Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

babygani86Avatar border
TS
babygani86
Prostitusi pernah Mendapat ruang hidup secara legal dalam Masyarakat Kolonial
Transaksi esek esek di Jakarta sudah ada sejak awal Batavia berdiri. Wilayah kota tua dan sekitarnya tak hanya menjadi saksi bisu cikal bakal berkembangnya peradaban masyarakat ibu kota, tapi juga telah menjadi saksi penjualan jasa seksual sejak zaman kolonial.

Tak mengherankan bila kawasan red light district Jakarta ini hingga kini masih menjadi surga bagi pencari kesenangan. Sebab sebetulnya akar budaya hedonism itu sudah menancap sejak berabad lalu. Maka munculnya praktek prostitusi ibarat setua umur manusia di bumi. Karena kebutuhan seks, sama halnya dengan kebutuhan biologis yang lain, seperti makan dan minum, perlu dipenuhi.



Fakta tertua yang pernah ditemukan di Batavia, yaitu sekitar tahun 1600, belanda pernah melegalkan pramuriaan. Tapi jauh lebih tua dari itu sebetulnya pramuriaan diperkenalkan oleh orang orang Tionghoa. Antara madat atau candu, judi, dan prostitusi itu seumur.

Mengenai pelegalan prostitusi di Batavia, prostitusi pernah mendapat ruang hidup secara legal dalam masyarakat kolonial. Pada saat hindia belanda timur berada dalam kekuasaan prancis, gubernur jenderal Herman willem daendels (menjabat pada 1808-1811) mengeluarkan aturan tentang prostitusi.

Kaisar prancis napoleon Bonaparte aturan itu, dia melihat daya tempur tantara prancis mengendur akibat penyakit kelamin. Sumber penyakit kelamin berasal dari perempuan pekerja seks, maka napoleon mewajibkan mereka mengikuti pemeriksaan medis secara rutin.

Namun aturan tersebut berumur pendek, karena prancis hengkang dari hindia belanda timur pada 1813, prostitusipun kembali merebak tanpa kendali. Jauh sebelumnya, gubernur jenderal hindia belanda, Jan pieterszoon coden, selama masa jabatannya pada 1619-1629, sangat anti perzinaan, pramuriaan, dan pergundikan. Dia tidak punya gundik, hanya punya istri bernama eva. Bahkan satu kali JP coen mendapati keponakannya berhubungan intim di kamarnya di balai kota (sekarang museum Fatahillah), sehingga keduanya terancam dijatuhi hukuman mati. Namun pada akhirnya perempuan keponakan JP coen itu hanya dijatuhi hukuman cambuk. Sementara itu pasangannya, seorang serdadu Belanda, divonis hukuman mati.



Prostitusi yang terjadi di Jakarta saat ini merupakan sisa sisa dari masa kolonial. Pada 1600an, orang belanda memulai perbudakan di Batavia. Dalam prakteknya, mereka sekaligus memperlakukan budak perempuan sebagai pemuas kebutuhan seks. Pada saat datang ke sini, mereka belum menemukan yang namanya tempat pramuriaan, tempat lokalisasi belum ada. Mereka hanya membeli budak, yang sekaligus melayani urusan seks.

Ada beberapa wilayah pada masa kolonial yang menjadi arena pemuas pria hedonis. Saat ini wilayah itu termasuk Kawasan kota Tua Jakarta.


Quote:



Quote:



Quote:


Ada banyak istilah yang digunakan untuk menyebut pekerja seks, yang berbeda beda dalam setiap era. Dulu dikenal cabo, peh cun, atau mondjie. Saat ini kita menyebut perempuan penghibur sebagai wanita tuna Susila atau pekerja seks. Istilah cabo terkenal pada era peralihan komoditas perdagangan pada 1890-1930an. Orang Betawi menyebut pekerja seks sebagai cabo, yang diadaptasi dari bahas cina, caibo, atau kupu kupu malam.



Para cabo selalu beroperasi di dekat Kawasan niaga dan perhotelan. Istilah cabo masih popular pada 1970-1990an, bukan di Batavia, melainkan di daerah jawa barat, cianjur misalnya, dikenal istilah cabol, dari kata cabul.

Sementara itu, adapula perempuan panggilan yang disebut mondjie. Perempuan ini tinggal di tangsi atau di sekitar tangsi khusus untuk melayani serdadu belanda. Kalau anda pernah mendengar istilah pecun, kata itu berasal dari Bahasa cina, peh cun, yang makna sesungguhnya bukanlah pekerja seks. Peh cun asal mulanya adalah pesta lempar makanan bacang dalam perayaan 100 hari setelah imlek.

Jika 15 hari setelah imlek disebut cap gomeh, 100 hari setelah imlek ada peh cun. Dalam pesta peh cun, para pemuda tiong hoa menyusuri sungai menggunakan sampan, atau perahu naga bagi kalangan berada, lalu mereka melempar bacang. Barang siapa ada perempuan yang menangkap lemparan bacang tersebut, akan menjadi pasangannya. Jadi seperti perayaan mencari jodoh, namun belakangan pesta itu menjadi ajang mencari pasangan, yang sayangnya belum tentu dinikahi, bisa jadi hanya untuk sesaat. Lalu lama kelamaan perayaan lempar bacang itu terjadi setiap hari untuk mendapatkan perempuan.


Spoiler for Referensi:


ulfsaarr
Syncdevil
dellesology
dellesology dan 16 lainnya memberi reputasi
15
14.3K
92
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & XenologyKASKUS Official
6.5KThread10.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.