Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

n4z1Avatar border
TS
n4z1
Kisah Dita dan Sinta, Putri Dari Gunung Ciremai [Kisah Nyata]


Kisah Dita dan Sinta, Putri Dari Gunung Ciremai [Kisah Nyata]

Ini sequel misteri Ciremai yang udah pernah ada di SFTH. Sekedar untuk bahan bacaan kisah-kisah mistis di gunung Ciremai, Jawa Barat yang memang lekat dengan cerita mistisnya.

Cerita ini nyata. Dita adalah nama samaran. Begitu juga dengan nama-nama lain. Tapi Sinta, itu nama asli sesuai penuturan sang Putri gunung Ciremai itu, yang ternyata bukan sosok sembarangan!

Tokoh-tokoh ada yang sudah wafat, tapi sebagian besar tokoh tahu ane membuat cerita tentang kisah pendakian kami, dan mereka tertawa sambil mengingat semua kejadian diluar nalar, diluar logika manusia yang terkurung oleh jasad kasar, tidak seperti Sinta yang bebas kemana saja. Namun Dita sudah lama berseteru dengan ane karena satu hal. Dan kami tak pernah melakukan apapun juga dibalik layar perseteruan kami, karena kami berdua tahu SIAPA kami.





Dita, sosok manis berambut agak kepirangan, hidung mancung, mata tajam, bertubuh semampai, adalah adik didik ane disebuah organisasi kepemudaan yang ane bentuk untuk menyalurkan hobi dan kemampuan mereka sebagai generasi penerus bangsa. Kebetulan dulu ane aktif di Pramuka, hingga paham yang namanya pecinta alam dan paskibra karena ikut Pramuka.

Nah, waktu ke Ciremai, Dita ikut. Meskipun bertubuh mungil, dia adalah sosok pemberani. Tak ada kata takut dalam hidupnya kecuali 1, disakiti cowok. Untuk urusan cowok, dia memang lemah. Ibarat batu karang, Dita adalah batu karang yang penuh dengan rongga yang mudah goyah.

Suatu ketika, pulang dari pendakian Ciremai, ada banyak hal yang tak lazim yang ane temui. Dita datang lebih dulu, jauh didepan kelompok. Ocehannya sambung menyambung. Ane kebetulan gak ikut pendakian karena harus menjaga Hani, sang ratu organisasi yang tengah sakit dan kebetulan datang bulan. Kenapa ane bilang Hani ratu organisasi? Cewek keturunan Betawi ini emang asli cantik kayak artis K-Pop jaman sekarang. Mendekati sempurna. Ya kecantikannya, ya tutur katanya. Dia adalah siswi SMIP Patria Wiisata di kawasan Pejaten. Sikapnya sangat terjaga. Attitudenya benar-benar bagus, bahkan kalau tertawa aja gak pernah terbahak-bahak.

Satu persatu anak-anak kelompok ane bermunculan dari kegelapan malam jalan Linggasana. Kami memang ngepos di rumah ibu angkat ane yang ane kenal sejak 1985. Dan yang muncul pertama kali justru Dita. Dia memanggil ane keras, lalu memeluk Hani. Dari bibirnya keluar banyak cerita soal diatas. Tak lama kemudian yang lain bermunculan juga. Ramailah suasana.

Seperti pasar malam, satu persatu cerita ke ane. Dari soal Sintong yang hampir jatuh ke kawah karena mengibarkan Merah Putih milik kami yang berukuran hampir 2x3 meter, soal logistik yang minim, soal dikejar badai dekat puncak, sampai soal pertengkaran kecil diatas sana karena mempertahankan ego masing-masing.

Saat mereka asik bercerita, ada 1 anggota kelompok yang diam saja. Dia membungkuk menyandarkan wajah beralaskan tangan di lututnya. Dia Fika, anggota luar biasa kami, sama seperti Hani, cuma beda sekolah. Dia sekolah di SMK YPK. Sekarang Fika sudah almarhumah.

Gw hampiri Fika, lalu gw berjongkok disampingnya. Gw panggil Wahyu. Wahyu yang gw panggil malah mulai cerita.

"Nanti dulu, nanti dulu ceritanya. Satu-satu. Ini Fika pingsan," kata gw melihat Fika yang duduk dengan kepala tertelungkup ke lutut.
"Nggak, dia tidur," kata Wahyu.
"Pingsan Yu. Nih." Gw dorong sedikit badan Fika, dan plek. Dia terguling kesamping begitu aja.
"Pingsan kan?" kata gw ke Wahyu. "Bawa kedalam!" seru gw ke Wahyu.

