iselfiawrdsAvatar border
TS
iselfiawrds
Seorang Anak di Tegal Tega Bunuh Ayah Kandung, Jasadnya Dicor di Septic Tank
Judul Asli: Sadis! Seorang Anak di Kabupaten Tegal Tega Bunuh Ayah Kandung, Jasadnya Dicor dalam Septic Tank


Rabu, 30 Oktober 2019 15:54



Ilustrasi jenazah - net


TRIBUNPALU.COM - Pembunuhan sadis seorang anak kepada ayah kandungnya kembali terulang dan menggegerkan warga.

Peristiwa ini terjadi di Desa Kendayakan, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal pada Selasa (29/10/2019).

Seorang pria bernama Rahadi (58), tewas dibunuh anak kandungnya sendiri, Wahudin (28) dengan cara dibacok.
Usai menganiaya sang ayah, Wahudin berniat menghilangkan jejak.
Jasad Rahadi dibungkus pelaku menggunakan karpet. Lalu dicor atau disemen dalam septic tank.

Selanjutnya Udin, sapaan pelaku, membuang kampak di taman pemakaman umum desa setempat.
Berikut deretan fakta seorang anak bunuh ayah kandungnya, dirangkum TribunPalu.com dari TribunJateng.com:

1. Cara Pelaku Hilangkan Jejak
Sang anak tega membacok ayahnya dengan beberapa luka serius di bagian leher, dagu, dan punggung.
Di balik aksi bengisnya, Udin, panggilan pelaku sempat melakukan beragam cara untuk menghapus jejak.
Kasatreskrim Polres Tegal AKP Gunawan Wibisono menuturkan, pelaku di antaranya menabur bubuk kopi di dalam rumah.

Diduga tujuannya adalah menghilangkan bau amis dari darah korban yang berceceran.

Fakta itu didapat AKP Gunawan saat melakukan olah TKP di rumah korban pada Selasa (29/10/2019) malam.
Sebelum menabur kopi, pelaku terlebih dulu membungkus korban dengan digulung tikar atau karpet.

Menurut Kasatreskrim, pelaku berupaya membersihkan cipratan darah yang meluas di sekililing rumah, baik di lantai maupun dinding.

Namun, karena saking banyaknya cipratan darah, pelaku akhirnya langsung memboyong korban.
Dia membuangnya ke septic tank di luar rumah.

"Jasad bapaknya yang terbungkus karpet itu disemen atau dicor di dalam septic tank yang berdiameter sekitar 1 meter. Selesai mengecor, dia menaburkan banyak kopi di dalam rumah untuk menghilangkan aroma bau darah. Saat kami ke TKP, masih banyak bercak darah di dinding-dinding rumah," jelas AKP Gunawan kepada Tribunjateng.com, Rabu (30/10/2019).


2. Pelaku Menyerahkan Diri ke Warga Setempat
Setelah menyembunyikan jejak dengan berbagai cara, Udin pergi ke makam desa setempat untuk menyimpan kampak.

Usai menyembunyikan kampaknya di makam kuburan, Udin malah menyerahkan diri ke warga setempat.
Dia mengaku takut, apabila kabur, hukuman yang menimpanya bakal lebih berat.

"Takut dihukum lama. Akhirnya, saya serahkan diri. Ya, saya emang sudah kesal lama dengan bapak saya," jawab Udin saat ditanyai penyesalannya usai membunuh ayahnya sendiri.


3. Alasan Pelaku Bunuh Ayah
Saat berada di dalam jeruji sel Mapolsek Warureja, Udin mengaku tak menyesal usai menghabisi nyawa ayahnya sendiri.

Dia sudah bulat berniat untuk melukai dan membunuh bapaknya sendiri, yakni Rahadi (58), saat berada di rumah.
"Niatnya mau melukai dan membunuh. Bapakku pacaran lagi soalnya," ujar Udin berdialek khas Tegal.

Dia mengaku, menewaskan ayahnya dengan menggunakan prengkul atau biasa disebut kampak.
Udin merasa kesal karena ayahnya diduga berpacaran lagi dengan tetangga sebelah.

"Sudah banyak buktinya. Selingkuhannya pernah dikasih motor oleh bapak saya. Namanya Nana," sebut Udin. Di puncak prasangka buruk, Udin pun akhirnya menghabisi dengan menghujam kampak ke beberapa bagian tubuh ayahnya


4. Pernah Gangguan Jiwa
Kepala Desa Kendayakan, Rasiun, menyebut pelaku pernah masuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mitra Siaga Kabupaten Tegal sebanyak tiga kali.
"Sudah tiga kali. Kalau tidak salah 2016, 2017, dan terakhir bulan puasa 2019 lalu. Meski dibawa ke RSJ, sang pelaku kalau diajak ngobrol biasa aja kayak orang normal. Pelaku kesehariannya wajar seperti orang biasa," jelas Kades.

(TribunPalu.com, TribunJateng.com/Akhtur Gumilang)


Sumber


***


Assalamualaikum!
Hay, Agan-Sista!
Selamat Malam!


Quote:


Jujur, sedih sekali mendengar berita di atas. Tidak perlu disembunyikan, setiap anak pasti pernah melawan orang tuanya, menentang, bahkan berucap kasar. Apalagi, jika sudah memasuki usia remaja. Punya teman bergaul baru. Punya dunia yang dinilai lebih nyaman. Sampai lupa, bahwa rumah beserta isinya adalah tempat terbaik untuk pulang, untuk berkeluh-kesah.

