Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

matthysse67Avatar border
TS
matthysse67
Memahami Perbedaan Wilayah Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Perairan Natuna
Memahami Wilayah Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Perairan Natuna...

Selasa, 14 Januari 2020 | 05:20 WIB




KOMPAS.com – Pakar hukum internasional dari Universitas
Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai, Pemerintah China tengah berkelit ketika menyikapi perseteruan antara Indonesia dan China di Perairan Natuna Utara.

Perseteruan itu terjadi setelah sejumlah kapal nelayan dan pihak Coast Guard China masuk ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang diklaim sebagai bagian dari kawasan Nine-Dash Line versi China, akhir 2019 lalu.

Menurut Hikmahanto, bukan kali ini saja China bersikap seperti demikian. Tanggapan serupa pun pernah diberikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.

Ini terjadi ketika kapal milik TNI Angkatan Laut mengejar kapal nelayan China saat menangkap ikan secara illegal di wilayah perairan itu pada Juni 2016 silam.

"Kalau pun pernah menjawab lisan, Kemenlu China mengatakan, 'Sudahlah Indonesia, kamu tidak perlu khawatir. Kami sebagai negara mengakui kedaulatan dari perairan Natuna'," kata Hikmahanto dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/1/2020).

Hal yang sama pun disampaikan Juru Bicara Kemenlu China saat ini, Geng Shuang, saat menanggapi pengerahan kapal perang TNI AL serta pesawat tempur TNI AU usai maraknya kapal nelayan dan Coast Guard China masuk ke ZEEI akhir tahun lalu.

Pada 8 Januari 2020, Geng Shuang menyatakan, China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan hak kedaulatan serta yurisdiksi atas perairan tersebut. Klaim itu, sebut dia, telah sesuai dengan hukum internasional.

Dalam pernyataan selanjutnya, ia kembali menegaskan bahwa China hanya mengakui kedaulatan Indonesia di wilayah Natuna.

"Saya ingin menekankan bahwa China dan Indonesia tidak memiliki perselisihan mengenai kedaulatan wilayah. Kami memiliki klaim hak dan kepentingan maritim yang tumpang tindih di beberapa wilayah di Laut Cina Selatan,” ucap Geng Shuang seperti dikutip Kompas.com dari laman resmi Kemenlu China.

"Tiongkok (China) berharap Indonesia akan tetap tenang. Kami ingin menangani perbedaan kami dengan Indonesia dengan cara yang tepat dan menjunjung tinggi hubungan bilateral kami serta perdamaian dan stabilitas di kawasan ini. Faktanya, kami telah melakukan kontak satu sama lain mengenai masalah ini melalui saluran diplomatik,” imbuh dia.

Hikmahanto menilai, sikap tersebut menunjukkan China tengah bersilat lidah dalam menyikapi persoalan ini.

"Ini pintarnya China. Dia bicara kedaulatan, bukan hak berdaulat. Ini kayak pengacara, menjawab yang tidak perlu atau menjawab yang bukan pertanyaan. Karena kamu tidak pernah menjawab, maka kami mengatakan itu tidak pernah ada," ujar dia.

Wilayah kedaulatan dan hak berdaulat
Hikmahanto menyatakan, persoalan hak berdaulat antara Indonesia dan China di wilayah perairan tersebut sulit untuk diselesaikan.

Pasalnya, baik Indonesia maupun China, sama-sama tak mengakui klaim atas wilayah hak berdaulat masing-masing.

Untuk diketahui, hak berdaulat Indonesia berada di dalam wilayah ZEEI. Wilayah ZEE ini meliputi kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar Indonesia.

Artinya, Indonesia berhak memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam yang ada di wilayah ini.

Dalam menetapkan batas ZEE, Indonesia berpedoman pada hasil Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, yang pada saat yang sama China tidak mengakui hasil konvensi tersebut.

"Dari sisi Pemerintah China, dia membuat garis yang namanya sembilan garis putus (Nine-Dash Line)," kata Hikmahanto.

Nine-Dash Line, kata dia, dibuat sekitar tahun 1947 ketika Partai Kuomintang masih menguasai China.

Dilansir dari BBC , Pemerintah China mengeluarkan peta kawasan Nine-Dash Line yang mencakup 90 persen dari 3,5 juta kilometer persegi perairan Laut China Selatan.

Perlu dipahami bahwa Nine-Dash Line yang diklaim China, banyak bersinggungan dengan wilayah kedaulatan negara lain seperti Filipina, Malaysia, dan Vietnam.

Sedangkan dengan Indonesia, Nine-Dash Line hanya bersinggungan dengan wilayah hak berdaulat atau ZEEI.

Persinggungan itu berdasarkan atas
traditional fishing ground yang turut menjadi dasar Pemerintah China dalam penyusunan Nine-Dash Line.



Lantas apa bedanya antara wilayah kedaulatan dan hak berdaulat?

