Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Benturan Ideologi : Kunti
Benturan Ideologi : Kunti

Feb 28, 2019 at 12:51am
Benturan Ideologi : Kunti
 
Pada Januari 1918 Surat Kabar Djawi Hiswara dibawah kepemimpinan Martodharsono memuat tulisan yg berjudul "Pertjakapan antara Marto dan Djojo" oleh Djojodikoro. Artikel tersebut memicu kemarahan HOS Tjokroaminoto karena memuat sebuah dialog "Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem A.V.H. Gin, minoem opium dan kadang soeka mengisep opium." yg dimaksud dg Kandjeng Nabi disini adalah Nabi Muhammad. SAW.
Pada Februari di tahun yg sama, HOS Tjokroaminoto menghimpun solidaritas muslim seluruh Hindia Belanda untuk turun ke jalan, tak kurang dari 150 ribu orang di berbagai titik di seluruh Jawa dan sebagian Sumatera melakukan demonstrasi dan protes menuntut pemerintah Hindia Belanda menghukum pimred Djawi Hiswara Martodharsono dan penulis artikel Djojodikoro. Demikian sejarawan Takashi Shiraisi menulis dalam bukunya "zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926"

--

Benturan antara penganut kepercayaan adat dg komunitas muslim memang tercatat sejak sangat lama, Jika menilik jauh kebelakang Jangka Sabdo Palon yg diyakini sebagai karya R. Ng. Ranggawarsito juga mencatat benturan-benturan itu. Presiden Soekarno bahkan membuat UU PNPS no.1 tahun 1965 soal Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Pada masa itu perspektif pemerintah sangat jelas, bahwa kegiatan-kegiatan penganut kepercayaan adat dianggap sangat mengganggu ketertiban umum, khususnya komunitas muslim.
Setelah peristiwa G30S/PKI, nasib penganut kepercayaan adat justru menjadi semakin suram, Kampanye pemberantasan PKI kerap kali dipakai untuk melawan penganut kepercayaan adat dan tak jarang pula mereka dituduh terlibat PKI karena mereka dianggap tidak beragama. Sayangnya, dalam perjalanan nya malah banyak yg sebaliknya, para penganut kepercayaan adat ditahan padahal tidak berafiliasi dg PKI.
Pada tahun 1968 Orde Baru menghimpun penganut kepercayaan dan diberikan wadah organisasi-organisasi di bawah partai Golkar. Mereka bahkan diberi kebebasan untuk melakukan prosesi pernikahan sesuai dg kepercayaannya tanpa berafiliasi dg agama resmi. Bahkan Tap MPR tahun 1973 menegaskan bahwa penganut kepercayaan kedudukannya sejajar dg pemeluk agama.

--

Hanya berselang lima tahun dari disejajarkannya penganut aliran kepercayaan adat dg pemeluk agama-agama resmi pemerintah, yaitu pada tahun 1978, pemeluk agama diwakili tokoh-tokohnya menolak dg tegas penyejajaran itu dan mereka berpendapat bahwa aliran kepercayaan adat bukanlah agama melainkan bagian dari kebudayaan. Hingga muncullah TAP MPRS tahun 1978 yg mewajibkan menuliskan kolom agama pada kartu identitas. dan mempertegas kedudukan aliran kepercayaan sebagai bagian dari kebudayaan, bukan agama. Kebijakan ini secara otomatis memaksa penganut kepercayaan adat agar berafiliasi dg salah satu agama yg diakui negara. Penganut kepercayaan tidak lagi diakui sebagai bagian mandiri, mereka tetap diwajibkan menganut salah satu dari lima agama resmi pemerintah. Sehingga muncullah berbagai aliran seperti Hindu Kaharingan, Hindu Tengger, Islam Kejawen, Tao Budha dll. Mereka berafiliasi dg agama resmi dalam catatan administrasi negara, tetapi dalam keseharian masih menganut aliran kepercayaan adat. Selain agar mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah, karena hanya pemeluk agama resmilah yg berhak mendapatkan pelayanan publik seperti administrasi pernikahan dll. Alasan lainnya juga agar tidak dituduh terlibat PKI.

--

Di era milenial, penganut kepercayaan adat menghadapi masalah baru, Tidak cukup hanya disuruh ber-KTP sesuai agama resmi, tetapi kerap kali dituduh bidat, bid'ah hingga sesat oleh pemeluk agama resmi dan menjadi obyek dari gerakan purifikasi agama (contohnya Islam dg gerakan Hijrah nya). Orang-orang Hindu Tengger di paksa agar beribadat menurut agama Hindu yg asli, padahal aslinya mereka juga bukan orang Hindu. Orang-orang islam kejawen dipaksa agar hijrah seperti islamnya salafiyah, padahal mereka juga bukan muslim sungguhan.

--

Itulah kisah yg melatar belakangi dibuatnya karakter Kunti, perempuan milenial yg tumbuh pada keluarga penganut kepercayaan adat, yg akhirnya terkena dampak gerakan purifikasi agama.  
--
Malang, 28 Pebruari 2019
Narasi dan Komik : Tim Kartunesia. 


https://www.patreon.com/posts/bentur...unti-24999350
anasabila
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 2 lainnya memberi reputasi
3
866
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.