Para pekerja migran dari Indonesia sering kali dihadapkan persoalan hukum yang bersifat multidimensional. Mulai dari pelanggaran hukum di negara tertentu hingga mendapatkan perlakuan tak adil di negara di mana ia bekerja.

Selain itu, persoalan-persoalan terkait identitas juga menjadi ancaman tersendiri bagi mereka (pekerja migran) yang hidup di tengah masyarakat yang jauh berbeda. Ini yang kemudian mempengaruhi cara hidup mereka di tempat tersebut.

Sehingga, lingkungan yang seperti demikian itu bisa saja mempengaruhi tingkat nasionalisme mereka di luar sana.

Kita tahu, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono memberikan pernyataan. Yakni pihaknya akan melibatkan para pekerja migran di luar negeri, untuk menjadi aktor atau Duta Bela Negara di luar negeri masing-masing di tempat mereka bekerja.

Langkah ini tentunya ide yang sangat strategis. Mengapa? Karena mereka (pekerja migran) sering kali bahkan harus dihadapkan pada hal-hal yang membuat mereka terpancing, untuk terjebak dalam pelanggaran hukum.

Menghindari perilaku yang melanggar hukum bagi pekerja migran adalah sebuah hal yang menurut Wamenhan, turut berkontribusi dalam aksi bela negara. Sebab, dengan menghindari hal-hal yang merugikan diri sendiri tersebut, tentunya merupakan bagian dari menjaga nama baik Indonesia di negara tempat mereka bekerja.

Langkah ini tentu sudah jelas tak terlihat seperti omong kosong. Wamenhan pun dalam acara Happy Migrant Day itu bahkan menyebutkan akan memberikan pelatihan Bela Negara, yang dikhususkan untuk Pekerja Migran yang bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja RI.

Melalui langkah ini pun, penulis menyadari bahwa Kemhan hari ini di bawah kepemimpinan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah menunjukkan definisi bela negara yang tak hanya berupa aksi-aksi fisik atau militeristik, tetapi juga dapat ditunjukkan melalui bagaimana kita berperilaku sehari-hari.

Tentunya berdasarkan cara berkehidupan kita yang tertuang dalam asas Pancasila. 
Sumber