"Kamu ngapain cengangas cengenges?" tegur gw ke Dita yang sejak tadi gw liat bersikap aneh.
"Hehehe, ngapain sih Kak? Saya mau ketawa aja koq," katanya cuek. Tapi tatapan matanya dingin.

Semua nggak menyadari kalau ada sesuatu yang janggal. Sesuatu yang ikut dari atas! Sesuatu yang nantinya merubah hidup Dita, merubah suasana organisasi, dan merubah pandangan kami tentang dimensi lain di dunia ini.



Fika Kesurupan!



Fika udah berbaring di dalam. Tadi Wahyu gw suruh untuk membopongnya. Sementara anak-anak yang lain tengah istirahat sambil ngobrol. Ada beberapa yang berubah setelah kepulangan mereka.

Gw sebagai pemimpin organisasi berusaha mencari tahu. Dan berbeda dengan anak-anak yang lain, Dita lebih banyak diam. Sesuatu yang teramat janggal, sebab gw tahu persis Dita nggak pernah bisa diam mulutnya. Ada aja yang diobrolin dan jadi bahan omongan.

Gw berbisik ke Wahyu soal perubahan sikap Dita. Nampaknya Wahyu paham. Buktinya kemudian dia bilang pelan ke gw, "Nanti gw ceritain semuanya."

■■■■■■■■


Fika udah lebih baik kondisinya. Kini dia didepan dengan Wahyu, entah ngobrol apa. Tapi gw lihat ekspresi Wahyu serius. Sementara Fika lebih banyak nunduk. Berulang kali gw lihat Wahyu berdiri, jongkok seperti sedang menjelaskan sesuatu ke Fika. Gw anggap mereka sedang berbicara masalah pribadi, yaudah gw biarin aja.

Hani lagi ngumpul sama Aldo, Dewo, dan yang lainnya. Nampaknya lagi ngobrolin soal Edelweiss. Sesekali mereka ketawa.

Sebagian anak-anak lagi makan roti. Tadi Beberapa anak udah bikin kopi buat menemani ngobrol malam ini. Tapi gw tetap berfokus ke Dita. Dari tadi gw perhatiin dia selalu memandang ke Fika dan Wahyu. Dia sekarang sedang duduk dibangku kayu panjang samping rumah, gak sadar kalau gw perhatiin sejak tadi dari dalam. Gw hampiri dia, gw tepuk bahunya. Dia menoleh ke gw sekilas, lalu memandang lagi kearah Wahyu dan Fika.

"Kamu kenapa Dit?" tanya gw pelan, lalu duduk disampingnya.
"Nggak ada apa-apa. Biasa aja," katanya tak acuh. Eh, ada nada yang lain dari bicaranya. Biasanya dia kalau ngobrol sama gw selalu bilang Kak dikalimat akhirnya, tapi kali ini gak.
"Saya nanya serius. Kamu ada masalah sama Kak Wahyu dan Kak Fika diatas?" tanya gw lagi.

Dia sesaat menundukan kepalanya. Hanya memainkan jari jemarinya. Lalu sebentar kemudian menggigiti ujung kukunya. Gw heran. Sejak kapan dia suka menggigit ujung kukunya? Setau gw dia gak pernah melakukan hal itu selama ini.

"Kamu dengar kan yang saya tanya? Ada apa sebenarnya? Cerita ke saya, mungkin saya bisa bantu," kata gw lembut.
Dia lalu mengangkat kepalanya. Wajahnya lurus kedepan, gak memandang gw, tapi pandangannya kosong kedepan.
"Saya sakit hati!" katanya pelan namun tajam.
"Sakit hati sama siapa?" kejar gw.
Dia diam lagi. Sesekali wajahnya menoleh ke arah Fika dan Wahyu yang masih ngobrol diteras rumah.
"Kak Wahyu? Atau Kak Fika?" tebak gw.
Dia tiba-tiba menatap gw sekilas, lalu membuang muka kedepan.
"Jangan sebut nama itu!" katanya tegas.

Eh, ini Dita atau bukan ya? Kalau bukan, dia ngobrol nyambung sama gw. Kalau Dita, sekilas dari tatapan matanya kayak bukan dia. Ucapan-ucapannya juga seperti bukan kata-kata Dita kalau lagi ngobrol.

