Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraKITAAvatar border
TS
NegaraKITA
Prabowo Ditantang Usut Korupsi PTDI
Spoiler for Prabowo:


Spoiler for Video:


Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbicara soal semangat antikorupsi dalam pembukaan Indonesian Minister of Defence Cup, International Wheelchair Tennis 2019, di Lapangan Tenis Pusat Rehabilitasi (Pusrehab) Kemenhan RI, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2019. Eks Danjen Kopassus itu mengatakan bahwa korupsi adalah penyakit bangsa Indonesia dan ada di ranah yang tengah ia pimpin saat ini.

"Korupsi ini penyakit bangsa kita dan ada juga di dalam dunia pertahanan dan harus sama-sama saya berantas," kata Prabowo.

Prabowo mendapatkan informasi bahwa Pusrehab Kemenhan RI mendapat penghargaan bebas korupsi. Ia pun berharap itu adalah prestasi yang nyata. Lelaki berusia 68 tahun itu juga memperingatkan jajarannya agar menghindari korupsi karena pangkat yang diterima setiap prajurit berasal dari rakyat. Bila kalangan militer terlibat korupsi, sama saja mengkhianati yang memberi pangkat.

Detik [Prabowo: Korupsi Penyakit Bangsa, Harus Saya Berantas!]

Ucapan Prabowo tentang korupsi di dunia pertahanan Indonesia mengingatkan penulis atas dugaan korupsi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang hingga saat ini belum jelas kelanjutannya, padahal kasus tersebut didorong untuk diusut KPK sejak 2017 lalu. Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu pernah mendesak KPK untuk turun dan menginvestigasi adanya dugaan tindak pidana korupsi di PTDI yang merugikan negara.

Ketua Harian FSP BUMN Bersatu, Prakoso Wibowo membeberkan potensi dugaan kerugian negara di PTDI sebesar Rp 8 Miliar dalam 24 kasus. Selain itu, perusahaan pelat merah ini juga bakal terus merugi karena adanya kewajiban PT DI yang harus membayar denda akibat keterlambatan dalam pekerjaan.

Pada Tahun 2011, TNI AL memberikan pengerjaan pengadaan Helikopter Bell tahap II dengan nilai Rp 220 Miliar. Dalam pengerjaan, PTDI telah terima uang pembayaran sebesar 96 %, namun pekerjaan atau kemajuan fisik baru 20 %. Akibatnya PTDI harus membayar denda sekitar Rp 3.4 Miliar.

Selain itu, dalam pemesanan Helikopter Bell oleh Kemenhan terdapat perbedaan penentuan imbalan (fee) kepada mitra penjualan PTDI, padahal helikopter yang dipesan sama dan dari pembeli yang sama, yaitu Kemenhan. Hanya penggunanya yang berbeda, yaitu TNI AD dan TNI AL. PTDI memberikan fee kepada mitra penjualan yakni PT BTP sebesar 5 % dari total kontrak Helikopter Beel beserta perlengkapannya untuk TNI AD, namun fee tersebut berubah menjadi 7 % untuk TNI AL.

“Uang negara mereka ambil atau terima, tapi seperti males-malesan untuk menyelesaikan pekerjaan pesanan TNI AL dan pada saat yang sama TNI AU juga memesan helikopter Super Puma untuk memenuhi rencana strategis (renstra) pertahanan tahun 2009-2014. Tetapi realisasinya, TNI AU baru menerima sembilan dari 16 unit helikopter Super Puma yang dipesan,” tegas Prakoso. Ia menjelaskan bahwa TNI AU hanya menerima 9 Helikopter Super Puma dari 16 unit yang dipesan. Sedangkan sisa 7 unit lagi dibiarkan saja oleh TNI AU.

Berdasarkan kasus tersebut, Prakoso menilai bahwa tindakan Direksi PTDI yang memberikan fee kepada mitra penjualnya itu telah menimbulkan biaya lebih besar terhadap harga unit helikopter yang dibeli oleh Kemenhan dengan dana APBN. Sedangkan Kemenhan seharusnya dapat membeli langsung ke PTDI yang merupakan BUMN tanpa adanya perantara atau mitra penjualan, karena diduga harga yang ditawarkan ke Kemenhan sudah termasuk biaya fee untuk mitra penjualan PTDI.

Tindakan Direksi PTDI itu tentu membuat FSP BUMN Bersatu menduga bahwa Direksi telah memberi keuntungan kepada orang lain, atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara.

JPNN [FSP BUMN Desak KPK Usut Mega Korupsi PTDI]

Kasus tahun 2017 ini semestinya akan segera terungkap ketika terpilihnya Dewan Pengawas yang baru atau saat perombakan Dewan Komisaris/Pengawas. Maka pada tanggal 29 Maret Tahun 2018 berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor : SK-77/MBU/03/2018 ditunjuklah Marsekal TNI Yuyu Sutisna menjadi Komisaris Utama PTDI.

Indonesian Aerospace [STRUKTUR ORGANISASI]

Namun, kenyataannya dunia pertahanan Indonesia masih dihantui penyakit lama. Sebab, pada bulan April 2019 Kemenhan menandatangani kontrak pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dengan membeli Helikopter Super Puma. Bukankah pengadaan Helikopter tersebut sudah menjadi masalah? Lantas bagaimana dengan Helikopter Super Puma yang urung diadakan untuk TNI AU?

Tempo [Kemenhan Beli Helikopter Super Puma PT DI, Ini Speknya]

Tak hanya sampai di situ, ternyata Helikopter Bell yang sempat bermasalah juga pengadaanya ternyata dibeli lagi melalui PTDI. Apakah pengadaan Helikopter Bell terdahulu yang berkasus telah selesai permasalahannya?

Tempo [TNI AD Beli 9 Helikopter Bell 412 EPI Senilai Rp 258 M dari PTDI]

Apakah Komisaris Utama PTDI Marsekal TNI Yuyu Sutisna yang juga menjabat sebagai KSAU tidak melihat kejanggalan dan aroma korupsi yang terus berlanjut dan seakan dibiarkan? Penulis menduga ada dua kemungkinan penyebab hal ini tetap terjadi. Pertama adalah ia ikut terlibat dalam kasus korupsi PTDI, atau kedua dia tidak ikut terlibat namun mengetahui adanya tindakan korupsi di PTDI tapi ia memilih diam.

Tentunya apabila Menhan Prabowo ingin serius memberantas korupsi di Dunia Pertahanan Indonesia, maka ada baiknya memulai dari PTDI. Begitu juga dengan KPK, sudah saatnya laporan sejak tahun 2017 oleh FSP BUMN Bersatu ditindaklanjuti.
Diubah oleh NegaraKITA 11-12-2019 05:07
hendrixakbar
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 6 lainnya memberi reputasi
7
839
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.3KThread41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.