Basuki Tjahata Purnama atau yang akrab disapa Ahok pada Senin (25/11) akan menerima surat keputusan (SK) menjadi Komisaris Utama PT. Pertamina (Persero) di Kementerian BUMN.

Ahok yang tiba di Kementerian BUMN sekitar pukul 09:20 WIB, sempat melayani beberapa pertanyaan dari awak media. Salah satu pertanyaan yang dibeberkan kepada Ahok adalah mengenai mafia minyak dan gas di Pertamina.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Ahok pun mengatakan tahu tentang mafia migas di Pertamina tersebut. Namun, ia menjelaskan jika pemberantasan mafia migas di Pertamina adalah kewenangan dari direksi Pertamina.

Ahok juga menegaskan bahwa ia bukan 'godfather' dan tidak punya hak untuk menjawab rencana mengenai pemberantasan mafia di tubuh Pertamina.

"Saya bukan direktur utama, saya tahu tapi bukan hak saya. Maksudnya mafia migas juga apa ya, saya kan bukan 'godfather',"kata Ahok, Senin (25/11), melansir dari CNN Indonesia.

Pemberantasan mafia yang berada di tubuh Pertamina memang adalah kewenangan dari direksi. Namun, Ahok juga mempunyai bargaining position melalui tugas dan fungsinya untuk mengawasi direksi dalam menjalankan perusahaan, termasuk juga dalam hal memberikan nasihat.

Namun, memang harus diakui jika power Ahok sebagai komisaris utama tidak terlalu luas. Hal itu dikarenakan posisi yang diemban Ahok hanya mempunyai kewenangan terbatas pada tingkat kebijakan, bukan eksekusi.

Padahal jika kita melihat rekam jejak karirnya, bisa terlihat jika Ahok memiliki kemampuan lebih dari sekadar memberikan pengaruh sebatas kebijakan. Menurut penulis Ahok seharusnya tokoh yang ideal sebagai eksekutor di tubuh Pertamina.