Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zulfikar27Avatar border
TS
zulfikar27
Uighur dan Tragedi Kemanusiaan
Quote:



Hal pertama yang perlu kita ketahui, pemerintah Cina ialah pemerintahan yang otoriter. Tertutup dan informasi yang keluar pun dikontrol. Fakta yang diketahui bahwa ini bukanlah soal agama. Uighur merupakan etnis minoritas, sedangkan mayoritasnya ialah etnis han. Secara peta pemikiran, mereka minoritas secara etnis dan minoritas pula secara agama. Ini muncul setelah tragedi 9/11, kemudian Cina beranggapan bahwa negara mereka berpotensi untuk dihajar oleh terorisme. Maka Cina mulai mengontrol siapa yang disebut dengan potensi teroris, dan muslim Uighur pun menjadi target.


Secara antropologi Uighur merupakan Turkistan, yang secara etnis lebih dekat dengan Turki bagian timur. Namun di Turki sendiri ada problem politik pengungsi yang mana mereka sudah memiliki kesepakatan dengan Eropa bahwa mereka sangat menghindari banjir pengungsi. Secara tidak langsung Turki tutup sampai di situ. Sebagian dari suku Uighur tentu mencari kehidupan di bagian Asia Selatan. Bisa saja di bagian Asia Selatan ada makelar-makelar kekerasan, jadi sebetulnya bukan terorisme.


Sumber foto: net



Jika kita pelajari sejarahnya, sejak 2017 telah dideteksi oleh banyak satelit dunia bahwa itu adalah kamp konsentrasi. Menurut dokumen yang beredar, ketua Partai Komunis Cina mengeluarkan semacam perintah bahwa tidak boleh ada yang lolos, harus dipastikan segala sesuatu didisiplinkan. Jadi memang ada "pendisiplinan" di sana.


Secara analisis terlihat Cina ingin memberi sinyal bahwa jangan ada yang mencampuri urusan dalam negeri, walaupun banyak dokumen yang bocor tentang kamp konsentrasi itu. Namun hal tersebut tidak mungkin terjadi di era keterbukaan informasin seperti sekarang ini. Jadi, proteksi Cina itu satu paket dengan sifat pemerintah yang otoriter. Menurut pandangan saya Cina sedang gagap, dimana dia telah kapitalis tapi sistemnya tidak terbuka. Itu jadi semacam sakit jiwa di dalam pemerintahannya.


Semua negara yang otoriter selalu ingin mengendalikan keyakinan orang, jadi itu memang satu paket dengan ideologi negaranya yakni komunis. Di Cina tidak boleh ada ideologi yang lain. Inilah bahayanya negara yang berideologi.


Dari sudut pandang hak asasi manusia dan saya rasa Indonesia harus peka dengan itu, karena kita berjanji pada dunia untuk menciptakan tertib dan damainya dunia. Sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".


Ada pula yang berpendapat jangan sampai kita terjebak di proxy war, perang dagang antara Cina dan Amerika. Jika ditelisik lebih lanjut proxy war ini adalah sesuatu yang taktikal, sedangkan yang lebih fundamental ialah tentang human rights atau hak asasi manusia.


Tragedi yang terjadi di Uighur dibantah oleh pemerintah Cina dan memang belum ada bukti secara internasional bahwa memang terjadi pembantaian dan kekerasan di Uighur. Hanya saja bocoran, baik itu CCTV, liputan, ataupun saksi yang pernah di sana mengatakan lain.


Cina salah satu tipikal negara yang tidak seutuhnya ingin menghargai warganya. Dalam skala yang rada-rada mirip Indonesia lakukan itu, walaupun kita bisa debatkan segala soal. Namun poin di dalam politik demokrasi adalah lindungi manusia, apapun alam pikirannya. Jadi tiba-tiba negara merasa tersinggung lalu dia sebut ini radikal dan sebagai alasan untuk membasmi dan menghalangi.


Kita hidup di era 4.0, potensi yang dimiliki masyarakat mesti di atas kemampuan robot dalam berempati. Negara harus tahu, bahwasanya dunia telah berubah. Orang tidak lagi hanya sekadar memproteksi manusia, tanaman, lingkungan, binatang dan segala macam. Jadi etika yang disebut kemanusiaan sudah meluas, bukan hanya pada orang. Namun kadang negara masih menganggap bahwa warganya itu bisa diatur, padahal negara boleh tidak ada, tapi tidak ada kehidupan tanpa ada warganya. Filosofi seperti inilah yang seharusnya dipamerkan ke ruang publik, terutama oleh Indonesia. Karena Indonesia mempelopori Konferensi Asia Afrika, Konferensi Sosialis Asia yang intinya adalah solidaritas. Namun kita tidak mampu memberikan ucapan solidaritas sedikitpun hanya karena pertimbangan politik global, relasi ekonomi, dan pertimbangan perang dagang yang tengah terjadi.


Schivver
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 10 lainnya memberi reputasi
1
2.2K
32
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.2KThread83.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.