Dalam Islam, sudah jelas wajib untuk menghormati orang tua. Seburuk apa pun orang tua, Anak masih wajib untuk berbakti. Orang tua seorang pencuri, seorang preman, tidak bekerja, tua atau sakit-sakitan, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berbakti. Jika orang tua salah atau melenceng, itu urusan mereka. Kita tetap wajib bersikap baik kepada mereka, menjaga mereka apalagi kalau sudah renta.

Soal kasus di atas—oke, pak Rahadi yang berusia 58 Tahun ketahuan berselingkuh. Sampai membelikan si Nana motor juga. Tapi, apa kelar masalahnya kalau nyawanya lenyap oleh ulah anak sendiri? Harusnya, sang anak berani menegur kalau memang pemikirannya itu bukan dugaan semata, ada bukti. Tidak ada larangan untuk menegur orang tua. Kalau bingung, ada beberapa cara yang bisa dilakukan;
1. Menegur pakai cara santun
2. Tidak bermaksud menggurui
3. Tidak pakai nada tinggi
4. Tidak memaksakan kehendak
5. Lihat situasi dan kondisi
6. Jangan sampai membuat sakit hati
7. Lebih lengkap bisa baca Cara Menegur yang Baik dalam Islam

Untung saja, si Udin diduga sakit jiwa. Ya, meski tetap juga harus berurusan dengan polisi. Yang Author herankan, kenapa si Udin enggak menyesal sama sekali? Sang Ayah sudah meninggal, loh. Tidak bisa minta maaf secara langsung. Tidak bisa menyelesaikan tugas di saat Ayah ingin menikmati hari tuanya.

Hukuman Bagi Orang Gila
Gila Dalam Perspektif Islam
Para ulama sepakat bahwa gila termasuk dari awaridhul ahliyah (hal yang menghalangi jatuhnya beban hukum terhadap seseorang).
Hal ini berdasarkan hadis:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاثٍ : عَنِ الصبِي حَتى يَبْلُغَ ، وَعَنِ النائِمِ حَتى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتى يُفِيقَ
“Pena diangkat dari tiga kelompok manusia: dari anak kecil hingga dia baligh, dari orang tidur hingga dia bangun, dari orang gila hingga dia sadar.” (HR Ahmad)

Di dalam Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyah disebutkan, “Kegilaan merupakan awaridh ahliyatul ada’, kegilaan menghilangkan (ahliyatul ada’) secara utuh, maka segala tindakan orang gila tidak memberikan dampak syar’i apa pun. Pasalnya, illat (sebab hukum) ahliyatul ada’ adalah tamyiz (kemampuan membedakan yang baik dan buruk) dan berakal. Adapun orang gila tidak meiliki keduanya.”(Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyah, vol 16, hal 101)

Itu artinya, hukum Islam tidak berlaku bagi orang gila sekalipun ia melakukan tindakan kriminal seperti pembunuhan ataupun penganiayaan.

Namun, meskipun orang gila tidak dapat dihukum secara syar’i, tetapi jika perbuatannya merugikan orang lain, walinya-lah akan bertanggung jawab.

“Apabila orang gila melakukan tindakan kriminal, hukumannya berupa denda (diyat) dan bukan hukuman fisik. Apabila dia merusak harta orang lain, wajib baginya (walinya) untuk mengganti. Apabila dia membunuh, dia tidak boleh diqishosh. Akan tetapi, (walinya wajib) membayar diyat (denda karena membunuh).” (Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyah, vol 16, hal 107)

Wallahu a’lam bishawab.
Sumber


Orang Gila dalam Perspektif Hukum
Yang berhak menentukan pelaku tindak pidana itu mengalami gangguan kejiwaan kemudian pelaku tersebut tidak dapat dihukum adalah hakim pada persidangan berdasarkan bukti-bukti yang ada, salah satunya dengan mendengar keterangan ahli.

Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP berbunyi:
“Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”

“Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”

Berdasarkan pasal diatas menunjukkan bahwa apakah perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan karena pelakunya mengalami gangguan jiwa merupakan wewenang hakim saat memeriksa dan memutus perkaranya. Akan tetapi, tentu hakim menentukannya dengan berdasar pada bukti-bukti yang ada yang menerangkan pelaku memang benar memiliki gangguan jiwa sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sumber : Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP Sumber

Soalnya memang aneh banget misalkan si Udin ini tidak mengalami gangguan jiwa, tapi tega menghabisi ayah kandungnya sendiri. Secara alamiah, dalam diri seorang anak pasti ada ikatan batin dengan orang tuanya, kan. Jadi, kalau anak sakit, orang tua juga ikut merasakan. Pun sebaliknya.

Semoga, hukum yang diambil tepat, ya, GanSist. Serahkan saja pada pihak berwajib. Dan semoga juga, almarhum bisa diterima di sisi-Nya. Bayangkan saja, GanSist, bagaimana perasaannya saat mati di tangan anak sendiri. Nyawa dicabut oleh Malaikat saja banyak yang belum siap, kan?
Diubah oleh iselfiawrds 30-10-2019 13:12
PapinZ
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.8K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.