"Yaudah kalau kamu nggak mau cerita, saya nggak mau maksa. Tapi ingat, saya udah pernah bilang, andai ada masalah pribadi tapi dibawa-bawa ke Organisasi, siapapun itu, semua yang terlibat, harus keluar!" kata gw tegas. Lalu gw berdiri dan berjalan kedalam, mau mengambil rokok dan kopi diatas meja.

Baru aja gw meraih rokok dan kopi gw, dari depan ada yang teriak!

"Kak Hendra! Kak Fika kemasukan!"
Spontan gw taruh lagi rokok dan kopi gw diatas meja. Gw bergegas kedepan.
Gw lihat Fika tengah bersandar didada Wahyu. Tangannya terkepal. Beberapa anak Gadapala tampak memegang kaki dia, sementara Wahyu memegang kedua tangan Fika dari belakang.

Benar dugaan gw. Ada yang ikut dari atas. Dan kayaknya itu ada di Dita!

Gw langsung bergegas menghampiri Fika yang tengah dipegangi anak-anak Gadapala.
"Lepas, lepas. Udah, nggak apa-apa," kata gw ke semua yang megangin kaki Fika. Semua nurut, kaki Fika dilepas. Cuma Wahyu yang masih megang tangan Fika dari belakang.

Gw pandang Fika, matanya terpejam rapat, tapi tangannya terkepal kuat.
"Lu habis ngebahas apa Yu sama dia?" tanya gw ke Wahyu.
"Tadi gw ngomongin soal diatas. Ya, ada sedikit masalah antara gw sama dia soal Dita," kata Wahyu pelan.
"Ini ngikut dari atas Yu. Gw yakin pangkal masalahnya ada di Dita. Emang dari atas lu nggak sadar ada yang ngikutin?" tanya gw.
Wahyu diam. Ada kesan ragu mau cerita.
Gw sentuh nadi di leher Fika dengan dua jari gw, berharap ada petunjuk dimana 'dia' berada. Kosong!
"Bukan disitu. Gw udah coba, nggak pengaruh," kata Wahyu ngasih tau.
"Ulu hati?" tanya gw.
"Udah, nggak ada," kata Wahyu lagi.

Gw mulai pegang kaki Fika. Gw pegang pergelangan kaki kirinya dengan tangan kiri gw, lalu gw tekan ujung jempolnya dengan ujung jempol kanan gw. Gak ada. Gak ada perubahan. Satu persatu jari kaki kirinya gw periksa. Nihil!

Ganti kaki yang kanan, gak juga ada perubahan. Semua memperhatikan gw saat gw cari keberadaan si pengganggu ini.

Gw mulai cari dijempol tangan kirinya, sampai pada jari tengahnya, spontan Fika memberontak! Badannya melengkung seperti kesakitan! Dia menangis! Tapi gak gw gubris. Gw tetap tekan ujung jari tangannya dengan ujung jempol gw. Dia makin menangis keras sambil merintih.

Anak-anak bergumam ketika melihat Fika seperti ini.
"Siapa kamu!" bentak gw. Fika cuma menggeleng.
"Siapa kamu!" gw ulangi bentakan. Fika cuma menangis. Tangisannya benar-benar membuat merinding yang mendengar. Lirih, seperti jauh dari alam lain.
"Darimana kamu!" tanya gw keras. Tangan Fika yang kiri bergerak menunjuk keatas, ke arah gunung Ciremai!
Gw tatap Wahyu.
"Ini yang mau lu ceritain Yu?" tanya gw.
"Blom tau ini dia apa bukan," kata Wahyu bimbang.
Gw pandang lagi Fika, lalu gw minta ke dia yang ada didalam.
"Keluar sekarang!" perintah gw.
Fika menggeleng. Gak ada kata yang keluar, cuma isak tangis dan rintihan.
Gw hilang sabar.
Gw baca ayat Kursi sambil gw tekan ujung jarinya makin kuat. Tubuh Fika makin melengkung seperti menahan sakit!
"Keluar!" bentak gw keras.

Selepas gw bentak, tubuh Fika ambruk lemas. Tangannya yang tadi terkepal kuat sampai gw susah buat merenggangkan jarinya, kini telah terbuka.

