Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraKITAAvatar border
TS
NegaraKITA
Siasat NKRI Gagalkan Bendera Komunis Berkibar di Natuna
Spoiler for Natuna:


Spoiler for Video:


Natuna kembali memanas. Panasnya Laut Natuna Utara itu terjadi setelah sejumlah kapal China melintasi laut tersebut dan mengklaim bahwa itu bagian dari Laut China Selatan. Diketahui lebih dari 1000 kapal asing melewati Laut Natuna Utara per harinya. Kebanyakan adalah kapal nelayan China yang dikawal kapal Coast Guard Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC). Hingga saat ini kapal-kapal asing tersebut masih melakukan penangkapan ikan di daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna.

Meski begitu, pasukan TNI tidak akan terprovokasi untuk melanggar hukum internasional. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin 6 Januari 2020. “Jadi kita tidak ingin terprovokasi. Mereka melakukan provokasi supaya kita melanggar hukum laut internasional itu sendiri, sehingga kalau itu terjadi maka justru kita yang bisa disalahkan secara internasional dan justru kita yang rugi. Oleh karena itu para prajurit kita melakukan tugasnya dengan rule of engagement (aturan pelibatan) yang diadopsi dari hukum-hukum yang berlaku secara nasional maupun internasional." Ujar Sisriadi.

Detik [Soal Natuna, TNI Tak Ingin Terjebak Provokasi China]

Langkah dari TNI ini merupakan langkah yang sudah tepat. Jangan sampai dalam polemik Natuna, Indonesia justru disalahkan dan dianggap melanggar hukum internasional. Posisi Indonesia bisa terancam.

Lantas bagaimana cara agar Indonesia tidak selalu diganggu oleh klaim China atas perairan Natuna?

Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan dari Indonesia Institute of Maritime Studies Connie Rahakundinie Bakrie memaparkan latar belakang dari persengketaan Natuna antara RI dengan China. Ia menuturkan bahwa permasalahan tidak berada di diplomasi antar kedua negara. Justru dunia internasional yang harus turun menyikapi China.

Klaim China atas Laut Natuna didasari atas 3 aspek, yakni historical, okupasi, dan cost.

Secara historical, China beralasan semenjak era Dinasti Han dan Dinasti Hong, mereka telah memiliki militer dan jadwal militer untuk menduduki dan berpatroli di Natuna. Sedangkan terkait okupasi, di mata China, jika Britania bisa menguasai Australia, mengapa China tidak bisa menguasai Natuna?

Connie memaparkan pula alasan dunia Internasional yang harus turun tangan. Selama ini kita sudah menang di COC dan DOC. Filipina juga sudah menang di arbitrase, sejak lama, namun China masih tetap bersikeras. Oleh karena itu, perlu ada soft power yang harus dilakukan oleh Indonesia dan ASEAN. Kita harus dudukkan bersama Sejarawan Indonesia, ASEAN dan China.

Pengamat militer ini mengingatkan Indonesia pernah punya kerajaan 1000 tahun maritim, dari Jepara, Ternate, Sriwijaya, Majapahit, dan sebagainya. Tak mungkin kita tak pernah berada di Natuna. Sejarawan Indonesia bisa menjelaskan pada dunia internasional bahwa tidak hanya China yang bisa punya klaim atas perairan Natuna.

Kita juga bisa menyorot Taiwan dalam polemik Laut Natuna ini. Sebab, semua bukti soal Natuna dibawa Chiang Kai Sek ketika dia pindah dan mendirikan Republic of China tahun 1947. Jadi ketika China bicara klaim historical soal Natuna, semua bukti-buktinya itu ada di Taiwan. Apabila Dunia Internasional tidak mengikutsertakan Taiwan dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan, maka masalah takkan pernah selesai.

Secara Hard Power, tidak perlu diperdebatkan lagi, Indonesia berdaulat penuh di Natuna. Lantas mengapa kita baru ribut ketika ada pelanggaran kedaulatan di wilayah kita. Mengapa negara ini tidak memiliki roadmap yang jelas tentang pertahanan dan keamanan yang mumpuni dan jangka panjang?


 [Kedaulatan Indonesia Kembali Diganggu di Natuna]

Ada hal yang sangat menarik dari paparan Ibu Connie. Yakni hubungan Laut Natuna dengan Republik China pimpinan Chiang Kai Sek yang kini menjadi Taiwan. Hal ini berakar dari nine dash line atau Sembilan garis putus-putus. Garis putus-putus itu pertama kali muncul di peta negara China pada 1947, setelah usainya Perang Dunia II. Kala itu, Angkatan Laut Republik China menguasai beberapa pulau di Laut China Selatan yang sebelumnya dikuasai Jepang dalam perang dan dibatasi -atau lebih tepatnya dihubungkan- dengan 11 garis putus-putus.

Namun setelah Perang Dunia II pula komunis China menguat untuk merebut Republik China. Secara logika, demi menyelamatkan wilayahnya dari komunis maka Republik China lebih memilih melepaskan wilayah yang jauh berada di luar jangkauannya seperti Natuna.

Setelah Republik China yang dikomando Partai Kuomintang kalah dalam persaingan di China daratan dan kemudian hijrah ke Kepulauan Formosa (Taiwan), Republik Rakyat China terbentuk pada 1949. Pemerintahan komunis China lantas mengklaim negaranya sebagai pewaris dari nine dash line tersebut dan kerap kali menggunakan nine dash line sebagai pembenaran atas klaim wilayahnya di Natuna.

CNBC Indonesia [RI Sewot dengan China Gegara 'Nine Dash Line', Apa itu?]

Spoiler for Laut di Asia Tenggara:



Padahal, selain hanya berupa klaim sepihak, wilayah Laut Natuna telah mendapat pengakuan internasional sesuai dengan ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.
Diubah oleh NegaraKITA 08-01-2020 22:43
crazyidea
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.6K
20
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.