PROLOG






***

"Welcome back to Jakarta!"

Pemuda bersurai nyentrik itu baru saja tiba beberapa menit yang lalu dan mengambil kopernya di bagasi. Setelah itu ia berjalan menuju kursi yang tak jauh dari sana. Netra setajam elangnya meneliti keadaan sekitar. Tak ada tanda-tanda orang yang berjanji akan menjemputnya telah tiba.

Ia menggeleng pelan lalu mengeluarkan ponsel untuk menghubungi orang yang dimaksud.

"Halo, Chel! Lo di mana?"

Terdengar suara tertawa merdu dari seberang. "Lo puter badan ... terus natap lurus ke depan dan liat siapa yang berdiri dalam jarak 3 meter."

Pemuda itu menurunkan ponselnya perlahan, mengikuti petunjuk gadis yang diteleponnya tadi dan menganga lebar seakan tak percaya.

"Chelsea?"

"Sial! Gue kangen berat sama lo, Taehyung."

Taehyung tak sempat berkedip karena beberapa detik kemudian Chelsea langsung mendekapnya erat, hingga nyaris terjungkal jika ia tak segera membalas rangkulan si gadis.

"Ya-ya, gue juga kangen sama lo." Taehyung tersenyum tipis sembari mengusap sayang punggung gadis itu.

Chelsea terkikik. "Lo utang penjelasan sama gue."

"Hah?"

Pelukan merenggang. Kini mereka berdiri berhadapan dengan Taehyung yang memasang raut wajah bingung.

Chelsea nyengir. "Not here. Kita ke cafe gue!"

Taehyung tak sempat mengelak sebab gadis itu langsung menarik lengannya. Untung, ia masih mengingat si koper yang tergeletak mengenaskan.

**

"Jadi?

"Apa?"

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

Taehyung memutar bola mata kesal. Jujur, ia memang sangat suka dengan dekorasi cafe yang katanya punya Chelsea. Well, dapat disimpulkan jika gadis itu punya jiwa enterpreneuryang patut diacungi jempol. Namun, ia jengah dan risih terhadap pandangan pengunjung yang mengarah padanya sekarang. Entah mereka terpesona atau gimana, Taehyung jelas tidak suka.

Chelsea lantas mengikuti arah pandang Taehyung, mengamati hingga pada akhirnya tersenyum geli.

"Mereka ngira lo artis. Style mencolok kayak boygroup Korea."

Taehyung kontan mengerti, refleks meraba rambutnya yang sengaja ia cat oranye.

"Ya, setahun belakangan gue emang doyan gonta-ganti warna rambut. Nggak bermaksud tebar pesona. Aneh ya?"

Chelsea menggeleng, tapi mengangguk setelahnya. "Aneh." Ia berucap jujur. "Walau tujuan gue bawa lo ke sini bukan buat icip-icip kopi atau ngomongin rambut lo."

Taehyung manggut-manggut. Ia juga tak berniat berlama-lama di sini, omong-omong. Cukup bersyukur ia diberi suguhan macha latte gratis dari Chelsea dan sedikit pertanyaan yang belum bisa dia tebak sama sekali.

Mereka saling tatap beberapa saat, hingga diputus oleh kalimat yang meluncur sedikit ragu dari Chelsea.

"Lo balik ke Indo ... mau ngapain?"

Pertanyaan simpel, mudah dijawab oleh Taehyung. "Liburan trus disuruh ayah."

"Cuma itu? Gue sih heran sebenarnya pas lo nelpon gue kemarin buat ngejemput lo. Ya, gue seneng dan iyain aja tanpa nanya alasan lo balik padahal ini belum musim liburan, kan?"

Taehyung mengangguk pelan. Ia menyeruput matcha latte-nya sebentar. Kali ini, netranya tak mengarah pada Chelsea, tapi ke samping di mana ia bisa menikmati eksterior cafe yang bernuansa vintage.

Memori pemuda itu kembali berputar pada potongan percakapannya dengan sang ayah seminggu yang lalu.

"Ayah mohon kamu balik, Nak. Cuma sebentar."

"Ngapain, Yah? Cukup 3 tahun lalu. Aku nggak mau mengulangi kesalahan yang sama."

"Ayah tau ini bakal rumit. Tapi, ayah percaya sama kamu."

"Bunda Iken gimana?"

"Dia nggak bakal ngapa-ngapain kamu. Ayah janji."

Taehyung menarik napas berat. Kepulangannya di Indonesia kali ini bukanlah acara pulang kampung untuk melepas rindu. Namun, ada beban berat yang ia pikul di pundak. Memaksanya untuk kembali mengulang luka lama yang sialnya tak bisa ia lupakan hingga sekarang.

Chelsea menunggu respons Taehyung dengan sabar. Hingga kesabarannya terbayar ketika pemilik eagle eye itu kembali on focus padanya.

"Gue punya misi, dan ... sepertinya gue bakal butuh bantuan lo."


Bersambung....