ZenMan1Avatar border
TS
ZenMan1
'Jokowi Gagal Capai Target Pertumbuhan Ekonomi Meroket 7%'


Jakarta, CNBC Indonesia - Target pemerintah tertuang jelas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pada RPJMN 2015-2019 Pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pede bisa membawa ekonomi Indonesia meroket ke 7%.

"Dengan berbagai kebijakan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat tajam sejak tahun 2016, menjadi 7,1% pada tahun 2017, dan terus meningkat pada tahun 2018 dan 2019 masing-masing sebesar 7,5% dan 8,0%," demikian RPJMN 2015-2019 di Buku I seperti dikutip, Rabu (5/2/2020).

Bahkan dengan tingkat pertumbuhan ini, pendapatan perkapita naik dari Rp 47,8 Juta (US$ 3.918,3) pada tahun 2015 hingga mencapai Rp 72,2 Juta (US$ 6.018,1) pada tahun 2019.


Apa daya tangan tak sampai.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV-2019 tercatat 4,97%. Secara keseluruhan 2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%.

"Ekonomi Indonesia tumbuh 4,97% di triwulan IV-2019. Sehingga di sepanjang 2019 ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%," kata Suhariyanto.

Menelusuri data Reuters, pertumbuhan ekonomi kuartalan ini tercatat yang terburuk sejak kuartal IV-2016. Kala itu ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,94%.

"Pertumbuhan ekonomi dunia sedang melemah dan belum stabil. Perang dagang antara AS-China masih jauh dari selesai. Ditambah ketegangan politik di Timur Tengah yang melambat," papar Suhariyanto.

"Sehingga (ekonomi kuartal IV-2019) 4,97% ini masih bisa dipahami," tutur Suhariyanto.

Sementara PDB per kapita di 2019, lanjut Suhariyanto mencapai US$ 4.174,9 atau Rp 59,1 juta.

Sehingga melihat kinerja pemerintah dalam mengejar pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN tidak terealisasi. "Kita tidak bisa bilang mengecewakan tapi memang kejadian luar biasa terjadi di global dan ekonomi melambat," kata Suhariyanto.

Secara rata-rata, selama 5 tahun pertama di bawah kendali Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata tumbuh 5,03%.

Jokowi sendiri ketika menghadiri puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke-8 Partai Nasional Demokrat di JIExpo Convention Centre and Theatre, Jakarta, Senin (11/11/2019) mengingatkan bahwa situasi ekonomi global saat ini benar-benar sulit.

"Sudah bolak-balik saya sampaikan, sudah banyak negara yang masuk ke dalam posisi resesi," ujarnya.

Turut hadir antara lain Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Bambang Soesatyo.


Jokowi juga mengajak semua pihak agar mensyukuri realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa waktu lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal III-2019 sebesar 5,02%.

"Alhamdulillah kita masih berada di atas 5 persen. Jangan kufur nikmat, harus kita syukuri. Alhamdulillah bahwa kita mash diberi pertumbuhan di atas 5 %," kata Jokowi. 

Keganjilan Perekonomian Indonesia
Pemerintah selalu menyalahkan kondisi global tentang perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Indonesia sama sekali tak bisa tumbuh di atas 5%. Apalagi mencapai impian Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal kampanye-nya yang menargetkan ekonomi 7%.

Ekonom Senior Faisal Basri menuliskan sebuah artikel menarik tentang Keganjilan Perekonomian Indonesia.

Dalam situs pribadinya, seperti dikutip kembali Rabu (5/2/2020) Faisal menceritakan tentang alasan pemerintah.


Menurutnya, hampir semua penjelasan tentang kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dikaitkan dengan kondisi perekonomian dunia, tak terkecuali penjelasan pemerintah. 

"Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia meleset dari target, faktor eksternal yang dijadikan kambing hitam: perang dagang AS-China, kebijakan The Fed, harga minyak dunia, ketegangan di Timur Tengah, pertumbuhan ekonomi China yang melemah, harga komoditi dunia, proses pemakzulan Presiden Donald Trump, dan masih banyak lagi," tulis Faisal.