"Tolong ambilin minum buat Kak Fika," pinta gw ke siapapun juga. Bergegas beberapa orang bergerak. Gak lama gw udah memegang gelas berisi air putih.
"Fika... Fik...," panggil gw.
Perlahan Fika membuka matanya lemah.
"Fik....," panggil gw lagi.
"Ya Kak," jawab dia lirih.
"Alhamdulillah," kata gw mengucap syukur. Yang lain juga mengucap syukur bersamaan.
"Minum dulu nih," kata gw menyodorkan gelas berisi air. "Yu, tolong pegangin nih," pinta gw ke Wahyu.

Wahyu ngangguk lalu gantian memegang gelas.
Gw usap kepala Fika, lalu gw bangun. Gw tatap semua anggota gw.
"Jangan lengah. Ada yang ikut kamu semua dari atas. Dia masih disini, menunggu kamu-kamu lengah. Jadi siapapun juga, jangan ada yang bengong. Mengerti?"
"Mengerti Kak!" jawab mereka serentak.
"Awasi cewek-ceweknya. Ajak ngobrol. Ini masih jam 11 malam. Yang mau tidur, tidur.
Yang mau begadang, ingat pesan saya tadi."
"Siap Kak," kata mereka hampir berbarengan.
"Itu, tolong ajak Dita ngumpul disini, jangan dibiarin sendiri," kata gw ke beberapa anggota gw. Beberapa orang langsung menghampiri Dita.
"Wo, tolong ambilin kopi sama rokok saya diatas meja ya, didalam," pinta gw ke Dewo.
Dia langsung berjalan kedalam.

Gw melangkah ke bawah menuju gerbang. Gw buka gerbang, lalu gw duduk diaspal.
Gak lama Dewo datang dengan Dedi.
"Temenin saya sini," kata gw ke mereka. Akhirnya adik-adik didik gw duduk sama gw diluar.

■■■■■■■■


Didepan gerbang, Dewo dan Dedi nemenin gw. Gw yang sejak tadi gak tau jelas masalah diatas akhirnya minta penjelasan ke mereka berdua. Dewo ini Ketua Gadapala, sementara Dedi Ketua Paskibra.
"Sebenernya apa yang terjadi diatas. Ceritain semuanya ke saya," kata gw.
Dewo pandang-pandangan sama Dedi.
"Lu apa gw yang cerita?" Dewo nanya ke Dedi.
"Yaudah lu aja. Lu kan ketua Gadapala. Lu yang harus laporan," kata Dedi.
Dia ngangguk.
"Begini Kak. Sebenernya banyak banget masalah diatas. Saya minta maaf soal logistik Kak. Saya benar-benar lupa. Waktu batal naik kan anak-anak masak mie. Itu nggak dicek lagi pas mau berangkat naik. Ternyata diatas baru ngeh, mie cuma ada 2. Nggak ada makanan lain. Ya terpaksa dari naik sampai pulang ya semuanya cuma makan mie yang dimasak di Batu Lingga itu," katanya dengan suara bergetar.
"Belasan orang cuma makan mie 2?" tanya gw lagi.
"Iya Kak," Dedi yang jawab.
"Saya siap memerima hukuman Kak," kata Dewo.
"Saya juga Kak," timpal Dedi.
Gw diam. Cuma menghisap rokok gw.
"Nanti kita bicarain lain waktu pas semua ngumpul," kata gw pada akhirnya.
"Soal Kak Wahyu dan Kak Sintong. Gimana mereka diatas? Mentingin diri sendiri atau mentingin anak-anak?" tanya gw lagi.
"Kak Wahyu sama Kak Sintong mentingin anak-anak koq Kak. Mereka malah ngalah gak makan sama sekali. Cuma minum aja," terang Dewo.

"Maksud saya soal Kak Fika sama Kak Dijah. Gimana mereka berdua?" kejar gw.
Dewo sejenak diam. Dia ngelirik Dedi.
"Cerita aja apa adanya," kata gw ketika melihat mereka berdua seperti enggan cerita.
"Nggak tau Kak. Cuma ya Kak Wahyu sama Kak Sintong sempat misah masing-masing diatas. Saya nggak berani ngeduga macam-macam Kak. Mohon ijin soal ini jangan dibahas lagi sama Kak Wahyu dan Kak Sintong ya Kak," kata Dewo memohon.
"Itu urusan saya. Tenang aja, saya nggak akan bawa-bawa anak-anak Gadapala," gw mencoba menenangkan Dewo.
"Soal Dita. Ada masalah nggak dia disana?" Gw penasaran banget sama Dita.
"Kayaknya nggak ada Kak. Biasa aja diatas. Iya kan Ded?" tanya Dewo ke Dedi.
"He-eh. Nggak ada masalah koq," tambah Dedi.
"Tapi kita mungkin gak tau waktu pulang ya Ded. Soalnya kan gelap Kak. Senter udah benar-benar redup. Sebagian anak lagi jalan gelap-gelapan. Anak ceweknya jalan bareng Kak Sintong sama Kak Wahyu," jelas Dewo.
Sampai sini gw cuma menduga-duga, apa yang ngikutin dari atas itu dia yang dulu ngebisikin Wahyu? Tapi itu kan udah lama banget! Tahun 91, artinya udah 4 tahun yang lalu. Masa iya masih aja berlanjut? Eh, tapi Wahyu juga kan sebelum nanjak mikir kesana? Apa sugesti ya?