Jika wilayah hak berdaulat merupakan kawasan yang berjarak hingga 200 mil dari pulau terluar Indonesia, maka wilayah berdaulat hanya mencapai kawasan berjarak 12 mil dari pulau terluar.

Wilayah berdaulat ini umumnya dijaga oleh kapal milik TNI AL, sedangkan wilayah hak berdaulat dijaga oleh kapal coast guard.

"Tapi kalau dengan Indonesia, (Nine-Dash Line) itu tidak bersinggungan dengan yang 12 mil itu, tapi bersinggungan dengan yang hak berdaulat kita yang 200 mil," ucapnya.

Tidak diakuinya wilayah hak berdaulat itulah yang kemudian juga membuat Pemerintah Indonesia hingga kini juga tidak pernah mengakui Nine-Dash Line China.

Ketika ketegangan terjadi, Presiden Joko Widodo pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke Natuna pada 7 Januari lalu.

Saat itu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa, tidak ada satu pun wilayah kedaulatan Indonesia yang dilanggar oleh China.

Hal itu diketahui Presiden setelah mengkonfirmasi kepada panglima, bupati hingga gubernur.

"Jadi, apa yang diucapkan Presiden itu benar, karena kapal-kapal coast guard itu tidak masuk ke yang 12 mil itu. Mereka tidak masuk ke sana, itu benar," ucap Hikmahanto.


Dapat dikerjasamakan

Meski Indonesia dapat mengeksploitasi seluruh kekayaan alam yang ada di wilayah ZEE sebagai hak berdaulat, bukan berarti negara lain tidak bisa turut mengeksploitasinya.

Hal itu dapat terjadi jika negara yang berbatasan saling mengakui wilayah hak kedaulatan masing-masing.

Bahkan, Hikmahanto menambahkan, UNCLOS mengamanatkan adanya kerja sama dalam pengelolaan wilayah hak berdaulat terutama bagi negara yang tidak memiliki kawasan pantai. Sehingga, negara tersebut juga dapat menikmati hasil alam kekayaan laut.

Sejauh ini, satu-satunya traditional fishing zone di wilayah ZEE Indonesia yang dikerjasamakan dengan negara lain yakni hanya di Selat Malaka yaitu antara Indonesia dan Malaysia.

Kini, yang jadi persoalan yaitu bagaimana menjaga wilayah hak kedaulatan Indonesia agar tidak dicuri kekayaan alamnya oleh kapal-kapal nelayan negara lain.

Menurut Hikmahanto, ada tiga upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, Indonesia harus terus konsisten menolak klaim China atas Nine-Dash Line.

Kedua, melakukan mobilisasi nelayan besar-besaran ke wilayah perairan Natuna. Bahkan, bila perlu pemerintah memberikan insentif kepada nelayan yang mau menangkap ikan di sana.

Namun pada saat yang sama ekosistem serta keanekaragaman hayati di wilayah tersebut juga harus dapat dijaga.

Ketiga, pada saat yang sama pemerintah harus memperkuat armada
coast guard yang dimiliki. Salah satu kendala kapal coast guard milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jarang beroperasi di wilayah hak kedaulatan karena tonase kapal milik mereka yang kecil.

"Nelayan kita yang dari Natuna itu juga sering complain, 'Kami diusir oleh coast guard China, tapi kami tidak punya backup yang backing kita’. Sementara kapal nelayan China (ketika hendak) kita adili karena melawan hukum, nanti hadir coast guard China untuk merapat. Ini yang harus kita kuat-kuatan di situ, jadi patroli," ujarnya.


https://nasional.kompas.com/read/202...page=all#page2



gue sangat sependapat dengan apa yang dikatakan pak Hikmahanto Juwana, Rakyat Indonesia ga perlu terlalu parno, klaim 9 DASH LINE China ini hanya menyinggung & mengenai wilayah ZEE Indonesia dan tidak sama sekali melewati Laut Teritorial NKRI di Kepulauan Natuna.

Jadi seharusnya Kapal Coast Guard China yang masuk ke wilayah ZEE Indonesia ga perlu pake TNI-AL buat ngusirnya, cukup BAKAMLA, kerahkan nelayan & unsur-unsur kelautan maritim Indonesia kalau perlu pake kapal Coast Guard juga seperti China.

kecuali kalau Kapal Nelayan & Coast Guard China berani masuk Laut Teritorial NKRI 12 mil, itu baru TNI yang turun tangan, karena sudah bisa dikatakan sebuah agresi terhadap kedaulatan suatu negara, dalam hal ini Indonesia.

intinya :

ZEE 200 MIL = Hak Berdaulat.
Laut Teritorial 12 MIL = Wilayah kedaulatan.

Selama Indonesia masih keukeuh berpegang kepada UNCLOS & China berpedoman kepada 9 DASH LINE, sampe kiamat juga ga akan selesai permasalahannya.

mungkin Pak Jokowi & Kaisar Jinping perlu ngopi & ngudut bersama dulu membicarakan persoalan.
UriNami
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 12 lainnya memberi reputasi
11
4.6K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.