[table][tr][td]

Terakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan mengatakan sedang menakar dampak virus Corona dari China terhadap perekonomian.

"Sudah barang tentu faktor eksternal turut mempengaruhi kita. Namun, jangan sampai kelemahan kita sendiri dikesampingkan," terangnya.

"Ibarat pepatah: gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang samudera tampak."

Observasi sederhana menunjukkan pergerakan ekonomi Indonesia kian kerap berlawanan arah dengan pergerakan ekonomi dunia.

Faisal menulis, pada tahun 2013-2014 misalnya, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami peningkatan, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot. Sebaliknya, pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi dunia turun, sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia naik.

"Hal yang sama terjadi lagi pada tahun 2018. Untuk tahun 2020, prediksi IMF untuk pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,3 persen, naik cukup signifikan dari 2,9 persen tahun 2019. Prediksi saya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini turun menjadi 4,9 persen dibandingkan tahun lalu 5,0 persen," terangnya. 


Perbedaan pola lainnya menurut Faisal adalah ketika pertumbuhan ekonomi dunia merosot tajam, pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah lebih landai. Yang paling kentara terjadi tahun 2009 ketika terjadi krisis finansial global.

"Kala itu perekonomian dunia mengalami resesi dengan pertumbuhan -0,1 persen. Ada pun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa melenggang dengan pertumbuhan positif 4,6 persen. Hanya segelintir negara yang tahun itu pertumbuhan ekonominya positif, antara lain China dan India," jelasnya.

Sebaliknya, ketika perekonomian dunia memasuki fase pemulihan atau ekspansi, kecepatan ekspansi Indonesia lebih lambat. Jika pola itu berlanjut tahun ini dan tahun depan, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia baru akan meningkat tahun depan.

Faktor apa saja yang menyebabkan pola di atas? 


Pertama, faktor domestik jauh lebih menentukan ketimbang faktor eksternal. Kedua, interaksi perekonomian Indonesia dengan perekonomian global melemah.

Hal ini tercermin dari degree of openness Indonesia yang turun sejak krisis 1998. Indonesia tampaknya semakin tersisih dalam kancah persaingan global.

Hampir semua negara semakin terbuka perekonomiannya, tak peduli negara itu kecil atau besar berdasarkan jumlah penduduknya, apakah negara itu kapitalis atau komunis, dan tak peduli di benua mana negara itu berada.

"Degree of openness Indonesia mengalami penurunan konsisten sejak krisis 1998 hingga sekarang." 

Jokowi Gagal
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, reallisasi pertumbuhan ekonomi yang di bawah target ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah.

"Pemerintah jelas gagal dalam melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Padahal sudah dipompa utang yang naiknya lebih dari 8% per tahun dan ada 16 paket kebijakan," kata Bhima.

"Terlalu mudahnya pemerintah menyalahkan ekonomi global sebagai faktor utama tidak tercapainya target pertumbuhan juga blunder. Fundamental ekonomi sedang bermasalah, konsumen kurang percaya diri untuk belanja, kinerja ekspor karena telat melakukan diversifikasi pasar, realisasi investasi yang kualitasnya rendah jadi akar masalah," tutur Bhima lebih jauh.


"Tapi kami kan sudah ingatkan sejak pembahasan RPJMN 2015, bahwa it is good to be true. Sekarang terlihat sendiri, bahwa ekonomi Indonesia yang harusnya bisa tumbuh diatas 6% motor utamanya mulai bermasalah. Kita dipastikan tidak bisa lepas dari jebakan kelas menengah dengan strategi yang dijalankan pemerintah saat ini," jelas Bhima.

sumur


[/td]
[/tr]
[/table]
soljin7
jkwselalub3n4r
4iinch
4iinch dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1.7K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.