lexarrioAvatar border
TS
lexarrio
Upacara doa umat Hindu di Bantul dihentikan paksa
Pemerintah daerah didesak untuk tak sekadar memberikan imbauan jika terjadi kasus intoleransi umat beragama, menyusul insiden penghentian kegiatan persembahyangan umat Hindu di Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, oleh sekelompok orang yang diklaim sebagai warga desa setempat.



Desakan itu antara lain disampaikan oleh seorang sosiolog dari Universitas Gajah Mada dan seorang pemuka agama Hindu. Namun demikian, wakil bupati Bantul meminta masalah tersebut tidak dibesar-besarkan.

Made Astra menyesalkan betul tindakan penghentian upacara doa yang digelar salah satu anggotanya di Dusun Mangir Lor, Desa Sedangsari, Bantul, pada Selasa (12/11). Ketua Parisada Hindu Dharma (PHDI) di Provinsi Yogyakarta itu bercerita, tak ada yang patut dicurigai dari kegiatan itu.

Keluarga Utiek Suprapti - yang menjadi tuan rumah acara, kata dia, hanya melaksanakan ritual peninggalan leluhur keluarganya.

"Ritual itu adalah persembahyangan keluarga sesuai dengan apa yang ditinggalkan leluhurnya. Misalnya pada Jumat Pahing saya harus mengadakan persembahyangan keluarga. Jadi kegiatan itu diteruskan oleh keturunannya," ujar Made Astra kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/11).

Ritual sembahyang itu dilakukan dengan cara berdoa yang ditujukan kepada nenek moyang selama sekitar 1-1,5 jam. Bagi umat agama Hindu, ritual tersebut tidaklah tabu.
"Sangat-sangat mendukung karena tujuannya bersembahyang untuk leluhurnya. Alangkah mulianya kan mendoakan leluhur? Sangat mulia."

'Warga berdatangan dan mencegat orang Hindu'

Penghentian acara doa keluarga Utiek yang diikuti sekitar 40 orang, terjadi Selasa kemarin. Menurut anak Utiek, upacara itu rencananya berlangsung dua kali yaitu pada pukul 13.00 WIB dan 18.00 WIB.

Saat dimulai, kata Ananda Ranu Kumbulo, tidak ada masalah. Tapi di tengah kegiatan, warga berdatangan dan mencegat umat Hindu lain masuk ke rumahnya.

"Ketika ada umat Hindu mau masuk, kendaraan dicegat dan disuruh pulang," kata Ananda seperti dilansir harianjogja.com.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Kapolsek Pajangan datang dan menyampaikan keluhan warga atas upacara doa dan minta dihentikan. Utiek pun akhirnya memenuhi desakan warga dan polisi.

Padahal kata Nanda, pihaknya sudah memberitahu ke warga, pengurus RT dan kepolisian, namun Kepala Dusun tak membolehkan kegiatan itu.
"Alasannya ingin mengayomi masyarakat karena banyak warga yang tidak setuju," imbuh Nanda.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bantul, Yasmuri, mengaku sudah bertemu dengan pihak yang menolak serta Utiek Suprapti sendiri. Warga, katanya, melihat keanehan dalam upacara doa itu, sebab dilakukan di rumah dan mengundang banyak orang.


"Informasi lurah, masyarakat cuma pingin kejelasan mereka itu apa yang dilakukan? Upacara itu apa? Keagamaan atau kegiatan lain?" ujar Yasmuri.
Warga, klaimnya, sempat mengambil kesimpulan mereka melakukan kegiatan ritual "yang tidak jelas". Karena itulah, timbul kecurigaan apa yang dilakoni Utiek dan puluhan orang tersebut adalah sesat.

"Kalau itu [doa] masuk aliran yang tidak jelas, dikhawatirkan misalnya ada aliran yang sesat."

'Umah Hindu butuh rumah ibadah'

Ketua Parisada Hindu Dharma (PHDI) di Provinsi Yogyakarta, Made Astra, mengatakan umat Hindu di Bantul terpaksa beribadah maupun berdoa di rumah karena ketiadaan rumah ibadah.

Padahal semestinya segala kegiatan peribadatan termasuk doa kepada leluhur seperti yang dilakukan Utiek Suprapti, dilakukan di pura.

"Sebaiknya itu di pura supaya sesuai dengan peruntukkannya," kata Made Astra.

Akan tetapi jumlah umat Hindu di Bantul tak mencukupi syarat mendirikan rumah ibadah. Dalam catatan PHDI, di Kabupaten Bantul setidaknya ada 150 penganut Hindu. Tapi di tiap desa, jumlahnya tidak sampai sepuluh orang, sementara Peraturan Bersama Menteri mensyaratkan pendirian rumah ibadah minimal didukung 90 penganut sesuai tingkat batas wilayah.

"Ya tentu jadi sulit. Karena itu ingin mendirikan rumah ibadah karena kebutuhan umatnya. Sekarang terbentur dengan jumlah umat yang tidak memenuhi persyaratan di undang-undang."

Karena itu, menurutnya, permasalahan ini bisa selesai jika umat Hindu diberi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Dengan begitu, tak lagi berdoa di rumah dan menimbulkan kecurigaan.


"Kalau sudah ada pura, tidak perlu memberitahu dan meminta izin. Solusinya harus ada rumah ibadah.

"Kalau kita sembahyang minta izin atau beritahu, kan repot. Sehari harus berapa kali?"

Wakil bupati Bantul: Tidak ada kasus intoleransi

Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengklaim apa yang terjadi pada Utiek Suprapti hanyalah persoalan miskomunikasi, bukan intoleransi. Menurutnya, kecurigaan warga adalah wajar karena setiap desa memiliki aturan yang berbeda.

"Kalau kampung digunakan dan tiba-tiba ada acara begitu warga tidak mengerti kan. Jadi soal komunikasi saja, jangan dibesar-besarkan, seolah-olah kasus intoleransi," kata Abdul Halim kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/11).


SUMUR

pelakunya fasti tidak beragama emoticon-Mad


unicorn.destroy
kadrun.stres
4iinch
4iinch dan 8 lainnya memberi reputasi
5
3.1K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.