"Ngapain sih lu bertiga diluar?" Tiba-tiba yang lagi gw pikirin nongol dari balik gerbang. Wahyu datang sama Sintong.
"Didalam aja kenapa ngobrolnya," kata Sintong.
Gw ngangguk,lalu bangkit berdiri diikuti Dewo dan Dedi.
"Yang lain pada kemana?" tanya gw.
"Udah tidur didalam. Cuma Dita tuh yang blom tidur, lagi ditemenin Hendri. Cuma banyak diem. Disuruh tidur nggak mau," terang Wahyu.

Sama-sama gw melangkah kedalam. Gw sama Wahyu dan Sintong duduk di bangku kayu, ngelilingin meja. Dewo sama Dedi duduk di dipan.
"Kopi siapa nih?" tanya gw waktu gw lihat asa kopi hangat segelas.
"Gw lah. Bikin dong," kata Sintong sambil mengambil kopinya.
"Bikin gih Yu," suruh gw.
"Saya aja Kak, sekalian mau bikin teh. Lu mau apa Ded?" tanya Dewo ke Dedi.
"Gw bantuin deh Wo. Ayo," sahut Dedi. Berdua mereka ke dapur.

Sambil nunggu kopi jadi, gw ragu buat ngebuka pembicaraan soal diatas. Nggak nyaman juga malam-malam gini ngebahas macam-macam, apalagi soal hal-hal aneh yang tadi terjadi.

"Ndriii...," panggil gw ke Hendri.
"Ya Kak," dia nyahut dari dalam.
"Dita udah tidur?" tanya gw.
"Blom Kak. Nih lagi diem aja," jawabnya.
"Ajak kesini, ngumpul disini aja," suruh gw.
"Iya Kak," jawabnya.
Dari balik dinding Hendri muncul, lalu ke dapur myamperin Dewo dan Dedi. Gak lama Dita muncul juga, tapi tetap berdiri aja disana. Dia memandang Wahyu tajam. Wahyu yang duduknya membelakangi dia gak tahu ditatap Dita. Tiba-tiba Dita menyeringai aneh. Senyum tapi senyumnya dengan ekspresi seram.
Cuma gw yang ngeliat. Sebentar kemudian sikapnya biasa lagi.
"Sini Dit, duduk," ajak gw ke dia.
"Iya Kak," katanya. "Hawanya nggak enak ya? Apa cuma saya aja yang ngerasain? Kadang dingin, kadang panas," katanya masih tetap berdiri.
Nah! Ini benar Dita. Seperti itulah biasanya dia ngobrol.
"Mungkin kamu kecapean Dit. Tidur sana istirahat dikamar," suruh gw.
"Iya Dit. Tidur gih. Besok Kak Sintong temenin main kesawah," kata Sintong membujuk Dita.
Dita senyum. Lama-lama senyumnya aneh.
"Saya udah tidur selamanya koq," katanya datar dengan ekspresi dingin.
Deg! Gw, Wahyu, Sintong berpandangan. Serentak gw dan 2 kawan gw menoleh kearah Dita, tapi Dita udah pergi begitu aja kedalam.
Gw bingung! Dita, tapi kayak bukan Dita. Kalau emang ada yang nempel, pastinya gak begitu sikapnya. Ini seperti dipengaruhi, kadang macam orang hilang ingatan, tapi kadang kembali utuh jadi Dita. Anehnya Wahyu sama sekali gak terpengaruh dengan perubahan Dita. Atau ada yang disembunyiin?








Diubah oleh n4z1 28-09-2019 20:48
ceuhetty
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.8K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.