuhan penulis produktif Asma Nadia.

Berawal dari situ, saya mengenal komunitas menulis lain. Setelah hampir setahun, akhirnya saya bisa mempunyai beberapa buku antolog cerpen dan puisi. Melalui jalur event yang diselenggarakan di Facebook. Bagi orang lain mungkin ini tak seberapa, tetapi bagi saya ini sungguh sesuatu yang teramat saya syukuri dan tak kan terlupakan. Melalui jejak sahabat dunia maya juga, akhirnya saya sampai di sini.



Mengenal sosok Khilma Anis, dari postingan dan novel 'Hati Suhita' berpengaruh besar dalam kiprahku di jagad literasi ini. Karenanya, aku mengenal literasi dan berani untuk menulis. Menemukan postingannya di time line benar-benar sebuah anugerah. Ini seperti jalan terbuka untuk mengawali petualangan menyelami dunia literasi.



Kata-kata beliau menyentil hati dan jiwaku untuk terus belajar, belajar, dan belajar karena beliau menyadarkanku bahwa membaca adalah cara mudah untuk belajar menulis.



Beliau juga berpesan, menulis harus ada dukungan dari keluarga. Mengikuti saran beliau anepun meminta ijin ke suami dan anak-anak. Ternyata setelah dapat ijin, menulis lebih mudah. Biarpun berlama-lama memegang handphone, suami anteng aja, bahkan kerap menyemangati.

Demikian cerita, tentang salah satu tokoh inspiratif dalam dunia kepenulisan ane. Aku yakin, kata-kata beliau berguna juga untuk penulis newbie yang lain, di luaran sana.

Sumber opini pribadi
Gambar dokpri dan google edit by Canva