Dulu, mulanya Belanda dengan VOC nya telah memilih Ambon sebagai pusat kekuasaannya. Hal ini dikarenakan letak Ambon tepat berada di jantung kepulauan rempah yakni Maluku. Oleh bangsa barat, Maluku sendiri dikenal sebutan The Spicy Island yang berarti surga rempah. Julukan itu disebabkan komoditas cengkeh dan pala sangat kaya di daerah tersebut.

Namun, di bawah kekuasaan gubernur jenderal bernama Jaan Pieterszoon Coen yang sangat terkenal dengan tangan besinya memindahkan pusat kekuasaan kongsi dagang ke daerah barat pulau Jawa. Selanjutnya kota baru tersebut bernama Batavia atau Jakarta sekarang.

Selain dikenal kota metropolitan dengan gemerlapnya, namun Jakarta memiliki cerita sendiri untuk persoalan bencana alam berupa banjir pada masa dahulu. Berikut sedikit cerita menariknya!

1. Staf Penerangan AS Menyalahkan Jaan Pieterzoon Coen Karena Memilih Batavia Sebagai Pusat Kekuasaan



Diketahui seorang staff penerangan AS pernah menuliskan dan mengemukakan pendapatnya perihal banjir di Jakarta. Ia berpandangan bahwa orang yang bersalah dan yang paling bertanggung jawab dalam persoalan banjir adalah Jaan Pieterzoon Coen yang tak lain adalah pendiri kota Batavia.

Dalam pendapatnya ia menuturkan bahwa Coen telah salah memilih pusat kota kekuasaan. Pasalnya kontur tanah di Jakarta secara geografis berada di dataran rendah dan wilayah rawa-rawa. Staff penerangan tersebut sangat menyayangkan keputusan tersebut. Seandainya Coen memilih tempat lain, mungkin tidak akan memusingkan para pemimpin selanjutnya.

2. Sudah Dilanda Banjir Sejak Zaman Kerajaan Tarumanegara



Ketika masa kekuasaan Raja Purnawarman, pernah dilakukan penggalian terhadap Kali Chandrabagha sekarang Bekasi dan Kali Gomati atau saat ini Tangerang sepanjang 12 km untuk mengatasi persoalan banjir. Peristiwa ini pun tercatat dalam sebuah Prasasti Tugu di Jakarta Utara yang disimpan di Museum Sejarah Jakarta.

Ketika itu, wilayah Jakarta merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara. Catatan dari Prasasti itu menunjukan bahwa Jakarta telah mengalami persoalan banjir sejak 15 abad yang lalu.

3. Sebanyak 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tidak Pernah berhasil Mengatasi Persoalan Banjir



Setidaknya ada 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang pernah memimpin di Batavia juga dipusingkan oleh banjir yang melanda.

Rasanya belum pernah ada dari gubernur saat kolonial Belanda hingga saat ini yang mampu mengatasi masalah banjir tersebut.

4. Banjir Terparah Terjadi Pada Masa Kekuasaan Belanda tahun 1872



Diketahui Batavia atau Jakarta pernah mengalami banjir terdahsyat pada tahun 1872. Saat itu, sluisbrug atau pintu air yang ada di depan Istiqlal sekarang jebol. Kali Ciliwung juga meluap dan merendam pertokoan serta hotel di Jl. Gajah Mada dan Hayam Wuruk.

Tidak sampai di situ, kawasan Harmoni, Rijswik atau Jalan Veteran, dan Noordwijk atau Jalan Juanda juga mengalami kelumpuhan sehingga tidak dapat beroperasi dan dilalui kendaraan.

5. Pada 1895 Pemerintah Kolonial Belanda Membangun Grand Design Untuk Menanggulangi Banjir di Jakarta



Pemerintah Belanda sangat sadar jika Batavia berada di dataran rendah hingga hal ini memicu timbulnya bencana banjir. Maka di tahun 1895 kolonial Belanda akhirnya mencoba untuk merancang grand design guna menanggulangi persoalan banjir.

Pembangunan grand design tersebut meliputi pembangunan di daerah hulu kawasan Puncak hingga hilir daerah estauria Jakarta Utara.



Selain itu karena Batavia atau Jakarta berada di tempat yang banyak sekali rawa-rawa dan situ, maka pemerintah Belanda mulai juga membangun mensinergikan satu wilayah Jakarta ke daerah sekitarnya. Hal ini penting dilakukan sebab jika sudah terbangun sinergi antar daerah maka banjir akan mudah diatasi.

Kalau liat dari cerita ini, rasanya memang banjir Jakarta sudah menjadi budaya tahunan, ya. Semoga walaupun jadi langganan banjir, tapi banjirnya tidak terlalu parah ya.

Sumber :

Di sini